Sosialisasi Empat Pilar MPR Bersama PPI Taiwan, Bamsoet: Pelajar di Luar Negeri Perlu Terapkan Nilai-Nilai Kebangsaan
JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bangga bisa hadir di hadapan keluarga besar Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Hsinchu, Taiwan. Dirinya yakin, pelajar Indonesia yang sedang menempuh pendidikan tinggi dimanapun, baik di dalam maupun di luar negeri, merupakan bagian dari generasi terpilih yang akan meneruskan estafet kepemimpinan Indonesia di masa depan.
“Belajar di luar negeri menghadirkan berbagai tantangan, mulai dari kendala bahasa, beradaptasi dengan lingkungan sekitar baik dengan masyarakat lokal maupun dengan komunitas akademis, serta culture shock atau biasa disebut gegar budaya/kejutan budaya,” ujar Bamsoet dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI Bersama PPI di Hsinchu, Taiwan, secara virtual dari Jakarta, Sabtu (28/11/20).
Turut hadir antara lain Pimpinan Badan Pengkajian MPR RI Agun Gunanjar Sudarsa, Koordinator PPI Hsinchu Angger Baskoro, serta Ketua Divisi Akademik dan Karir PPI Hsinchu, Dawi Karomati Baroroh.
Calon Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) ini menjelaskan, gegar budaya tidak hanya dialami saat pelajar Indonesia menapakan kaki di negeri asing. Setelah melewati proses adaptasi dan asimilasi, bahkan merasa ‘nyaman’ dengan kebiasaan dan adat bangsa lain, maka ketika kembali ke tanah air mereka pun akan dihadapkan pada persoalan yang hampir serupa. Semacam gegar budaya di negeri sendiri.
“Di sinilah pentingnya generasi muda sebagai aset pembangunan, dimanapun mereka berada, mesti dibekali dengan nilai-nilai dan wawasan kebangsaan. Sehingga tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang tidak sekadar cerdas, tetapi juga berkarakter Indonesia dan berhati Pancasila,” jelas Bamsoet.
Ketua DPR RI ke-20 ini menerangkan, ketika nilai-nilai kebangsaan melekat kuat dan mendarah daging, maka dimanapun mereka ‘ditempa’, karakter ke-Indonesiaan dan jiwa Pancasila itu akan tetap lekat dan tidak terkikis oleh gesekan dan rongrongan budaya yang tidak sejalan dengan jati diri dan kepribadian Indonesia. Maka ketika ketika dihadapkan pada ‘gegar budaya’ ketika kembali di tanah air, yang ada di benak adalah bagaimana mengoptimalkan segala kapasitas diri untuk menjadi bagian dari solusi.
“Generasi seperti ini adalah generasi yang akan selalu berpandangan, ‘It is better to light a candle than curse the darkness’. Lebih baik menyalakan sebuah lilin daripada mengutuk kegelapan,” terang Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini juga menyampaikan rasa gundah dan keprihatinannya, bahwa dewasa ini nilai-nilai kebangsaan sepertinya kurang mendapatkan tempat yang layak di hati sebagian generasi milenial. Survei CSIS mencatat ada sekitar 10 persen generasi milenial yang setuju mengganti Pancasila dengan ideologi lain. Kemudian survey Komunitas Pancasila Muda pada akhir Mei 2020 mencatat 19,5 persen responden generasi muda menganggap Pancasila hanya sekedar nama yang tidak dipahami maknanya.
“Meskipun secara statistik, angka-angka tersebut dapat diasumsikan sebagai pandangan minoritas, namun bila tidak disikapi dengan hati-hati dan bijaksana, akan menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak ketika mendapatkan momentumnya,” tandas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan, dengan semakin derasnya arus globalisasi yang menawarkan gaya hidup dan berbagai paham yang tidak selaras dengan jati diri ke- Indonesiaan, muncul kekhawatiran bahwa semangat kebangsaan di kalangan generasi muda akan semakin memudar. Serta kian terpinggirkan oleh sikap hidup individualis, egois, dan pragmatis.
“Saya sangat mengharapkan partisipasi segenap mahasiswa Indonesia di Hsinchu, Taiwan, agar aktif menyampaikan narasi-narasi kebangsaan dalam rangka menumbuh-kembangkan semangat nasionalisme, membangun karakter dan wawasan kebangsaan. Tentunya hal ini selaras dengan visi Keluarga Besar PPI Hsinchu, yaitu terwujudnya PPI Hsinchu sebagai wadah bagi mahasiswa Indonesia yang solid, sinergis, kolaboratif dan inovatif untuk berkontribusi bagi bangsa Indonesia,” pungkas Bamsoet. (dwi)