Lintas Parlemen Gelar Diskusi BLK “Mau Dibawa Kemana Haluan Negara?”

 Lintas Parlemen Gelar Diskusi BLK “Mau Dibawa Kemana Haluan Negara?”

JAKARTA – Pada hari Rabu (08/09/2021) di jalan Pegangsaan, Menteng, Jakarta tepatnya di Cafe Scooter Manis Kopi, Matraman Dalam I. Selain dilangsungkan secara offline (tatap muka) juga melalui via Join Zoom Meeting
oleh media lintasparlemen.com, Bincang Lintas Kebangsaan (BLK I) dengan tema “Mau Dibawa Kemana Haluan Negara?”.

Saat membuka sesi diskusi R. Wijaya DM selaku Pemred LintasParlemen.com menjelaskan bahwa di kegiatan ini kita mencoba berdiskusi soal Haluan Negara kita, mau dibawa kemana Haluan Negara Kita. Turut hadir narasumber seperti, Arsul Sani (Wakil Ketua MPR RI), Jimmy C. K (Ketua Umum GL PRO 08), Muhammad Anas (Direktur Eksekutif FIXPOLL), Zaenal Abidin Riam (Pengamat Politik Demokrasiana Institute), R. Wijaya DM (Pemred LintasParlemen.com dengan Host/ Moderator, Irfan Maftuh.

“Tema diambil dimana sedari perspektif media, sehubungan dengan rancangan Amandemen yang kelima. Sebab, pasca reformasi pemerintahan B.J Habibie, GBHN tidak ada. Oleh karena itu, kini diisukan kembali dan dibincangkan kembali,” ungkapnya.

Wakil ketua MPR RI, Arsul Sani yang hadir secara Online sampaikan bahwa memang sementara ini ada sejumlah rekomendasi. Dimana rekomendasi agar MPR periode sekarang melakukan pengkajian secara mendalam. Dan melihat kemungkinan adanya amandemen yang terbatas, demikian ujarnya menceritakan dan mengulas.

“Terbatasnya, amandemen itu di mana memasukan GBHN di dalam bentuk TAP MPR RI. Karena MPR ini berdasarkan UUD45 itu tidak bisa membuat lagi ketetapan sebagai sumber dasar hukum,” paparnya.

Lanjut Arsul mengemukakan bahwa rekomendasi itu dilahirkan, ada sebanyak 7 (tujuh) fraksi ditambah DPD mendorong. Memang, dari Fraksi PDI P, yang mana mendorong poin GBHN itu dan diperjuangkan.

“Berharap GBHN ada, namun payung hukum diatur regulasinya dalam bentuk UU. Dimana terukur dalam amandemen terbatas terkait dengan GBHN,” ungkapnya.

Arsul mengakui bahwa ini merupakan kekhawatiran. Dan perlu diketahui, bila dicermati. Dahulu, semenjak era Soekarno ada yang dikenal program semesta berencana.

Timbulnya, kekhawatiran pasca reformasi dan amandemen. Ditinjau dari masa Pilpres, hingga Pilkades, menjalankan visi yang menjalankan baik dari Presiden hingga tingkat lurah.

“Tidak ada kebijakan terkait kontinuitas pembangunan. Sehubungan dengan yang diturunkan di dalam UUD 1945,” ujarnya.

Menelisik lebih jauh, tak dipungkiri memang ada dituangkan dan diturunkan di dalam Rencana Pembangunan Nasional. Bila diperhatikan, ungkap Arsul mengatakan lihat saja, Pemerintahan di era Jaman SBY dan Jokowi. Politik terkait dengan ketenagakerjaan berbeda, fokus pembangunan berbeda (banyak APBN dialokasikan untuk subsidi) bahan bakar.

“Sepuluh tahun dijabat oleh SBY, subsidi yang digelontorkan sebanyak 1.500 Triliun. Jika digelontorkan dalam bentuk infrastruktur akan dinikmati tidak oleh segelintir masyarakat saja. Lain lagi di Jaman Jokowi,” paparnya.

Itulah, tetap mengajukan dan sama sama mendengar. Dimana ada PPHN dalam bentuk draft. Mengembalikan, dimana dalam bentuk ketatanegaraan berubah. Kenapa berpikiran seperti itu. Meskipun rekomendasi, tetap perlu amandemen dan PPHN terbatas. Yang bukan melemahkan sistem Presidensial. Namun juga mencermati repositioning dan kewenangan lembaga yudisial MK dan MA.

