Hermanto: Saat Harga Komoditas Strategis Tak Menguntungkan maka Petani Beralih ke Komoditas Lain
JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR Hermanto menilai kenaikan volume dan nilai impor cabai di semester pertama 2021 menunjukkan tata kelola cabai di dalam negeri belum baik. Akibat tata kelola yang belum baik tersebut produksi kurang kemudian harga melambung lalu masuklah cabai impor.
“Perbaiki tata kelola cabai agar tidak ada alasan untuk Impor,” tandas Hermanto menanggapi laporan Badan Pusat Statistik yang menginformasikan bahwa sepanjang Januari-Juni 2021 terjadi peningkatan impor cabai, jika dibandingkan dengan impor periode yang sama tahun lalu.
Data BPS, impor cabai Semester I-2021 sebanyak 27.851,98 ton dengan nilai US$ 59,47 juta. Angka tersebut meningkat jika dibandingkan dengan realisasi impor Semester I-2020 yang hanya sebanyak 18.075,16 ton dengan nilai US$ 34,38 juta. Cabai diimpor dari India, Cina, Malaysia, Spanyol dan Australia.
Menurut Kementerian Pertanian (Kementan), penurunan produksi cabai karena ada penurunan luas tanam sebagai akibat dari harga yang kurang kompetitif sepanjang 2020.
Selain itu karena cuaca ekstrem yang menyebabkan peningkatan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), kerusakan tanaman, dan banjir di beberapa wilayah sentra produksi.
Bila tata kelolanya baik, kata Hermanto, harga yang kurang kompetitif sepanjang 2020 itu menjadi indikator bahwa di tahun 2021 akan terjadi kelangkaan cabai.
“Petani sangat sensitif terhadap harga. Saat harga di suatu komoditas strategis tidak menguntungkan maka petani akan beralih ke komoditas lain. Saat para petani pindah itu, harga komoditas strategis yang ditinggalkan tersebut merangkak naik,” papar legislator dari FPKS DPR ini.
Indikator tersebut, lanjut Hermanto, hendaknya ditindaklanjuti oleh Kementan dengan meminta BUMN Pertanian untuk menanam komoditas strategis yang tidak ditanam lagi oleh petani tersebut.
“Dengan demikian produksi cabai tetap cukup. Harga tidak melambung dan tidak ada alasan untuk impor,” pungkas legislator dari dapil Sumbar I ini. (JOKO)