Publik Tanya Pengusaha Punyai Lahan Ratusan Ribu Hekter di Kawasan IKN
JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR RI Hermanto mendesak Pemerintah untuk mengklarifikasi kawasan hutan di lokasi Pembangunan Ibukota Negara (IKN) di Kabupaten Paser Penajam Utara, Kalimantan Timur agar tidak terjadi simpang siur dan tidak terjadi keraguan di tengah masyarakat. Klarifikasi tersebut terutama untuk menjelaskan simpang siur informasi terkait adanya pengusaha yang memiliki lahan di kawasan IKN dalam luasan ratusan ribu hekter, ribuan hektar, ratusan hektar dan puluhan hektar.
“Berita semacam ini perlu divalidasi oleh Pemerintah,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat (18/2/2022).
Menurut Hermanto, saat ini publik sering disodorkan berita tentang permasalahan status lahan hutan di kawasan IKN. Permasalahan simpang siur berita tersebut menyangkut kepemilikan lahan, luas lahan, izin, tata batas, amdal, kontur tanah, masyarakat adat dan akitvitas tambang di kawasan hutan yang diperuntukkan pembangunan IKN. “Bila informasi status dan tata kelola kepemilikan lahan di kawasan IKN tidak di tata dengan baik maka akan menjadi persoalan dikemudian hari,” papar legislator dari FPKS DPR RI ini.
Masyarakat, lanjutnya, perlu kejelasan tentang kluster lahan dengan peruntukan kawasan inti seluas 56.180 hektar dan kawasan pengembangan seluas 199.962 sehingga total 256.142 hektar. “Sejauh ini, kawasan tersebut masih merupakan kawasan hutan dengan aneka ragam tumbuhan dan hewan dengan ekosistemnya. Publik masih mempertanyakan status dan kepemilikannya,” papar Hermanto.
Saat ini, katanya, sudah beredar informasi maket bangunan istana. “Apakah maket tersebut sudah mewakili seluruh bangunan yang diperuntukkan untuk Kementerian ? apakah perlu ada bangunan-bangunan terpisah untuk setiap dan seluruh Kementerian ?. Bila melihat maket tersebut, sepintas tidak dibutuhkan lahan yang terlalu luas,” tutur Hermanto.
“Untuk hal tersebut, Pemerintah perlu memberikan informasi yang benar agar tidak terjadi spekulasi opini,” tambahnya.
Hermanto mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar betul-betul menata kawasan hutan yang diperuntukan IKN sesuai dengan undang-undang. Hal tersebut penting untuk menghindari terjadinya kerusakan hutan yang berdampak pada lingkungan, perubahan iklim, panas global, manusia dan hewan yang mengakibatkan munculnya biaya rehabilitasi yang lebih besar dibandingkan biaya pembangunan IKN atau dengan kata lain cost and benefit nya tidak fisible sehingga membebani APBN.
“Juga jangan sampai ada para pelaku usaha perhutanan menguasai lahan hutan yang sangat luas dan mendapatkan keuntungan yang sangat besar ditengah masyarakat miskin di kawasan hutan yang hanya mengambil manfaat dari hutan untuk kebutuhan hidup,” pungkas legislator dari Dapil Sumbar I ini. (joko)