“Secara faktual, kita pernah empat (4) kali amandemen. Jadi kita untuk amandemen itu perlu juga. Namun tidak sembarangan merubah, dimana secara sosial dan politik mendapatkan dukungan yang luas,” ujar Arsul.

Sementara, Mohammad Anas RA selaku Direktur Eksekutif FIXPOLL sampaikan dan memungkinkan timbul pertanyaan dalam benak masing masing orang muncul ialah ini adalah murni kepentingan elite politik praktis, atau boleh jadi muara penguatan strategi kebangsaan, ataukah strategi pembangunan ideologi nasional berkepanjangan tentunya saya mendukung.

Ungkapnya, bahwa selaku salah satu lembaga survei nasional yang sudah berdiri semenjak tahun 2012. Baik, survei terkait issue politik, kebangsaan terjadi. Pernah pada bulan Agustus yang lalu, merilis temuan dan analisa terkait RUU terkait amandemen UUD’45.

Anas menjelaskan lembaga survei FIXPOLL acapkali menggunakan sebanyak 1.200 responden dengan tingkat kepercayaan 95 persen dengan sample dari seluruh provinsi di Indonesia. Dimana survei dilakukan secara langsung.

“Dari wacana pandemik covid 19, terkait pelaksanaan demokrasi di Indonesia, juga opini RUU amandemen UUD45. Mencari tau apa yang teman teman MPR kerjakan disana terkait konteks haluan negara ini,” papar Dia.

“Ini sangat kelihatan terkait awareness masyarakat dan responden. Dimana yang ternyata pernah dengar 21.9 persen, namun 78 persen. Tidak pernah dengar terkait apa yang MPR lakukan terkait rencana Rancangan UU ini,” timpal Anas.

Tengok aja, ungkap Direktur Eksekutif FIXPOLL menjelaskan ketika ditanyakan masyarakat , umumnya 42 persen menjawab tidak tahu.”Ada sekitar 83 persen, tidak jawab dan netral. Bersikap netral karena masih ‘abu abu’. Sisanya karena tidak tahu terkait hal ini. Yang tadi disampaikan, issue di warung makan pun tidak dibahas juga,” timpalnya.

Saat di lokasi diskusi, Zaenal Abidin Riam selaku pengamat politik mewakili dari Demokrasiana Institute mengingatkan jangan sampai issue wacana akan dibawa kemana Haluan Negara ini dimainkan oleh para elite politik praktis yang memiliki kekuasaan saat ini.

Bagaimana DPR – MPR ini fokus bagaimana menuntaskan pandemi dan agenda agenda tidak urgent. Baik terkait amandemen, tidak perlu dibahas dahulu. Karena akan menimbulkan masalah baru di masyarakat.

MPR mestinya tidak perlu menunggu, dan melakukan sesuatu yang tidak perlu di saat tidak tepat. Dan membuat kegaduhan saja di tengah masyakarat karena menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran. Wacana ini sudah lama digulirkan, untuk digulirkan nya itu begitu dengan data data tadi oleh bang Anas dari FIXPOLL sebagian besar bukan saja menolak, namun jelas tidak tahu. Itu sebenarnya sudah menjadi acuan, bagi agenda MPR ini tidak perlu. Dimana masyarakat tidak menghendaki akan hal itu

Ada baiknya, mereka menghentikan pembahasan amandemen, dan lebih fokus pada penuntasan pandemi covid 19 ini

Jimmy, Ketua Umum G.L Pro 08, mengatakan bahwa ketidakpuasan ini harus disikapi dan ada sesuatu yang berasa dilanggar. Bahwa, dari kawan kawan kesemuanya semua sepakat tidak setuju dengan adanya periode Presiden sebanyak tiga (3) Kali, ujarnya menekankan.

Ungkapnya, dengan segelintir orang mengemukakan tiga periode ada kemungkinan untuk mengamankan posisi atau jabatan. Sekarang yang menjadi dan tidak masuk dalam koalisi ialah PKS, dan Demokrat.

Lalu, siapa fungsi kontrolnya. Rakyat ? Adakah wadahnya jelas, dan apakah ini sudah dikuasai segelintir orang tadi. Sangat disayangkan, pak Arsul Sani sebagai salah satu perwakilan lembaga tertinggi di negara. Oleh karena itu, saya sangat prihatin misalnya lembaga MPR tidak bisa menjadi alat atau fungsi, malah hanya untuk kepentingan sekelompok orang untuk mengamankan posisi, jabatan dan kekuasaan. (Safari)

Facebook Comments Box