Dapat Tugas dari Pimpinan DPR, Komisi X DPR Mulai Kaji RUU Praktik Psikologi
JAKARTA – Komisi X DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) demi mendapatkan pandangan dan masukan mengenai RUU Praktik Psikologi dengan para ahli.
Hadir secara fisik maupun virtual dalam rapat tersebut, diantaranya Seger Handoyo Ketua Umum Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Enoch Markum Anggota Majelis Psikologi Pusat HIMPSI, Hatta Albanik Anggota Majelis Psikologi Pusat HIMPSI, Faturochman Dekan Fakultas Psikologi UGM, Zahrotur Rusyida Hinduan Dekan Fakultas Psikologi Unpad, Tjut Rifameutia Umar Ali Dekan Fakultas Psikologi UI, dan Ari Kartika Dewa Direktur Lembaga Psikologi Terapan UI , pada 10 Maret 2021 .
Hetifah Sjaifudian Wakil Ketua Komisi X DPR RI sebagai pimpinan rapat memberikan pengantar bahwa RDPU ini dalam rangka pendalaman substansi RUU Praktik Psikologi sebelum dibahas oleh panja.
Karena proses penyusunan draf RUU tentang Praktik Psikologi sampai menjadi RUU Usul Inisiatif DPR RI tidak dilakukan oleh Komisi X. Komisi X mendapatkan tugas penting dari Pimpinan DPR RI untuk melalukan pembahasan.
Pendalaman ini dilakukan utamanya mengenai urgensi RUU Praktik Psikologi serta arah dan jangkauan pengaturannya.
Tjut Rifameutia Umar Ali Dekan Fakultas Psikologi UI berpandangan bahwa mengenai urgensi pembentukan RUU Praktik Psikologi antara lain perlindungan untuk psikolog yang ingin melakukan praktik, karena hal ini berdampak pada masyarakat.
Selain itu, dengan disahkannya profesi psikologi melalui payung hukum undang-undang, maka akan membantu organisasi psikologi Indonesia di mata organisasi di mata dunia. Karena selama ini, profesi psikolog belum diakui secara sah oleh negara,” papar Tjut .
Seger Handoyo Ketua Umum Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) menambahkan bahwa profesi psikologi sudah disebut dalam berbagai UU lainnya.
“Setidaknya dalam 10 UU Indonesia sudah menyebut profesi psikolog. Diantaranya pemilihan Kepala Daerah seperti UU Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota nomor 10 tahun 2016. Sayangnya, belum ada payung hukum tentang praktik psikologi. Sehingga belum ada standar dalam praktik yang diamanatkan dalam UU,” tambahnya.
Hetifah Sjaifudian, legislator dapil Kalimantan Timur sepakat dibutuhkan nya perlindungan bagi profesi psikolog yang akan berdampak kepada masyarakat luas.
“Saya mendapat informasi bahwa ada oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab terkait praktek psikologi. Diantaranya mencampuradukkan praktik psikologi dengan tarot dan _face reading_, serta membocorkan soal dan mengajari cara mengisi tes psikologi bagi calon peserta tes CPNS atau BUMN. Oleh karena itu, dibutuhkan payung hukum yang mengatur secara jelas terkait praktik psikologi agar para psikolog dan masyarakat luas dapat lebih terlindungi,” papar politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Hetifah juga mengapresiasi positif berbagai masukan dari para ahli yang sangat berharga bagi Komisi X sebelum melakukan tahap pembahasan RUU.
“Penjelasan, pandangan dan masukan ini akan menjadi bahan pertimbangan bagi kami, Komisi X DPR RI.” tutup Wakil Ketua Komisi X dari Daerah Pemilihan Kalimantan Timur ini. (RH)