Ketika Kasta Waisya Baru Berkuasa di Indonesia Hari Ini
Kita mungkin masih belum habis pikir mengapa begitu lahap dan tamaknya sebagian elit dagang Indonesia yang telah berubah menjadi penguasa de fakto Indonesia menyedot kekayaan alam dan mengeksplotasi rakyat Indonesia. Mereka itu, ibarat vampir yang sudah lama tidak ngisap darah. Mereka sama sekali tidak punya rasa memiliki terhadap apa yang mereka isap dan belit. Karena mereka berasal dari dunia yang lain dan tidak memiliki ikatan emosional dengan apa yang mereka isap dan peras.
Pada mulanya Indonesia, masih menganut sistem kasta yang berfungsi memelihara sumber-sumber ekonomi sehingga berfungsi seimbang. Bukan berarti sistem kasta ini baik. Tetapi esensi dari sistem varna atau kasta dalam bahasa Portugis yang diserap dari agama Hindu ini, hanyalah pembagian fungsi di dalam kesatuan masyarakat feodal.
Kasta brahmana, berfungsi menggali ilmu pengetahuuan dan spritualitas, yang digunakan untuk mendidik masyarakat sebagai pedoman etik dan spritual. Kastra Kesatria, berfungsi menjaga, melindungi dan melayani negara dan masyarakat. Mereka hidup dari gaji dan upah dari negara. Kemudian, kasta Waisya, yang terdiri dari pedagang, petani, pengrajin, dan sejenisnya yang berfungsi memenuhi kebutuhan masyarakat dan negara akan barang-barang ekonomi. Lalu, kasta Sudra, yaitu mereka yang mengabdi sebagai pembantu bagi kasta di atasnya, terutama bagi kasta Brahmana.
Susunan masyarakat hirarkis demikianlah yang berlangsung lama di dalam masyarakat feodal tradisional. Lalu penjajah datang. Dari penjajah, diperoleh gagasan masyarakat borjuis. Hirarki masyarakat tidak lagi semata-mata ditentukan oleh keturunan. Sebenarnya dari pengaruh Islam, sudah diperoleh juga gagasan bahwa manusia itu sama sederajat, tanpa dibedakan asal-usul. Tapi, hirarki sosial berdasarkan keturunan, tetap tidak dipertahankan secara fleksibel.
Sampai suatu ketika. Gagasan masyarakat borjuasi makin kuat menekan susunan masyarakat feodal lama. Sayang sekali, raja-raja tidak dapat mengantisipasi secara cerdik perkembangan masyarakat sehingga muluslah pembongkaran susunan masyarakat lama tersebut. Lagi pula, gagasan negara Republik secara global dan demokrasi berdasarkan pemungutan suara one man one vote, makin besar mempengaruhi visi dan misi para penggerak organisasi perlawanan politik. Akibatnya, memang monarki-monarki ter-fait accompli dengan keadaan yang berkembang.
Setelah negara Republik lahir, susunan masyarakat pun praktis berubah. Dahulu sistem kasta yang hirarkis, diubah menjadi: pemilik kapital dan otoritas; borjuasi dan proletar (warga kelas bawah penjual tenaga). Proletar ini mirip kelanjutan dari kasta sudra. Sedangkan borjuasi ini, mirip juga seperti kasta Waisya. Sedangkan pemilik otoritas dan kapital, seperti kasta Kesatria dan Brahmana dari segi otoritas politik.
Para penggerak rakyat dan pahlawan-pahlawan anti kolonial mencuat menempati “kasta” penguasa. Para anggota keluarga monarki-monarki, tersisih, dan hanya segelintir yang ikut ke tengah, seperti Sri Sultan Hamengkubowono IX. Pada umumnya yang naik kasta, yaitu mereka dari kasta Waisya atau kasta Sudra.
Seiring waktu, lama ke lamaan kasta waisya baru dan sudra baru ini yang sudah menjadi kasta penguasa ini, mengokohkan kedudukan mereka. Di antaranya, dengan membangun mitos tentang kehebatan kepahlawanan mereka. Mereka juga mengadopsi cara monarki, yaitu menurunkan kedudukan istimewa mereka kepada anak keturunannya. Dan hari-hari ini, itulah yang terjadi di berbagai pola dan kasus. Mulai dari kekuasaan di partai yang mirip kerajaan hingga institusi-institusi negara, seperti pertahanan dan keamanan.
Namun ada satu lagi yang perlu disoroti. Yaitu, dimana kasta waisya baru ini mengadopsi cara dan mentalitas penjajah. Penjajah menguras kekayaan Indonesia dahulu dengan menggunakan kekuasaan, baik lewat pemaksaan maupun lewat pengaturan otoritas. Sekarang, hal itu terjadi dengan kasat mata. Kasus BLBI, PCR, Bansos semasa Covid 19, bukti bagaimana kekuasaan digunakan untuk meraup untung sekaligus mengeksploitasi. Bahkan monarki lama, tidak sejauh itu sanggup memanfaatkan kekuasaannya.
Mereka ini, jenis kasta waisya, yaitu dulunya berasal usul sebagai masyarakat pedagang yang diproteksi dan diatur oleh monarki, tetapi dengan tersedianya sistem yang mendongkrak mereka menjadi penguasa, mereka menjelma menjadi layaknya lakon penjajah yang misinya hanya untuk menyedot dan mengeruk kekayaan secara efektif dan massif.