Ketika Hati Mulai Mati, Ke Mana Kita Harus Mencari Cahaya

 Ketika Hati Mulai Mati, Ke Mana Kita Harus Mencari Cahaya

Oleh: Munawir Kamaluddin, Dosen UIN Alauddin Makassar

Pernahkah kita merasa kosong dalam menjalani hidup? Pernahkah kita bangun di pagi hari tanpa gairah, menjalani rutinitas tanpa makna, lalu tidur kembali dengan perasaan yang sama? Pernahkah kita merasakan ibadah hanya sebagai kewajiban tanpa ruh, dzikir tanpa penghayatan, atau doa yang sekadar lantunan kata tanpa getaran dalam dada?

Mengapa sebagian orang menangis ketika mendengar ayat-ayat Allah, sementara sebagian yang lain tetap diam seolah tak terjadi apa-apa? Mengapa ada hati yang bergetar ketika nama Allah disebut, tetapi ada juga yang tetap keras, tak peduli seberapa banyak nasihat yang ia dengar? Apakah hati kita masih hidup, ataukah ia perlahan sedang menuju kematiannya?

Hati: Cahaya atau Kegelapan?

Di dalam diri manusia terdapat sesuatu yang menjadi pusat kendali atas segalanya. Jika ia baik, maka seluruh anggota tubuh akan ikut baik. Jika ia rusak, maka semua perilaku akan ikut rusak. Rasulullah SAW. bersabda:
“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, ia adalah hati.”

Hati adalah penentu segalanya. Ia bagaikan cermin yang memantulkan kondisi batin seseorang. Jika hati bersih, maka kehidupan akan terasa terang. Jika hati kotor, maka dunia akan tampak kelam. Jika hati mati, maka segala kebaikan akan kehilangan maknanya.

Lalu, bagaimana kita mengetahui apakah hati kita masih hidup atau sudah mati?

Allah SWT. memberikan isyarat tentang hati yang mulai membeku dan kehilangan cahayanya:
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُم مِّنۢ بَعْدِ ذَٰلِكَ فَهِىَ كَٱلْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً ۚ وَإِنَّ مِنَ ٱلْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ ٱلْأَنْهَٰرُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ ٱلْمَآءُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ ٱللَّهِ ۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

“Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal, di antara batu-batu itu ada yang mengalir sungai-sungai darinya. Dan ada pula yang terbelah, lalu keluar mata air darinya. Dan ada yang jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 74)

Bayangkan, hati manusia bisa lebih keras daripada batu. Batu bisa retak dan mengeluarkan air, tetapi hati yang mati tetap membatu meskipun mendengar firman Allah, meskipun disapa oleh kematian di sekelilingnya, meskipun melihat kebesaran Allah yang terpampang di langit dan bumi.

Apakah hati kita sudah sampai pada titik itu?

Hati yang Mati: Ketika Cahaya Padam

Hati yang mati bukanlah sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. Ia seperti api kecil yang perlahan redup, seperti tubuh yang kehilangan nyawa sedikit demi sedikit. Ada banyak tanda yang bisa kita rasakan, jika kita mau jujur pada diri sendiri:

1. Ketika dosa terasa ringan dan tidak lagi membuat kita merasa bersalah.
Rasulullah SAW.bersabda:
الْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ النَّاسُ عَلَيْهِ
“Dosa adalah sesuatu yang membuat hatimu gelisah dan engkau tidak suka jika orang lain mengetahuinya.” (HR. Muslim, no. 2553)

Namun, bagaimana jika kita sudah tidak merasa bersalah lagi? Bagaimana jika dosa menjadi kebiasaan, bahkan dianggap biasa saja? Itu adalah tanda bahwa hati kita telah kehilangan kepekaannya.

2. Ketika ibadah kehilangan ruhnya.
Kita shalat, tetapi tidak merasakan ketenangan. Kita membaca Al-Qur’an, tetapi tidak ada getaran dalam hati. Kita berdoa, tetapi doa terasa kosong.

