Pentingnya Kesiapan Umat Islam dalam Menghadapi Perang Dunia Berikutnya
Disadari atau tidak, diterima atau tidak, saat ini sebenarnya secara tidak terbuka sudah terjadi “perang” tepatnya pertarungan untuk melemahkan dan menaklukkan satu satu sama lain, antara negara-negara dengan tradisi sosialis-komunis dengan negara-negara Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Hotspot konflik di Ukraina antara Rusia dan Amerika, Yaman dan Irak antara Iran dan Amerika-Israel dan Laut China Selatan antara China dan Amerika, merupakan lokasi yang bisa berkembang sewaktu-waktu menjadi perang.
Perang ekonomi yang bentuknya saling mengembargo, menghadang ekspansi pasar, dan penghentian bantuan, sudah dilancarkan. Perang dalam bentuk bentrok militer dengan skala massif yang belum terlihat nyata. Tetapi, perang intelijen dalam bentuk sabotase dan penghadangan kemampuan militer, sudah berjalan sebagai suatu kegiatan intelijen yang lazim.
Ditengarai, musuh nomor satu Amerika Serikat saat ini ialah China-Tiongkok, menyusul Rusia dan Iran. Ketiga negara ini menempati wilayah perebutan yang panas, yaitu Asia Timur, Timur Tengah dan Eropa. Dan banyak juga pengamat melihat, ketiga negara dengan nyali besar ini, sedang membangun koordinasi dan kerjasama untuk memperlemah dan memperletih Amerika Serikat sebagai super power. Akibatnya, dapat dilihat makin tidak beraninya Amerika Serikat melakukan “serangan mendahului” seperti yang pernah dilakukannya di Iraq dan Afghanistan pada beberapa dekade yang silam. Malahan setelah Afghanistan berhasil mengusir AS, wibawa negara Paman Sam ini makin merosot.
Sebenarnya, bagi ketiga negara paling kuat dalam menantang AS itu, perang berlarut sebenarnya lebih mereka inginkan ketimbang perang besar dan massif. Karena akan lebih menguntungkan bagi rezim-rezim tersebut untuk mengekalkan dukungan dalam negeri mereka. Namun, jika pun terjadi perang yang sebenarnya, ketiga negara tersebut sudah siap.
Hal ini berlainan dengan keadaan di Indonesia, khususnya umat Islam. Umat Islam di Indonesia, sebagai komponen utama, secara mental mungkin siap menghadapi perang jika konflin berkembang menjadi perang dunia seperti pernah terjadi di masa lalu (perang dunia kedua). Infrastruktur untuk menghadapi probabilitas perang, tidak tersedia. Kesiapan organisasi yang dapat diset up menjadi rantai komando perang, juga tidak tersedia dengan baik. Belum stok logistik dan alur pendistibusian dengan tipologi wilayah yang terpecah-pecah oleh lautan. Akan dengan mudah setiap wilayah dapat diokupasi dan diambil alih oleh pihak musuh. Persis begitu mudahnya Jepang masuk ke Indonesia di masa silam mengambil alih setiap daerah.
Bagaimana pun jika terjadi perang, kekuatan inti Indonesia tetaplah umat Islam. Oleh karena itu, sudah waktunya umat Islam mempersiapkan diri, secara organisasi, logistik hingga keahlian di segala bidang dalam mendukung kesiapannya. Jangan mau diperdaya oleh musuh dan pion-pion musuh.
~ Bang SED