Almarhum Hamzah Haz di Mata Eks Anggota DPR RI Zainut Tauhid Sa’adi
Bangsa Indonesia kembali kehilangan putra terbaiknya, Bapak Hamzah Haz, seorang pemimpin muslim yang saleh, santun, istikamah (konsisten) dan teguh dalam pendirian. Pak Hamzah Haz telah wafat pada hari Rabu, 24 Juli 2024, dalam usia 84 tahun.
Saya mengenal Pak Hamzah Haz sejak saya masih aktif di organisasi kemahasiswaan. Beliau salah satu dari sekian banyak politisi yang dekat dengan anak muda. Kesan pertama ketika bertemu dengan beliau adalah sosok pemimpin yang kental dengan tradisi pesantren, meskipun beliau bukan seorang yang memiliki latar belakang pesantren tapi karena lingkungan organisasi yang membesarkan beliau sangat kental dengan tradisi pesantren, yaitu Nahdlatul Ulama, sehingga gaya kepemimpinan Pak Hamzah banyak diwarnai tradisi pesantren.
Saya masih ingat sekitar tahun 1982, awal pertama saya menginjakkan kaki di Ibu Kota Jakarta, sebagai aktivis yang baru datang dari kota kecil Jepara, pertama yang harus saya lakukan adalah mendata nama-nama tokoh NU yang sudah sukses. Tujuannya tak lain untuk menimba pengalaman sekaligus ngalap berkah untuk menyambung hidup di Ibu Kota.
Dari sekian banyak nama tokoh NU, nama Hamzah Haz adalah yang menjadi prioritas untuk saya kunjungi karena posisi beliau sebagai anggota DPR RI dari Fraksi PPP. Selain itu untuk bisa bertemu dengan beliau sangat mudah. Tinggal menunggu di masjid setiap waktu salat fardu, bisa dipastikan akan bertemu dengan Pak Hamzah, karena beliau termasuk orang yang sangat rajin menjaga salat berjemaah di masjid.
Kediaman beliau baik di Matraman maupun di Bogor semuanya berdampingan dengan masjid. Hal itu bukan karena kebetulan tetapi memang beliau sengaja membangunnya agar bisa setiap waktu salat berjemaah di masjid.
Kebiasaan salat berjemaah itu tidak hanya saat beliau menjadi anggota DPR RI, tetapi masih melekat sampai beliau menjadi Menteri dan Wakil Presiden. Tidak heran bila di setiap tempat di mana beliau diberi tugas negara beliau selalu mengutamakan untuk membangun masjid.
Kebiasaan yang juga menjadi wadhifah atau amalan sunah tambahan yang dikerjakan secara rutin adalah puasa Senin-Kamis dan tadarus atau membaca Al-Qur’an. Hampir tidak ada waktu yang beliau tidak manfaatkan untuk membaca Al-Qur’an, di mana pun tempatnya.
Pernah suatu ketika saya diminta mendampingi beliau berkampanye Pilpres tahun 2004 ke NTB saat beliau mencalonkan diri sebagai Capres, kebetulan saat itu beliau masih menjabat sebagai Wakil Presiden, sehingga kami terbang ke Lombok dengan menggunakan pesawat kepresidenan. Kami terbang dari Bandara Halim Perdanakusuma ke Bandara Praya, Mataram. Kami hanya bertiga, Pak Hamzah Haz, Ibu Nani Hamzah Haz dan saya. Saya duduk di kursi bersebelahan dengan beliau.
Begitu pesawat sudah take off maka pramugari menyajikan makanan untuk sarapan, dalam hati saya merasa bersyukur karena tadi pagi berangkat belum sempat sarapan, ibarat pucuk dicinta ulam pun tiba. Tapi apa yang terjadi? Setelah pesawat take off Pak Hamzah bukannya langsung menyantap hidangan yang tersedia, tapi beliau mengeluarkan Al-Qur’an dari tas dan kemudian beliau membacanya. Karena beliau tidak langsung sarapan, tidak sopan rasanya saya mendahului beliau.
