DPR Ingin Direksi BPJS Kesehatan Akhir Masa Kerjanya Memberikan Kado Terbaik untuk Rakyat
JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati meminta BPJS Kesehatan meninjau kembali kenaikan tarif iuran BPJS terutama bagi warga pembayar kelas 3 mengingat keuangan BPJS Kesehatan mengalami surplus cukup besar yaitu Rp. 18,7 Triliun justru disaat pandemi covid-19. BPJS bahkan tidak lagi gagal membayar klaim ke Rumah sakit maupun faskes lainnya.
Surplus ini menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan setelah pihak manajemen bersama pemerintah melakukan pembenahan berdasarkan hasil audit menyeluruh yang dilakukan oleh BPKP pada 2018-2019.
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2020 tarif peserta kelas 1 naik menjadi Rp. 150 ribu, kelas 2 Rp. 100 ribu dan kelas 3 Rp. 35 ribu dengan adanya subsidi Rp. 7000. Mufida menyatakan dengan adanya surplus ini, sudah selayaknya iuran BPJS khususnya kelas 3 dikembalikan seperti semula yaitu Rp. 25.500.
Surplus ini menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan setelah pihak manajemen bersama pemerintah melakukan pembenahan berdasarkan hasil audit menyeluruh yang dilakukan oleh BPKP pada 2018-2019.
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2020 tarif peserta kelas 1 naik menjadi Rp. 150 ribu, kelas 2 Rp. 100 ribu dan kelas 3 Rp. 35 ribu dengan adanya subsidi Rp. 7000. Mufida menyatakan dengan adanya surplus ini, sudah selayaknya iuran BPJS khususnya kelas 3 dikembalikan seperti semula yaitu Rp. 25.500.
“Direksi BPJS Kesehatan yang akan berakhir masa kerjanya, harusnya menutup masa kerjanya dengan memberikan kado terbaik untuk rakyat dengan menurunkan premi BPJS Kesehatan sama dengan besaran premi yang lama,” papar Mufida dalam keterangannya, Rabu (10/2/2021).
Sejak awal pemberlakukan Perpres 64/2020 ini Mufida mengatakan dirinya bersama Fraksi PKS DPR sudah menolak adanya kenaikan iuran bagi peserta kelas 3 pada kelompok Bukan Pekerja (BP) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). Kenaikan iuran disaat ekonomi masyarakat sangat terpukul akibat pandemi covid-19 tentu saja sangat memberatkan.
“Apalagi bagi kelompok Bukan Pekerja dan PBPU yang sangat terdampak usahanya akibat pandemi ini. Bahkan akibat kenaikan tarif yang dibelakukan, banyak peserta kelas 1 dan kelas 2 yang turun kelas. BPJS Kesehatan sendiri mengakui adanya sekitar 2,2 juta peserta yang turun kelas khususnya dari kelompok PBPU,” tutur Mufida.
Mengacu data yang disampaikan BPJS, sampai Oktober 2019, total peserta kedua kelompok ini adalah 35,923,299. Sementara menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan, per Mei 2020 jumlah peserta PBPU adalah 30,68 juta.
Jika diasumsikan seluruhnya berada di kelas 3 saja, maka nilai selisih iuran lama dengan iuran setelah kenaikan selama setahun adalah sebesar Rp. 4,09 triliun. Bahkan jika selisihnya menggunakan angka kenaikan resmi tanpa adanya subsidi pemerintah daerah yaitu Rp. 42.000, nilai selisihnya hanya sekitar Rp. 7,1 triliun.
Artinya, papar dia, keuangan BPJS harusnya masih cukup baik tanpa menaikan tarif kelas 3 untuk peserta BP dan PBPU, bahkan tanpa membebani pemerintah daerah. Dengan demikian, sangat layak jika tarif BPJS Kesehatan ini dikembalikan ke tarif semula khususnya untuk peserta kelas 3.
“Pandemi covid-19 yang berkepanjangan di negeri kita sudah sangat berat bagi kehidupan masyarakat bawah. Jangan ditambah lagi dengan beban kenaikan iuran BPJS,” tutup Mufida. (RH)
dengan menurunkan premi BPJS Kesehatan sama dengan besaran premi yang lama,” papar Mufida dalam keterangannya, Rabu (10/2/2021).
Sejak awal pemberlakukan Perpres 64/2020 ini Mufida mengatakan dirinya bersama Fraksi PKS DPR sudah menolak adanya kenaikan iuran bagi peserta kelas 3 pada kelompok Bukan Pekerja (BP) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). Kenaikan iuran disaat ekonomi masyarakat sangat terpukul akibat pandemi covid-19 tentu saja sangat memberatkan.
“Apalagi bagi kelompok Bukan Pekerja dan PBPU yang sangat terdampak usahanya akibat pandemi ini. Bahkan akibat kenaikan tarif yang dibelakukan, banyak peserta kelas 1 dan kelas 2 yang turun kelas. BPJS Kesehatan sendiri mengakui adanya sekitar 2,2 juta peserta yang turun kelas khususnya dari kelompok PBPU,” tutur Mufida.
Mengacu data yang disampaikan BPJS, sampai Oktober 2019, total peserta kedua kelompok ini adalah 35,923,299. Sementara menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan, per Mei 2020 jumlah peserta PBPU adalah 30,68 juta.
Jika diasumsikan seluruhnya berada di kelas 3 saja, maka nilai selisih iuran lama dengan iuran setelah kenaikan selama setahun adalah sebesar Rp. 4,09 triliun. Bahkan jika selisihnya menggunakan angka kenaikan resmi tanpa adanya subsidi pemerintah daerah yaitu Rp. 42.000, nilai selisihnya hanya sekitar Rp. 7,1 triliun.
Artinya, papar dia, keuangan BPJS harusnya masih cukup baik tanpa menaikan tarif kelas 3 untuk peserta BP dan PBPU, bahkan tanpa membebani pemerintah daerah. Dengan demikian, sangat layak jika tarif BPJS Kesehatan ini dikembalikan ke tarif semula khususnya untuk peserta kelas 3.
“Pandemi covid-19 yang berkepanjangan di negeri kita sudah sangat berat bagi kehidupan masyarakat bawah. Jangan ditambah lagi dengan beban kenaikan iuran BPJS,” tutup Mufida. (RH)