Teguran Seskab Mayor Teddy kepada Paspampres yang Payungi Presiden, Dinilai Tidak Beretika

 Teguran Seskab Mayor Teddy kepada Paspampres yang Payungi Presiden, Dinilai Tidak Beretika

JAKARTA – Koordinator Nasional Kawan Indonesia, Darmawan, menilai teguran yang dilayangkan oleh Sekretaris Kabinet (Seskab) Mayor Teddy kepada anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) saat memayungi Presiden Prabowo Subianto di Bandara Halim Perdanakusuma, Selasa malam (11/2), merupakan tindakan tidak beretika dan menunjukkan ketidakpahaman terhadap protokol pengamanan kepala negara.

Darmawan juga menyinggung perilaku serupa yang kerap dilakukan Mayor Teddy, termasuk saat menegur perwira senior di lingkungan RSPAD Gatot Subroto.

“Perbuatan Mayor Teddy ini bukan kali pertama. Sebelumnya, ia pernah menegur secara tidak pantas seorang dokter senior di RSPAD Gatot Subroto yang juga merupakan perwira TNI berpangkat tinggi. Teguran tersebut dilakukan di depan publik dan menunjukkan ketidakhormatan terhadap senioritas serta etika komunikasi di lingkungan militer,” ungkap Darmawan.

Menurutnya, perilaku over dan berlebihan tersebut berpotensi menurunkan wibawa institusi Paspampres serta menciptakan gesekan internal antar lembaga yang seharusnya bersinergi dalam menjaga kehormatan negara.

“Tindakan seperti ini, tidak hanya mengabaikan protokol pengamanan kepala negara, tetapi juga dapat merusak koordinasi antar lembaga”, katanya.

Menurutnya, anggota Paspampres yang memayungi Presiden Prabowo di tengah hujan deras saat menyambut Presiden Erdogan hanyalah menjalankan tugas sesuai standar operasional.

“Protokol pengamanan jelas mengatur bahwa keselamatan dan kenyamanan presiden menjadi prioritas utama. Teguran terbuka seperti itu bukan hanya tidak etis, tetapi juga tidak berdasar,” tegasnya.

Darmawan menekankan bahwa tindakan Mayor Teddy dapat dianggap sebagai intervensi yang tidak memahami substansi tugas Paspampres.

“Pasal 4 UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menegaskan bahwa Paspampres bertugas melaksanakan pengamanan fisik langsung terhadap presiden. Dalam situasi cuaca ekstrem, seperti hujan deras di Bandara Halim, langkah memayungi presiden adalah bentuk perlindungan yang sesuai prosedur,” ujarnya.

Selain itu, insiden teguran kepada protokol maupuan petugas lainnya seperti di RSPAD Gatot Subroto juga kerap terjadj, Darmawan juga menyebut dua kejadian lainnya yang melibatkan Mayor Teddy, yaitu saat ia memberikan teguran keras kepada petugas protokol Istana dalam sebuah acara kenegaraan, serta insiden serupa ketika menegur ajudan menteri yang tengah menjalankan tugas pengawalan di acara resmi.

“Polanya selalu sama, teguran dilakukan di depan umum tanpa mempertimbangkan etika dan hierarki,” tambah Darmawan.

Menurutnya, sikap tersebut tidak hanya merugikan secara personal, tetapi juga dapat menimbulkan preseden buruk dalam hubungan antar lembaga.

“Teguran di depan publik semacam ini berisiko menurunkan moral aparat dan kewibaan Presiden, selain itu, melemahkan profesionalisme di lingkungan Istana dan instansi lainnya”, tegasnya.

Bagunya, kejadian seperti ini harus segera dihentikan dan ada evaluasi serius agar tidak berulang.

“Jika dibiarkan berulang, hal ini akan menciptakan iklim kerja yang tidak kondusif. Teguran yang konstruktif seharusnya disampaikan melalui jalur internal dan dengan cara yang menghormati etika komunikasi,” jelasnya.

Darmawan berharap agar insiden ini menjadi bahan evaluasi bagi semua pihak yang terlibat dalam pengamanan kepala negara. Menurutnya, perlu ada koordinasi dan komunikasi yang lebih baik demi menjaga keharmonisan kerja antar lembaga serta memastikan keselamatan presiden selalu menjadi prioritas utama.

“Paspampres adalah garda terdepan dalam pengamanan presiden. Kita harus menghormati dan mendukung tugas mereka sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Teguran yang tidak tepat hanya akan melemahkan soliditas mereka,” pungkasnya.

Facebook Comments Box