Jadi terpaksa saya harus sabar menahan rasa lapar menunggu beliau selesai membaca Al-Qur’an, pikir saya paling 5-10 menit sudah selesai. Tapi ternyata bukan 10 menit selesai hampir 1 jam beliau membaca Al-Qur’an. Mungkin beliau menyadari saya sudah mulai gelisah karena lapar, Pak Hamzah bertanya ‘Kenapa tidak dimakan sarapannya?’ Saya bilang menunggu Bapak.
Pak Hamzah bilang ‘silakan kamu sarapan duluan, masih ada waktu 1 jam sampai di Mataram, saya akan meneruskan ngaji dulu dan kebetulan hari ini kan hari Senin jadi saya insyaallah berpuasa’. Walah, pikir saya kalau tahu beliau berpuasa, dari tadi saya sudah makan sarapan itu, tidak perlu menunggu begitu lama.
Karier politik Pak Hamzah Haz dimulai pada tahun 1971 ketika beliau menjadi Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Provinsi Kalimantan Barat. Pada tahun yang sama, beliau terpilih sebagai wakil rakyat dari Partai NU. Setelah NU fusi dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Pak Hamzah aktif diPPP dan menjadi anggota DPR RI dari tahun 1971 hingga 1999. Puncak karier politik di PPP beliau menjabat sebagai Ketua Umum DPP PPP selama 2 periode pada tahun 1998-2007.
Selama beliau menjabat sebagai Ketua Umum PPP, saya berkesempatan mendampingi beliau sebagai Wakil Sekjen yang merangkap sebagai Sekretaris Pimpinan Majelis Syariah. Pak Hamzah Haz adalah seorang pemimpin partai yang sangat berpengalaman, memiliki jam terbang tinggi dan piawai dalam mengemudikan PPP yang notabene partai politik yang memiliki dinamika internal sangat tinggi.
Beberapa konflik internal PPP mampu beliau redam dan selesaikan dengan sangat elegan. Salah satu kekuatan kepemimpinan Pak Hamzah adalah kedekatannya dengan para ulama, habaib dan kiai yang menjadi simpul kekuatan PPP. Sikap hormat dan takzim Pak Hamzah terkhusus kepada Mbah Maimoen Zubair sebagai Ketua Majelis Syariah.
Suatu hari saya ditelepon Pak Hamzah, saat itu beliau menjabat sebagai Ketum PPP yang juga sebagai Wapres, beliau menanyakan posisi Mbah Maimoen ada di mana. Saya menjawab bahwa beliau ada di Sarang. Pak Hamzah Haz meminta saya sebagai Sekretaris Mbah Maimoen untuk berkenan ke Jakarta karena ada situasi kegentingan yang memaksa di PPP.
Yakni adanya gerakan para Pimpinan PPP yang mendesak Pak Hamzah untuk segera mempercepat pelaksanaan Muktamar. Terhadap tuntutan itu Pak Hamzah bergeming untuk tetap sesuai dengan ketentuan PD PRT bahwa Muktamar akan diselenggarakan sesuai jadwal yang sudah ditentukan. Buntut dari keputusan Pak Hamzah Haz tersebut melahirkan ketidakpuasan sebagian pengurus DPP PPP yang menghendaki percepatan waktu Muktamar.
Makanya, mereka kemudian secara sepihak memyelenggarakan Silatnas (Silaturahmi Nasional) dengan mengundang para pengurus DPW seluruh Indonesia dengan agenda salah satunya adalah percepatan waktu Muktamar. Menyikapi kader PPP yang “mbalelo” maka Pak Hamzah Haz menyelenggarakan rapat Pleno DPP DPP yang salah satu keputusannya memberikan sanksi pemberhentian para pengurus DPP PPP yang terlibat kegiatan Silatnas.
Mereka yang diberhentikan antara lain; Bahtiar Hamzah, Barlianta Harahap, Suryadharma Ali, Emron Pangkapi, Andi Muhammad Ghalib dan beberapa pengurus lainnya. Mereka diberhentikan dari pengurus DPP PPP dianggap melanggar ketentuan PD/PRT karena menggelar Silaturahmi Nasional. Pemberhentian mereka dari pengurus DPP PPP bukannya menyurutkan gerakan mereka melawan Pak Hamzah, justru mereka melakukan perlawanan yang lebih keras dengan cara melakukan demo besar-besaran di depan kantor PPP.
