Pertamina Wajib Diaudit: Pantai Karawang Tercemar Akibat Pengeboran Minyak
Oleh: Rachmat Hidayansyah, Pemerhati Lingkungan dan Pertambangan / Advisor Nusantara Initiative
Kasus tumpahan minyak di lokasi pengeboran lepas pantai milik PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) di Karawang, Jawa Barat pada tanggal 12 juli 2019 yang diduga akibat “Human Error” patut disesali. Belum hilang di memori kita kejadian bulan April 2018 tercemarnya teluk Balikpapan Kalimantan Timur, yang berasal dari bocornya pipa minyak bawah laut milik PT Pertamina yang menimbulkan dampak yang tidak kecil terhadap lingkungan, social dan ekonomi masyarakat sekitar.
Tentunya kita berharap agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari.
Tumpahan minyak di lepas pantai Karawang dampaknya telah mencapai wilayah Bekasi hingga kepulauan seribu dan jika tidak dilakukan upaya penangan secara serius untuk menutup kebocoran minyak dan gas bukan tidak mungkin dampaknya akan semakin meluas dan menimbulkan bencana ekologis yang lebih parah.
Untuk itu Pertamina harus memberikan informasi yang sebenarnya terkait permasalahan yang ada. Upaya yang selama ini di lakukan oleh tim PT Pertamina dengan membentuk incident management team yang bertugas, untuk penanggulangan tumpahan minyak, penanganan gas dengan spray, pengeboran untuk mematikan sumur, dan penanganan di anjungan patut kita dukung.
Selain itu, memaksimalkan sumber daya yang ada dan bekerjasama dengan pihak eksternal yang kompeten dalam menangani permasalah sejenis tentunya perlu dilakukan. Namun juga tidak kalah penting adalah kondisi ekonomi, dampak kesehatan masyarakat dapat terjamin dan tidak terganggu akibat pencemaran minyak tersebut.
Terkait kejadian ini, Pemerintah kembali diuji apakah punya keseriusan untuk menjatuhkan sanksi yang keras dan tegas terhadap Pertamina yang notabene adalah perusahaan plat merah (BUMN).
Kasus kebocoran minyak deep water di Teluk Meksiko misalnya, Pemerintah Amerika Serikat berani menjatuhkan sanksi superberat kepada British Petroleum dengan denda sebesar US$ 1,8 miliar atau Rp 264 triliun dan uangnya dipergunakan untuk membersihkan Teluk Meksiko dan memberi kompensasi bagi penduduk.
Tercemarnya pantai Karawang akibat kebocoran minyak anjungan Lepas Pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ), maka Pertamina wajib memastikan dilakukannya penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan serta melakukan pemulihan fungsi lingungan hidup.
Namun hal tersebut tidak menghilangkan kewajiban perusahaan yang menjadi tanggung jawab mutlak (Strict Liability) perusahaan untuk mengganti segala kerugian yang ditimbulkannya sebagaimana sebagaimana diatur dalam Pasal 88 UU No 32 Tahun 2019 tentang PPLH yang menyatakan “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan”.
Mengingat kejadian akibat “Human Error” sudah sering terjadi di Pertamina, maka sudah selayaknya dilakukan Audit terhadap sistem serja termasuk Audit Teknologi terhadap seluruh kegiatan Onshore dan Offshore yang dilakukan oleh Pertamina dan anak perusahaannya.
Jangan sampai akibat kebijakan efisiensi misalnya keselamatan dan prosedur kerja yang wajib dilakukan terabaikan. []