UANG: Simbol Kebebasan atau Penjara Tak Terlihat?

 UANG: Simbol Kebebasan atau Penjara Tak Terlihat?

JAKARTA – Oleh: Munawir Kamaluddin, Dosen UIN Alauddin Makassar

“UANG, Dalam Ruang Juang Membuang Peluang, Hingga Tumbang Tak Berkembang Bagai Kumbang Tanpa Sumbang Kembang.”

Uang adalah kata sederhana yang menyimpan sejuta makna, bercabang dalam niat, berkembang dalam sikap, dan meluas dalam dampaknya.

Ia hadir seperti pisau bermata dua, dapat membangun namun sekaligus mampu meruntuhkan.

Di tangan yang penuh kebajikan, uang menjadi sarana yang melapangkan kehidupan, menumbuhkan kebaikan, dan menjembatani impian yang terpendam.

Namun, di hati yang rapuh oleh cinta dunia, ia menjelma menjadi ilusi yang memperdaya, membakar empati, dan mengaburkan nilai-nilai mulia.

Dalam pusaran dunia yang tak henti berputar, uang menjadi panglima yang tak terlihat namun terasa nyata dalam setiap keputusan.

Ia membentuk budaya, menentukan status, dan sering kali menjadi penggaris tunggal yang mengukur nilai manusia.

Sayangnya, manusia yang mabuk oleh daya pikatnya kerap terjerat dalam jeratan yang tak terlihat, melupakan prinsip, meruntuhkan aqidah, dan menumpulkan rasa syukur. Uang bukan lagi alat, melainkan tujuan yang mengerdilkan hakikat kehidupan.

Uang, adalah entitas yang tampak kecil namun memiliki daya tarik yang besar, sering kali menjadi poros dalam keputusan manusia.

Fenomena uang seperti yang telah disebutkan sebelumnya bagaikan pisau bermata dua: di satu sisi ia dapat menjadi sarana keberkahan dan kebahagiaan, namun di sisi lain ia dapat menjadi biang keladi kehancuran, permusuhan, dan kesia-siaan.

Dalam ruang perjuangan hidup, uang dapat membuang peluang jika disalahgunakan, hingga menyebabkan tumbangnya moral dan integritas manusia.

Metaforanya, uang tanpa nilai keberkahan bagaikan kembang tanpa sumbang sari, indah di luar tetapi hampa di dalam.

Sungguh, cinta pada uang yang berlebihan laksana api yang tak pernah padam. Ia menyulut kerakusan, membakar nurani, dan memadamkan rasa empati.

Dalam ambisi yang tak berujung, manusia berlomba mengumpulkan harta tanpa menyadari bahwa harta itu hanya akan menjadi saksi di hari penghakiman. Firman Allah dalam Al-Qur’an menjadi peringatan yang menggetarkan hati:
ٱلۡهَٰكُمُ ٱلتَّكَاثُرُ • حَتَّىٰ زُرۡتُمُ ٱلۡمَقَابِرَ
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.”
(QS. At-Takatsur: 1-2)

Betapa ironi, manusia sering kali menjadi budak dari sesuatu yang semestinya ia kendalikan. Rasulullah SAW bersabda:
تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ، تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ
“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham.”
(HR. Bukhari, no. 2886)

Dinar dan dirham yang semestinya menjadi alat untuk melayani, kini menjelma menjadi penguasa yang memperbudak. Hati menjadi keras, mata menjadi buta, dan telinga menjadi tuli terhadap panggilan kebenaran.

Di sinilah akar dari berbagai kesenjangan, ketamakan, dan kekosongan jiwa yang merajalela di tengah masyarakat.

Namun, di balik gemerlap ilusi yang ditawarkan uang, ada pesan yang menanti untuk direnungkan. Uang, pada hakikatnya, adalah titipan yang harus dikelola dengan penuh tanggung jawab.

Allah tidak pernah melarang manusia untuk mencari rezeki, tetapi Allah menuntun agar harta yang diperoleh penuh keberkahan dan digunakan untuk kemaslahatan. Firman-Nya:
وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَا وَأَحۡسِن كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia serta berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
(QS. Al-Qashash: 77)

Maka, uang adalah ujian. Ia menguji kesungguhan manusia dalam menjaga prinsip, menilai sejauh mana rasa syukur bertahan di tengah kelimpahan, dan mengukur kekuatan iman dalam godaan dunia.