Melihat gelagat yang tidak menguntungkan bagi citra PPP sebagai Partai Islam dan menjaga wibawa dan marwah Ketua Umum PPP yang juga sebagai Wapres, beliau merasa tidak nyaman kalau PPP di bawah kepemimpinan beliau kisruh dan pecah. Maka beliau melalui saya meminta untuk mengundang Mbah Maimoen selaku Ketua Majelis Syariah untuk datang ke Jakarta, meminta fatwa, saran dan pendapat agar bisa mengatasi konflik yang mengarah kepada perpecahan di tubuh PPP.
Saya sebagai Sekretaris Majelis Syariah dengan segera melaporkan hal tersebut kepada Mbah Maimoen dan beliau berkenan untuk terbang ke Jakarta dan langsung memerintahkan untuk segera menyelenggarakan Rapat Majelis Syariah untuk menyikapi situasi dan kondisi partai yang dilanda konflik.
Ada 4 keputusan yang dikeluarkan oleh Pimpinan Majelis Syariah:
1. Meminta kepada semua pihak untuk menahan diri dan kembali kepada ketentuan PD PRT.
2. Keputusan Silatnas dinyatakan tidak berlaku karena forum Silatnas tidak sesuai sesuai dengan Ketentuan PD PRT.
3. Meminta kepada DPP PPP untuk mencabut pemberhentian pengurus DPP PPP yang terlibat Silatnas.
4. Meminta kepada DPP untuk segera menyelenggarakan Mukernas untuk menjadwal percepatan Muktamar.
Berdasarkan keputusan Majelis Syariah tersebut Pak Hamzah Haz segera menyelenggarakan Rapat Pleno DPP PPP untuk:
1. Mencabut keputusan tentang pemberhentian pengurus DPP yang terlibat Silatnas.
2. Menjadwal pelaksanaan Mukernas untuk menentukan Pelaksanaan Muktamar.
Dengan keputusan tersebut Pak Hamzah Haz sebagai Ketua Umum merasa tidak kehilangan muka mencabut kembali keputusannya sendiri memberhentikan pengurus pro-Silatnas, justru beliau sebagai Ketua Umum menunjukkan jiwa besarnya dan sikap ketaatannya melaksanakan fatwa dan perintah Ketua Majelis Syariah. Sikap Itulah salah satu kepiawaian Pak Hamzah dalam mengelola konflik di PPP.
Pak Hamzah Haz bukan hanya sebagai seorang pemimpin politik Islam, tapi beliau adalah seorang pemimpin bangsa dan negarawan yang merangkul dan melindungi semua golongan. Beliau seorang pemimpin yang berani mengambil risiko, tidak takut dihujat oleh lawan dan tidak mabuk dipuji oleh kawan.
Pak Hamzah tidak takut dituduh melindungi teroris karena beliau mengunjungi Ustaz Abu Bakar Ba’asyir di Ponpes Ngruki, karena beliau ingin merangkul dan mengajak Abu Bakar Ba’asyir untuk kembali ke pangkuan NKRI, bahkan beliau dengan lantang mengatakan, “Sebenarnya siapa terorisnya, siapa yang menentang HAM? Jawabannya adalah Amerika Serikat karena menyerang Irak. Apalagi raja terorisnya yang melancarkan perang.”
Beliau tetap dengan keyakinan dan komitmennya yang kuat memperjuangkan ide dan gagasannya untuk menjadikan Indonesia menjadi negara yang religius, beradab, aman dan nyaman bagi semua golongan, adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.
Selamat jalan ayahanda, guru dan inspirator yang selalu memberikan pencerahan. Semoga Allah SWT Tuhan yang Maha Rahman akan memberikan tempat yang mulia di alam keabadian. Wajahmu yang selalu tersenyum akan disambut para penghuni surga dengan sejuta senyuman.
Zainut Tauhid Sa’adi
Aktivis dan mantan Anggota DPR RI dari Fraksi PPP