Bamsoet: Generasi Milenial Harus Mampu Ciptakan Platform Digital Technologi
JAKARTA – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan efek perang dagang Amerika dan China harus diwaspadai, khususnya bagi generasi milenial Indonesia. Mengingat perang dagang tersebut akan berlangsung dalam waktu cukup lama. Karena bukan hanya menyangkut ekonomi semata, melainkan juga melibatkan ideologi kedua negara.
“Sederhananya, Amerika merasa kalah dengan derasnya import barang dari China, sehingga memasang tarif masuk yang tinggi untuk mengambil keuntungan. Sekaligus agar produk hasil manufacture Amerika tetap bisa dijajakan dengan baik karena barang dari China menjadi lebih mahal. Begitupula dengan China yang membalas dengan hal serupa. Akibatnya, yang terjadi kemudian adalah perang ideologi, karena keduanya tak mau mengalah,” ujar Bamsoet di sela-sela ulang tahun ke-41 Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI), di Jakarta, Jumat malam (05/07/19).
Legislator Dapil VII Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen ini menilai ada peluang yang bisa diambil milenial Indonesia dari perseturuan dua negara adikuasa tersebut. Disaat kedua negara saling mengunci teknologi satu sama lain, inilah kesempatan Indonesia untuk membangun platform teknologi digital dalam negeri.
“Kita harus mencontoh apa yang dilakukan China dalam 5 tahun terakhir, yaitu membangun swasta dengan perlindungan ketat dari negara. Misalnya jejaring pertemanan REN REN dilindungi oleh pemerintah China. Facebook tidak boleh masuk, sehingga REN REN menguasai 80 persen jejaring perkawanan China,” terang Bamsoet.
Begitupun dengan transportasi digital. Bendahara Umum DPP Partai Golkar 2014-2016 ini memaparkan, setelah Didi Chuxing online transportation menguasai 80 pasar China, Uber baru boleh masuk. Alibaba menguasai 80 persen pasar China, baru Amazon boleh masuk. Baidu menguasai lebih dari 80 persen pasar China, baru Google boleh masuk sebagai search engine. Yoku menguasai 80 persen pasar China, Youtube baru boleh masuk.
“Karenanya, Indonesia jika ingin maju, maka aplikasi anak negeri harus dilindungi terlebih dahulu. Saya mendorong anak bangsa membuat platform digital teknologi sendiri. Buat google versi Indonesia sendiri atau buat Facebook versi Indonesia sendiri. Dan, terpenting semua platform digital teknologi anak bangsa tersebut dilindungi secara maksimal oleh negara,” jelas Bamsoet.
Jika semua sosmed dari luar diatur oleh negara dan produk Indonesia diberi fasilitas dan kemudahan, Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini yakin dalam satu atau dua tahun kedepan kaum milenial Indonesia bisa membuat dan melaksanakan platform digital tekhnologi tersebut. Sehingga ketika puncak ‘perang’ Amerika dan China terjadi, Indonesia sudah punya semuanya.
“Bukan tidak mungkin, saat puncak perang terjadi, Amerika akan mematikan sosmed mereka, internet mereka, satelit mereka. Karena itu adalah strategi perang battle space yaitu penaklukan ruang udara. Tetapi jika Indonesia sudah memiliki platform sendiri, maka kita tetap bisa connect,” tandas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini mencontohkan, beberapa waktu lalu selama 2 hari sosmed di Indonesia dimatikan secara lokal. Banyak netizen yang langsung uring-uringan. Apalagi kalau China mematikan 5G atau Amerika mematikan 4G nya.
“Bayangkan kalau mereka matikan itu semua. Indonesia jadi bingung. Karena kita terlalu bergantung pada network asing. Saya tegaskan jangan sampai itu terjadi. Lalu apa solusinya? Sekali lagi, kita harus membangun platform digital teknologi sendiri. Dan, itu harus dilindungi oleh negara,” tegas Bamsoet. (dwi)