Melalui uang, manusia diuji untuk memilih: menjadi hamba Allah yang sejati atau menjadi budak harta yang abadi.

Tulisan ini hadir sebagai refleksi, menggali makna di balik hubungan manusia dengan uang, menelusuri ciri-ciri dan sebab-sebab pengaruh buruknya, serta mengajak pembaca untuk merenung, menyadari, dan memperbaiki. Semoga ia menjadi pelita yang menerangi jiwa, menggugah rasa, dan mengantarkan pada kesadaran bahwa uang sejatinya adalah sarana, bukan tujuan.

Mari kita bersama menyusuri alur pembahasan ini dengan hati yang lapang, akal yang tajam, dan jiwa yang penuh penghayatan, agar dari setiap kata yang tertuang, lahir hikmah yang menyentuh hati dan membimbing langkah menuju kehidupan yang penuh keberkahan.

1. Fenomena Uang: Antara Manfaat dan Bahaya

Uang sering dianggap sebagai penentu segalanya, mulai dari status sosial hingga keputusan moral.

Fenomena ini telah menyebabkan manusia rela mengorbankan prinsip, aqidah, hingga integritas demi memperoleh atau mempertahankan kekayaan. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT mengingatkan:
وَتُحِبُّونَ ٱلْمَالَ حُبًّۭا جَمًّۭا
“Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.”
(QS. Al-Fajr: 20)

Cinta berlebihan terhadap harta membuat manusia lupa akan hakikat kehidupan dan akhirat. Uang, yang seharusnya menjadi alat untuk mendekatkan diri kepada Allah, justru sering menjadi sebab jauhnya manusia dari kebenaran.

2. Metafora: Uang Bagaikan Kumbang Tanpa Sumbang Kembang

Uang yang tidak disertai nilai keberkahan adalah kekayaan yang sia-sia. Bagaikan bunga yang tidak pernah diserbuki, ia hanya menjadi pajangan tanpa menghasilkan manfaat nyata. Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ
“Sesungguhnya setiap umat memiliki ujian, dan ujian bagi umatku adalah harta.”
(HR. Tirmidzi, no. 2336)

Ujian harta sering kali membuat manusia terjerumus pada kesalahan. Tanpa keberkahan, harta hanya menjadi beban yang tidak membawa manfaat baik di dunia maupun akhirat.

3. Ciri-Ciri dan Sebab Pengaruh Buruk Uang

Pengaruh buruk uang pada seseorang sering kali terlihat melalui perubahan perilaku dan prioritas hidup.

Berikut adalah ciri-ciri yang menunjukkan bagaimana uang dapat berdampak negatif jika tidak digunakan dengan bijak:

1. Mengorbankan Prinsip dan Aqidah

Ketika uang menjadi prioritas di atas segalanya, seseorang tidak lagi mempertimbangkan apakah sesuatu sesuai dengan prinsip agama atau tidak. Nilai kebenaran dan kejujuran sering dikorbankan demi keuntungan finansial.
Allah SWT telah berfirman didalam Al-Qur’an:
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُعْجِبُكَ قَوْلُهُۥ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَيُشْهِدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا فِى قَلْبِهِۦ وَهُوَ أَلَدُّ ٱلْخِصَامِ
“Dan di antara manusia ada orang yang perkataannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dia bersaksi kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal dia adalah penentang yang paling keras.”
(QS. Al-Baqarah: 204)

Ayat ini mengingatkan bahwa sebagian orang memanfaatkan agama atau nilai moral sebagai kedok untuk mendapatkan keuntungan duniawi. Dalam realitas, kebenaran sering kali diabaikan demi memenuhi hasrat finansial.

Dalam sebuah hadits ,Rasulullah SAW bersabda:
تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ، تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ
“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham.”
(HR. Bukhari, no. 2886)

Hadits ini menunjukkan bahwa menjadikan uang sebagai “tuhan” adalah bentuk perbudakan spiritual. Ketika uang menguasai hati seseorang, prinsip dan aqidah menjadi hal yang mudah dikorbankan.

2. Tamak dan Rakus

Orang yang terpengaruh oleh uang cenderung tidak pernah merasa cukup. Selalu ada keinginan untuk memiliki lebih banyak, bahkan jika itu harus diraih dengan cara yang salah.

Didalam Al-Qur’an: Allah SWT telah berfirman:
ٱلۡهَٰكُمُ ٱلتَّكَاثُرُ • حَتَّىٰ زُرۡتُمُ ٱلۡمَقَابِرَ
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.”
(QS. At-Takatsur: 1-2)

Ayat ini menggambarkan bahwa sifat rakus terhadap harta membuat manusia lupa akan kehidupan akhirat.

