Isu Amandemen, Arsul Sani: PDIP Dorong Poin GBHN Diperjuangkan

 Isu Amandemen, Arsul Sani: PDIP Dorong Poin GBHN Diperjuangkan

JAKARTA – Wakil ketua MPR RI dari Fraksi PPP Arsul Sani menyampaikan bahwa memang sementara ini ada sejumlah rekomendasi. Di mana rekomendasi agar MPR periode sekarang melakukan pengkajian secara mendalam. Dan melihat kemungkinan adanya amandemen yang terbatas, demikian ujarnya menceritakan dan mengulas.

“Terbatasnya, amandemen itu di mana memasukan GBHN di dalam bentuk TAP MPR RI. Karena MPR ini berdasarkan UUD 1945 itu tidak bisa membuat lagi ketetapan sebagai sumber dasar hukum,” paparnya.

Arsul menjelakan, rekomendasi itu dilahirkan, ada sebanyak 7 (tujuh) fraksi ditambah DPD mendorong. Memang, dari Fraksi PDI P, yang mana mendorong poin GBHN itu dan diperjuangkan.

“Berharap GBHN ada, namun payung hukum diatur regulasinya dalam bentuk UU. Dimana terukur dalam amandemen terbatas terkait dengan GBHN,” ungkapnya.

Arsul mengakui bahwa ini merupakan kekhawatiran. Dan perlu diketahui, bila dicermati. Dahulu, semenjak era Soekarno ada yang dikenal program semesta berencana.

Timbulnya, kekhawatiran pasca reformasi dan amandemen. Ditinjau dari masa Pilpres, hingga Pilkades, menjalankan visi yang menjalankan baik dari Presiden hingga tingkat lurah.

“Tidak ada kebijakan terkait kontinuitas pembangunan. Sehubungan dengan yang diturunkan di dalam UUD’45

Menelisik lebih jauh, tak dipungkiri memang ada dituangkan dan diturunkan di dalam Rencana Pembangunan Nasional. Bila diperhatikan, ungkap Arsul mengatakan lihat saja, Pemerintahan di era Jaman SBY dan Jokowi. Politik terkait dengan ketenagakerjaan berbeda, fokus pembangunan berbeda (banyak APBN dialokasikan untuk subsidi) bahan bakar.

“Sepuluh tahun dijabat oleh SBY, subsidi yang digelontorkan sebanyak 1.500 Triliun. Jika digelontorkan dalam bentuk infrastruktur akan dinikmati tidak oleh segelintir masyarakat saja. Lain lagi di Jaman Jokowi,” paparnya.

Itulah, tetap mengajukan dan sama sama mendengar . Dimana ada PPHN dalam bentuk draft. Mengembalikan, dimana dalam bentuk ketatanegaraan berubah. Kenapa berpikiran seperti itu. Meskipun rekomendasi, tetap perlu amandemen dan PPHN terbatas. Yang bukan melemahkan sistem Presidensial. Namun juga mencermati repositioning dan kewenangan lembaga yudisial MK dan MA.

“Secara faktual, kita pernah empat (4) kali amandemen. Jadi kita untuk amandemen itu perlu juga. Namun tidak sembarangan merubah, dimana secara sosial dan politik mendapatkan dukungan yang luas,” ujar Arsul. (Safari)

Facebook Comments Box