Fadel Muhammad: Komisi VII Rencana Undang 3 Gubernur se-Jabotabek Bahas Reklamasi
JAKARTA, Lintasparlemen.Com – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fadel Muhammad angkat suara terkait pembangun reklamasi di sejumlah daerah yang harus ditinjau ulang untuk diteruskan. Alasannya, banyak hal yang perlu diperbaiki sebelum menjalankan kebijakan tesebut.
Seperti diberitakan, proyek reklamasi Pulau G di lepas pantai kawasan Muara Angke, Jakarta Utara, membuat cemas nelayan tradisional di kawasan tersebut.
Mereka pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap izin reklamasi yang diberikan kepada PT Muara Wisesa Samudera. Perusahaan mengatakan, mereka mendapat dukungan banyak nelayan.
Sedangkan reklamasi yang dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia seperti Pantai Utara Jakarta, Teluk Benoa Bali, dan Pantai Losari Makassar nyatanya tidak seperti reklamasi yang dilakukan di luar negeri seperti Belanda, Singapura, atau Korea Selatan.
Rekayasa teknologi itu belum bisa dipastikan apakah berpihak kepada lingkungan atau bahkan malah mengorbankan lingkungan sekitarnya. Perlu diketahui bahwa reklamasi di Belanda, Singapura, atau Korea Selatan dilakukan karena memang di sana sudah tidak memiliki pilihan lain mengingat negaranya kecil dan kebutuhan lahan semakin tinggi.
Khusus di Jakarta, organisasi non-pemerintah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta pernah menuduh reklamasi di Pantai Utara Jakarta sarat dengan motif ekonomi.
Karena itu, Komisi VII DPR RI akan mengundang Ibu Menteri Siti Nurbaya kembali ke DPR bersama dengan tiga gubernur se-Jabotabek, yaitu Gubernur DKI Jakarta (Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, red), Gubernur Jawa Barat (Ahmad Heryawan, red), dan Gubernur Banten (Rano Karno, red). Tepatnya tanggal 30 April 2016.
Berikut ini wawancara dengan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Fadel Muhammad terkait pembangunan reklamasi di sejumlah usai menggelar rapat bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya:
Bagaimana pendapat Anda terkait pembangunan reklamasi di sejumlah daerah di Indonesia?
Alasan itu, kami dari Komisi VII, memanggil Menteri Lingkungan Hidup, Ibu Dr. Siti Nurbaya. Dari sana ada beberapa catatan yang penting sekali. Yang pertama kita meminta kepada Ibu Menteri untuk melakukan pendalaman ke seluruh masalah ini, terkait reklamasi Teluk Jakarta, dilihat dari berbagai aspek hukum dan aspek yang lain.
Ada tidaknya positif dan negatif untuk kepentingan rakyat. Kemudian nanti tanggal 30 April 2016 kami akan mengundang Ibu Menteri lagi bersama dengan 3 gubernur, yaitu Gubernur DKI Jakarta (Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, red), Gubernur Jawa Barat (Ahmad Heryawan, red), dan Gubernur Banten (Rano Karno, red). Dengan maksud untuk melihat bersama-sama permasalahan reklamasi yang sangat kompleks ini.
Apa saja hasil dari diskusi tadi antara Komisi VII dengan Ibu Menteri Siti Nurbaya?
Ada 3 permasalahan pokok dalam diskusi ini, yang pertama ada pertentangan pemahaman mengenai Perpres Tahun 1995, kemudian muncul lagi Peraturan Presiden (Perpres, red), ketika itu saya menteri Kelautan. Kita yang bikin aturan Perpres Nomor 122 Tahun 2013 itu dengan rinci dan jelas sekali apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan.
Di DKI ini banyak yang dilaksanakan tanpa mengikuti payung-payung hukum yang sudah ada. Sehingga, kita meminta Menteri Lingkungan Hidup mengambil langkah-langkah yang berani, langkah-langkah yang sesuai dengan undang-undang dalam menangani permasalahan ini.