Allah SWT. berfirman:
وَإِذَا قَامُوٓا۟ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُوا۟ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلًۭا

“Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ di hadapan manusia, dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa: 142)

Apakah ibadah kita hanya sebatas gerakan tanpa makna?

3. Ketika dunia lebih menarik daripada akhirat.
Kita bisa menghabiskan berjam-jam menatap layar ponsel, tetapi sulit meluangkan waktu untuk membaca Al-Qur’an walau hanya lima menit. Kita bisa bersemangat mencari rezeki, tetapi malas untuk bersedekah. Kita bisa berdebat panjang tentang dunia, tetapi enggan untuk merenungi akhirat.
Rasulullah bersabda:
مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ
“Barang siapa yang dunia menjadi obsesinya, maka Allah akan membuat urusannya tercerai-berai, menjadikan kefakiran di depan matanya, dan ia tidak akan mendapatkan dunia kecuali yang telah ditetapkan untuknya.” (HR. At-Tirmidzi)

Apakah kita termasuk orang yang lebih sibuk mengejar dunia dan mengabaikan akhirat?

Masih Adakah Harapan?

Hati yang mati bukan berarti tak bisa hidup kembali. Allah adalah Maha Pengampun, Maha Lembut, dan Maha Membolak-balikkan hati. Selama kita masih diberi kesempatan, masih ada jalan untuk menghidupkan kembali hati yang telah membeku.
Allah SWT. berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا ٱسْتَجِيبُوا۟ لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul-Nya apabila dia menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian.” (QS. Al-Anfal: 24)

Jika hati kita telah mati, maka mari kita hidupkan kembali. Jika iman kita telah redup, maka mari kita nyalakan cahayanya.

Bagaimana caranya? Bagaimana kita bisa menyelamatkan hati kita sebelum benar-benar tenggelam dalam kegelapan?

Mari kita lanjutkan perjalanan ini, menelusuri tanda-tanda hati yang mati dan menemukan jalan untuk menghidupkannya kembali. Karena sesungguhnya, hati yang hidup adalah sumber kebahagiaan, dan hati yang mati adalah awal dari kehancuran.

Tanda-Tanda Hati yang Mati dan Cara Menghidupkannya Kembali

Hati adalah pusat kehidupan manusia. Dari hatilah lahir kebaikan atau keburukan. Rasulullah SAW.bersabda:
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Namun, ada saatnya hati menjadi lemah, bahkan mati. Hati yang mati bukan sekadar tidak merasakan spiritualitas, tetapi juga kehilangan cahaya hidayah dan kasih sayang Allah. Al-Qur’an menggambarkan kondisi hati yang mati:
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُم مِّنۢ بَعْدِ ذَٰلِكَ فَهِىَ كَٱلْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةًۭ ۚ

“Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.” (QS. Al-Baqarah: 74)

Maka, mari kita pahami tanda-tanda hati yang mati serta bagaimana cara menghidupkannya kembali.

Tanda-Tanda Hati yang Mati

1. Tidak Tersentuh oleh Ayat-Ayat Allah

Salah satu tanda hati yang hidup adalah mudah tersentuh oleh ayat-ayat Allah. Sebaliknya, hati yang mati tetap keras meskipun diperdengarkan Al-Qur’an. Allah SWT. berfirman:
وَإِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتُنَا وَلَّوْا۟ مُسْتَكْبِرِينَ كَأَنَّهُمْ لَمْ يَسْمَعُوهَا كَأَنَّ فِىٓ ءَاذَانِهِمْ وَقْرًۭا ۖ
“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, mereka berpaling dengan sombong, seakan-akan mereka tidak mendengarnya, seolah-olah di telinga mereka ada sumbatan.” (QS. Luqman: 7)

Orang yang hatinya mati tidak merasakan kenikmatan dalam membaca atau mendengar Al-Qur’an. Ia membacanya hanya sebagai bacaan biasa, tanpa renungan dan penghayatan.