Uang sering menjadi simbol kompetisi yang tidak berkesudahan, hingga melalaikan manusia dari tujuan hidup yang sebenarnya.

Dalam Hadits Nabi, Rasulullah SAW bersabda:
لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ، لَابْتَغَى وَادِيًا ثَالِثًا
“Seandainya anak Adam memiliki dua lembah penuh dengan harta, pasti dia akan mencari lembah yang ketiga.”
(HR. Bukhari, no. 6436)

Hadits ini menggambarkan sifat dasar manusia yang tidak pernah puas. Sifat tamak akan harta menjerumuskan manusia pada kehancuran.

3. Kehilangan Empati

Ketika uang menjadi pusat perhatian, seseorang cenderung mengabaikan kebutuhan orang lain. Kepekaan terhadap penderitaan dan kebutuhan sesama menjadi hilang.
Melalui Al-Qur’an:
Allah SWT berfirman:
كَلَّا بَل لَّا تُكۡرِمُونَ ٱلۡيَتِيمَ • وَلَا تَحَٰٓضُّونَ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلۡمِسۡكِينِ
“Sekali-kali tidak! Bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin.”
(QS. Al-Fajr: 17-18)

Ayat ini mengkritik sikap acuh tak acuh terhadap orang-orang yang membutuhkan. Kecintaan pada harta sering kali menyebabkan hilangnya empati terhadap sesama.

Imam Ali bin Abi Thalib RA berkata:
لَيْسَ الْغِنَى بِكَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kekayaan bukanlah banyaknya harta, tetapi kekayaan adalah kekayaan jiwa.”

Kekayaan sejati tidak terletak pada jumlah uang, tetapi pada sikap hati yang lapang dan penuh empati.

4. Kesenangan Sesaat

Uang sering digunakan untuk memenuhi keinginan duniawi yang bersifat sementara, seperti hiburan, kemewahan, dan gaya hidup hedonis. Didaam Al-Qur’an:
Allah SWT telah berfirman:
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَتَّخِذُونَ دِينَهُمۡ لَهۡوٗا وَلَعِبٗا وَغَرَّتۡهُمُ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا
“Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan hiburan, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia.”
(QS. Al-A’raf: 51)

Ayat ini menggambarkan bagaimana manusia terjebak dalam permainan duniawi, di mana uang sering menjadi alat untuk mencari kesenangan yang melalaikan manusia dari tujuan hidup sebenarnya.

Dalam satu kesempatan Rasulullah SAW. bersabda didalam haditsnya
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau.”
(HR. Muslim, no. 2742)

Hadits ini mengingatkan bahwa dunia memiliki daya tarik yang kuat, namun sifatnya sementara. Jika manusia terbuai oleh kenikmatan duniawi, mereka akan kehilangan arah.

Sebab Pengaruh Buruk Uang

1. Cinta Dunia Berlebihan

Ketika hati terlalu terpaut pada dunia, manusia cenderung lupa akan kehidupan akhirat.
Allah SWT berfirman:
وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يَتَمَتَّعُونَ وَيَأۡكُلُونَ كَمَا تَأۡكُلُ ٱلۡأَنۡعَٰمُۖ وَٱلنَّارُ مَثۡوٗى لَّهُمۡ
“Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan makan seperti makannya binatang, dan neraka adalah tempat tinggal mereka.”
(QS. Muhammad: 12)

2. Kurangnya Pemahaman Agama

Ketiadaan ilmu tentang halal dan haram membuat seseorang mudah tergoda untuk memperoleh uang dengan cara yang tidak benar.

3. Pengaruh Lingkungan

Budaya materialisme dan konsumerisme mengarahkan manusia untuk mengukur kesuksesan dari jumlah uang yang dimiliki.

4. Hilangnya Rasa Syukur

Ketika seseorang tidak mensyukuri nikmat Allah, ia akan terus merasa kurang dan mengejar harta dengan segala cara.

Ciri-ciri dan sebab pengaruh buruk uang harus menjadi pelajaran bagi setiap Muslim untuk menjaga harta agar tetap berkah. Memahami prinsip syukur, keberkahan, dan penggunaan uang di jalan Allah adalah kunci untuk terhindar dari dampak negatif harta.