Apa Komisi VII DPR RI ada rencana membuat Panca atau Pansus untuk mendalami permasalahan ini?
Tentu saja. Tadi ada yang mengusulkan agar dibuat semacam Pansus, luas lingkupnya lebih luas, antar komisi di DPR. Karena ada KOMISI IV mengenai permasalah dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan ada juga aspek hukum, dan lain-lain. Selain itu ada juga local government mungkin KOMISI II. Ada juga yang mengusulkan cukup Panja saja.
Tetapi nanti kita akan bahas lagi, kemudian menentukan sikap, apakah kita akan membuat Panja atau Pansus. Semua tergantung aspirasi para anggota DPR di lintas Komisi nantinya. Namun, pemikiran ke arah sana sudah mulai muncul dari para anggota untuk menangani masalah ini secara serius.
Ada aspirasi dari masyarakat untuk mendorong agar menghentikan sementara pembangunan reklamasi di sejumlah daerah?
Kita di sini sebagai Anggota Legislatif di DPR tidak punya hak untuk memberhentikan atau meminta mereka untuk meneruskan. Tetapi kita meminta para anggota atau menteri atau presiden meneliti ini dengan baik terlabih dahulu sebelum melanjutkan proyek pembangunan itu. Sehingga nantinya tidak menjadi sesuatu yang salah di kemudian hari, terutama merugikan biota laut dan nelayan kita.
(Biota Laut adalah semua makhluk hidup yang ada di laut baik hewan maupun tumbuhan atau karang. secara umum biota laut dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu plankton, nekton dan Bentos pembagain ini tidak ada kaitannya dengan klasifikasi ilmiah, ukuran, hewan atau tumbuhan tapi berdasarkan pada kebiasaan hidup secara umu, seperti gerak berjalan, pola hidup dan sebaran menurut ekologi, sumber Wikipedia, red).
Seperti pengalaman di negara lain, tak semua pembangunan reklamasi itu terbilang sukses. Apa pemerintah tidak belajar dari negara lain yang tidak berhasil membangun reklamasi itu?
Memang pembangunan reklamasi di negara-negara lain banyak yang gagal dibandingkan yang berhasil. Yang berhasil itu ada di Dubai, karena direncanakan dengan baik. Ada juga di Haneda dan Airport di Hongkong. Kalau mau membuat Pulau, minimal jarak dari batas pantai itu 300 meter. Yang ada sekarang itu hanya 100 meter. Karena itukita harus bicarakan terlebih dahulu dengan baik.
Reklamasi yang gagal itu mengakibatkan biota laut yang rusak dan ribut dengan nelayan. Di Teluk Jakarta ini, para nelayan kasian harus bepergian jauh untuk mencari dan menangkap ikan. Itu artinya ongkos bensin nelayan lebih mahal kemudian penangannya belum ada yang baik. Ini semua harus direncanakan baru menuju perencanaan ke sana. Kalau tanah sih masih luas, di Tangerang ada, di Bekasi ada. Rumah yang dibuat di laut atau pulau-pulau itu disebut Throphy House, artinya menjadi suatu kebanggan saja.
Ada wacana mengatakan bahwa pembangunan reklamasi di sebuah adalah milik negara. Menurut Anda bagaimana?
Saya sepakat dengan pendapat itu. Teman-teman anggota KOMISI VII mengatakan, bahwa kalau dibuat sebuah pulau kemudian menjadi pulau-pulau, seharusnya menjadi milik negara. Sehingga seluruh perundang-undangan mengenai pulau itu diatur oleh negara bukan per orangan. Paling tidak, tidak boleh diberikan hak guna pakai seumur hidup, ada batasan-batasan waktu. Kalau dalam aturan negara bisa dituntut 25 tahun sampai 30 tahun penjara. (Janah dan Putri)