Presiden Jokowi Serius Tegakan Keadilan, Ini Buktinya
Wacana revisi UU ITE kali pertama dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo. Ia mengaku bakal meminta DPR memperbaiki UU tersebut jika implementasinya tak memberikan rasa keadilan.
susunan dan anggota Tim Kajian UU ITE pun dibentuk dan terdiri atas tim pengarah dan tim pelaksana.Tim pengarah sendiri terdiri dari Mahfud, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo.
Sementara itu, tim pelaksana sendiri dikomandoi Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenko Polhukam Sugeng Purnomo.
Tim ini resmi beroperasi sejak keputusan tersebut dibuat, yakni pada hari ini, Senin (22/2/2021).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menuturkan, apabila hasil pengkajian memutuskan untuk merevisi UU ITE, pihaknya akan menyampaikan ke DPR.
Wakil Ketua MPR dan Baleg DPR menyampaikan bahwa Parlemen siap menerima usulan Pemerintah apalagi jika berlandaskan demi memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Berikut daftar delapan pasal-pasal tidak ketat (karet) dan multitafsir.
1. Pasal 26 ayat 3 tentang penghapusan informasi yang tidak relevan. pasal ini bermasalah soal sensor informasi.
2. Pasal 27 ayat 1 tentang asusila. Pasal ini bermasah karena dapat digunakan untuk menghukum korban kekerasan berbasis gender online.
3. Pasal 27 ayat 3 tentang dafamasi, dianggap bisa digunakan untuk represi warga yang menkritik pemerintah, polisi, atau lembaga negara.
4. Pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian. Pasal ini dapat merepresi agama minoritas serta represi pada warga terkait kritik pada pihak polisi dan pemerintah.
5. Pasal 29 tentang ancaman kekerasan. Pasal ini bermasalah lantaran dapat dipakai untuk memidana orang yang ingin lapor ke polisi.
6. Pasal 36 tentang kerugian. Pasal ini dapat digunakan untuk memperberat hukuman pidana defamasi.
7. Pasal 40 ayat 2a tentang muatan yang dilarang. Pasal ini bermasalah karena dapat digunakan sebagai alasan internet shutdown untuk mencegah penyebarluasan dan penggunaan hoax.
8. Pasal 40 ayat 2b tentang pemutusan akses. Pasal ini bermasalah karena dapat menjadi penegasan peran pemerintah lebih diutamakan dari putusan pengadilan.
9. Pasal 45 ayat 3 tentang ancaman penjara dari tindakan defamasi. Pasal ini bermasalah karena dapat menahan tertuduh saat proses penyidikan. (RH)