Bahaya Uang yang Tidak Berkah

a. Kerusakan Spiritual

Harta yang diperoleh melalui cara haram atau digunakan untuk tujuan keburukan dapat mengeraskan hati dan menjauhkan seseorang dari Allah. Rasulullah SAW mengingatkan kita tentang bahaya harta yang diperoleh dari yang haram, yang dapat menghalangi seseorang untuk masuk surga.
Rasulullah SAW dalam sebuah Hadits, telah bersabda
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ جَسَدٌ غُذِّيَ بِحَرَامٍ
“Tidak akan masuk surga tubuh yang diberi makan dari yang haram.”
(HR. Ahmad, no. 8369)

Hadits ini menunjukkan betapa seriusnya dampak dari memakan atau menggunakan harta yang haram. Tubuh yang diberi makan dengan harta haram akan mengeras dan terhalang dari kebaikan, termasuk masuk ke surga. Harta yang tidak bersih dari sumber yang haram akan membawa kerusakan pada jiwa seseorang dan menjauhkan mereka dari rahmat Allah.

b. Kerusakan Sosial

Uang yang diperoleh dari cara yang tidak benar atau digunakan untuk tujuan yang salah dapat merusak hubungan sosial, memicu konflik, perselisihan, dan bahkan permusuhan antar sesama. Harta yang tidak berkah akan menghancurkan persaudaraan dan mengganggu keharmonisan dalam masyarakat.
Allah SWT. Telah berfirman didalam Al-Qur’an:
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌۭ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu.”
(QS. Al-Hujurat: 10)

Dalam ayat ini, Allah SWT menegaskan bahwa umat Islam adalah bersaudara. Oleh karena itu, kita diwajibkan untuk menjaga hubungan baik dan memperbaiki perselisihan antar sesama. Harta yang tidak berkah sering kali menjadi sumber perselisihan dan perpecahan, yang merusak solidaritas dan persaudaraan di kalangan umat. Dengan menghindari cara memperoleh harta yang haram, kita dapat menghindarkan diri dari konflik sosial yang merusak.

c. Kehilangan Keberkahan Hidup

Harta yang banyak namun tidak diberkahi akan membawa keresahan dan ketidakbahagiaan, meskipun secara materi terlihat melimpah. Kehidupan yang penuh dengan ketamakan dan keserakahan hanya akan menambah beban hati dan jiwa, meskipun uang melimpah ruah.
Allah telah menegaskan didalamAl-Qur’an:
وَمَن يَحْشُسُ عَن ذِكْرِ رَبِّهِۦ يَجْعَلُ لَهُۥ شَيْطَٰنًۭا فَهُوَ لَهُۥ قَرِينٌۭ
“Dan barang siapa yang menjauhkan diri dari peringatan Allah, Kami jadikan baginya setan yang menjadi teman yang selalu menyertainya.”
(QS. Az-Zukhruf: 36)

Ayat ini menggambarkan bagaimana orang yang jauh dari peringatan Allah, meskipun memiliki banyak harta, pada akhirnya hanya disertai dengan kesendirian dan kegelisahan. Harta yang tidak diberkahi akan membuat seseorang merasa selalu kurang, dan jauh dari ketenangan jiwa. Harta bukanlah segala-galanya jika tidak disertai dengan keberkahan dan rasa syukur kepada Allah.

Solusi Islami Mengatasi Pengaruh Buruk Uang

a. Memperkuat Aqidah dan Syukur

Untuk menghindari pengaruh buruk uang, pertama-tama kita harus memperkuat aqidah bahwa segala rezeki datang dari Allah. Dengan mensyukuri nikmat yang ada, kita akan belajar menggunakan harta untuk tujuan yang baik dan benar.
Didalam Al-Qur’an Allah berfirman :
لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah nikmat kepadamu.”
(QS. Ibrahim: 7)

Syukur adalah kunci untuk mendapatkan keberkahan dalam hidup. Ketika kita bersyukur atas rezeki yang Allah berikan, Allah akan menambah nikmat tersebut, baik dalam bentuk materi maupun kebahagiaan batin. Syukur menjaga kita agar tidak terjebak dalam keserakahan, dan mengarahkan penggunaan harta ke jalan yang benar.

b. Menggunakan Harta di Jalan Allah

Sedekah adalah salah satu cara untuk membersihkan harta dan mencegah sifat tamak. Dengan memberi, kita tidak hanya membantu sesama, tetapi juga membersihkan diri kita dari kecintaan berlebihan terhadap dunia.

Dalam sebuah Hadits Rasulullah SAW bersabda :
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِّن مَّالٍ
“Harta tidak akan berkurang karena sedekah.”
(HR. Muslim, no. 2588)

Hadits ini mengingatkan kita bahwa memberikan sedekah tidak akan membuat harta kita berkurang, bahkan justru membawa keberkahan. Dengan memberi, kita mengalirkan harta ke jalan yang lebih mulia, yaitu membantu sesama dan membersihkan harta dari sifat tamak.

c. Memahami Konsep Keberkahan

Keberkahan hidup tidak selalu diukur dengan banyaknya harta, tetapi dengan ketenangan hati, kebahagiaan, dan kemanfaatan dari harta tersebut. Keberkahan adalah kunci hidup yang damai dan sejahtera, yang tidak dapat dicapai hanya dengan mengejar uang.
Allah berfirman didalam Al-Qur’an:
وَٱللَّهُ خَيۡرٌۭ وَأَبَقَىٰ
“Dan Allah adalah sebaik-baik pemberi balasan, dan lebih baik balasannya.”
(QS. Al-Qasas: 60)

Ayat ini mengingatkan kita bahwa Allah SWT adalah pemberi balasan yang terbaik. Mencari keberkahan melalui amal saleh dan hubungan yang baik dengan Allah lebih penting daripada mengejar kekayaan dunia yang sementara. Keberkahan sejati datang dari Allah, dan itu mencakup ketenangan hidup, kebahagiaan, dan manfaat bagi orang lain.

d. Menjauhi Sifat Tamak

Islam mengajarkan agar kita tidak terjebak dalam sifat tamak yang membuat kita terus mengejar dunia. Hidup ini adalah perjalanan sementara, dan dunia hanya tempat persinggahan.
Didalam sebuah Hadits:
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ
“Hiduplah di dunia seakan-akan kamu adalah orang asing atau seorang musafir.”
(HR. Bukhari, no. 6416)

Hadits ini mengingatkan kita untuk tidak terlalu terikat dengan dunia. Dunia ini hanya sementara, dan kita adalah musafir yang sedang dalam perjalanan menuju akhirat. Dengan memahami konsep ini, kita dapat menghindari keserakahan dan memprioritaskan kehidupan yang lebih bermakna, yaitu mencari keridhaan Allah dan kehidupan yang abadi di akhirat.

Bahaya uang yang tidak berkah dapat mengarah pada kerusakan spiritual, sosial, dan ketidakbahagiaan hidup. Islam memberikan solusi-solusi yang jelas dan praktis untuk mengatasi pengaruh buruk uang, seperti memperkuat aqidah, bersyukur, menggunakan harta di jalan Allah, memberi sedekah, memahami konsep keberkahan, dan menjauhi sifat tamak.

Dengan mengikuti ajaran-ajaran ini, kita dapat memperoleh harta yang berkah, yang tidak hanya bermanfaat bagi diri kita tetapi juga untuk orang lain dan dunia ini secara keseluruhan.

PENUTUP / KESIMPULAN

Uang, dalam diamnya yang membisu, sering kali menjadi aktor utama dalam drama kehidupan manusia. Ia hadir di antara mimpi-mimpi yang merangkak ke puncak, di sela-sela doa yang dipanjatkan untuk rezeki, dan di balik harapan-harapan yang ditabur demi kehidupan yang lebih baik.

Namun, sejatinya uang hanyalah alat, bukan tujuan. Ketika ia dikejar tanpa kendali, ia menjadi seperti angin yang tak tergenggam, melukai hati, merapuhkan jiwa, dan menghancurkan nilai-nilai yang dulu dijunjung tinggi.

Dalam ruang juang kehidupan, uang seharusnya menjadi sarana untuk membangun, bukan menghancurkan. Ia harus membawa peluang, bukan membuangnya. Ia seharusnya menjadi berkah yang menyuburkan, bukan racun yang mematikan.

Namun sayang, ketika uang kehilangan keberkahan, ia ibarat kumbang yang hinggap di bunga tanpa memberi sumbangsih. Ia hanya menyerap, memuaskan dirinya sendiri, tanpa pernah membawa manfaat bagi sekelilingnya.

Kesadaran dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits

Islam telah menegaskan bahwa uang bukanlah tujuan akhir, melainkan ujian. Allah SWT berfirman:
ٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا لَعِبٞ وَلَهۡوٞ وَزِينَةٞ وَتَفَاخُرُۢ بَيۡنَكُمۡ وَتَكَاثُرٞ فِي ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَوۡلَٰدِۖ
“Ketahuilah, bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan bermegah-megahan antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak.”
(QS. Al-Hadid: 20)

Sabda Rasulullah SAW juga mengingatkan kita:
إِنَّ هَذَا ٱلۡمَالَ خَضِرَةٌ حُلۡوَةٌ، فَمَنۡ أَخَذَهُ بِحَقِّهِ وَبَارَكَ فِيهِ كَانَ خَيۡرًا لَهُ، وَمَنۡ أَخَذَهُ بِغَيۡرِ حَقِّهِ كَانَ كَمَنۡ يَأۡكُلُ وَلَا يَشۡبَعُ
“Sesungguhnya harta itu manis dan hijau. Siapa yang mengambilnya dengan haknya dan diberkahi di dalamnya, maka itu menjadi kebaikan baginya. Tetapi siapa yang mengambilnya tanpa hak, ia seperti orang yang makan namun tidak pernah kenyang.”
(HR. Bukhari, no. 2842; Muslim, no. 1052)

Merenung dan Menyadari Hakikat Uang

Harta yang melimpah tanpa keberkahan adalah kemiskinan yang tersembunyi. Ia menyesatkan langkah, memperkeruh hati, dan membebani jiwa. Betapa banyak manusia yang kehilangan kebahagiaan sejati karena terlalu sibuk mengejar tumpukan emas, sementara hatinya tandus dari rasa syukur. Uang bukanlah musuh, tetapi ia bisa menjadi senjata yang melukai bila digunakan dengan nafsu, tanpa tuntunan nilai-nilai luhur.

Kita sering menyaksikan orang-orang yang menjadikan uang sebagai kiblat kehidupannya. Prinsip-prinsip luruh demi keuntungan sementara. Aqidah dilebur demi kepentingan duniawi. Kejujuran dikorbankan demi angka-angka di layar rekening. Mereka lupa bahwa semua yang dimiliki hanyalah titipan, yang pada waktunya akan dimintai pertanggungjawaban.

Membangun Relasi yang Benar dengan Uang

Uang bukanlah dosa, tetapi cara memperolehnya dan menggunakannya bisa menjadi dosa. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memperbaiki relasi dengan uang, menjadikannya sahabat yang membawa keberkahan, bukan musuh yang menyesatkan.

Islam mengajarkan prinsip qana’ah (puas dengan yang diberikan Allah) dan keberkahan harta sebagai penopang kehidupan. Rasulullah SAW bersabda:
مَا قَلَّ وَكَفَى خَيْرٌ مِمَّا كَثُرَ وَأَلْهَىٰ
“Apa yang sedikit tetapi mencukupi lebih baik daripada yang banyak tetapi melalaikan.”
(HR. Ahmad, no. 17243)

Pada akhirnya, kita dihadapkan pada pertanyaan mendasar: untuk apa uang itu kita kejar? Apakah ia untuk membangun jalan menuju ridha Allah, atau hanya untuk memenuhi ambisi pribadi?

Kehidupan adalah ladang amal, dan uang adalah salah satu alatnya. Tetapi alat itu hanya berguna bila digunakan dengan bijak, dalam koridor syariat dan nilai-nilai kebenaran.

Mari kita jadikan uang sebagai sarana untuk menyebarkan kebaikan, membantu sesama, dan meraih keberkahan. Karena sesungguhnya, kebahagiaan sejati tidak terletak pada jumlah yang kita miliki, tetapi pada bagaimana kita menggunakan apa yang ada untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Sebagai penutup, mari kita renungkan firman Allah SWT:
وَٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمُ ٱبۡتِغَآءَ مَرۡضَاتِ ٱللَّهِ وَتَثۡبِيتٗا مِّنۡ أَنفُسِهِمۡ كَمَثَلِ جَنَّةِۢ بِرَبۡوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٞ فَـَٔاتَتۡ أُكُلَهَا ضِعۡفَيۡنِۚ
“Dan orang-orang yang menafkahkan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka adalah seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi, yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat.”
(QS. Al-Baqarah: 265)

Semoga tulisan ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk memperlakukan uang dengan benar, agar ia menjadi sumber manfaat, bukan mudarat. Karena pada akhirnya, yang kita kejar bukanlah dunia yang fana, melainkan ridha-Nya yang abadi.
# Wallahu A’lam Bishawab

 

Facebook Comments Box