2. Mudah Tenggelam dalam Maksiat Tanpa Rasa Bersalah

Seseorang dengan hati yang mati tidak lagi merasa bersalah ketika berbuat dosa. Ia terus menerus melakukan kemaksiatan tanpa adanya rasa penyesalan. Rasulullah SAW. bersabda:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ، فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِلَ قَلْبُهُ، وَإِنْ زَادَ زَادَتْ حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، فَذَاكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ (كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ)
“Sesungguhnya seorang mukmin jika ia berbuat dosa, maka muncul titik hitam di hatinya. Jika ia bertobat, meninggalkan dosa, dan memohon ampun, hatinya akan kembali bersih. Tetapi jika ia terus menambah dosa, maka titik hitam itu semakin banyak hingga menutupi seluruh hatinya. Itulah yang disebut dengan raan (karat hati) sebagaimana firman Allah: ‘Sekali-kali tidak! Bahkan telah tertutup hati mereka oleh dosa-dosa yang mereka perbuat.’ (QS. Al-Muthaffifin: 14)” (HR. Tirmidzi, no. 3334)

3. Cinta Dunia Berlebihan dan Lalai dari Akhirat

Seseorang dengan hati yang mati lebih mencintai dunia dibanding akhirat. Ia tenggelam dalam kesenangan dunia tanpa memikirkan bekal untuk kehidupan setelah mati. Rasulullah SAW. bersabda dalam Sebuah hadits Nabi yang sangat menarik dan penting untuk direnungkan oleh kita bersama.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يوشك الأمم أن تداعى عليكم كما تداعى الأكلة إلى قصعتها فقال قائل ومن قلة نحن يومئذ قال بل أنتم يومئذ كثير ولكنكم غثاء كغثاء السيل ولينزعن الله من صدور عدوكم المهابة منكم وليقذفن الله في قلوبكم الوهن فقال قائل يا رسول الله وما الوهن قال حب الدنيا وكراهية الموت.

Nabi bersabda : “(wahai kaum muslimin) Kelak bangsa-bangsa di dunia akan memperebutkan kalian, bagaikan memperebutkan makanan di atas piring.

Sahabat bertanya : “Apakah karena saat itu jumlah kami sedikit, wahai utusan Tuhan”.?.

Nabi menjawab : tidak, kalian justeru saat itu mayoritas. Sayangnya kalian bagaikan buih. Musuh-musuh kalian sudah tak lagi takut terhadap kalian. Karena kalian ditelikung oleh penyakit “wahan”.

Sahabat bertanya lagi : ”apakah “wahan”itu, wahai Nabi?.

Beliau menjawab : “cinta (rakus) terhadap dunia dan tak lagi ingat kematian”.

Itu bermakna kalian senang dan berambisi memeroleh kenikmatan harta benda dan kekuasaan.

Cara Menghidupkan Kembali Hati yang Mati

1. Banyak Mengingat Allah (Dzikir dan Istighfar)

Hati yang mati bisa dihidupkan dengan memperbanyak dzikir dan istighfar. Rasulullah SAW. bersabda:
مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُهُ، مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
“Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabbnya dengan yang tidak berdzikir adalah seperti orang hidup dan orang mati.” (HR. Bukhari, no. 6407)

2. Membaca dan Merenungi Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah obat bagi hati yang sakit dan mati. Allah SWT. berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌۭ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌۭ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ
“Wahai manusia, sungguh telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit (yang berada) di dalam dada.” (QS. Yunus: 57)

3. Berteman dengan Orang Shalih

Hati akan terpengaruh oleh lingkungan. Rasulullah SAW. bersabda:
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“Seseorang berada dalam agama sahabatnya, maka hendaklah ia melihat siapa yang dijadikannya sahabat.” (HR. Abu Dawud, no. 4833)

4. Mengingat Kematian

Mengingat kematian membuat hati lebih lembut dan kembali kepada Allah. Rasulullah SAW. bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan (kematian).” (HR. Tirmidzi, no. 2307)

Sehingga dengan demikian maka Hati yang mati bukanlah akhir segalanya. Selama ruh masih di badan, masih ada kesempatan untuk kembali kepada Allah. Semoga kita menjadi hamba yang memiliki hati yang hidup, dipenuhi cahaya iman, dan senantiasa dekat dengan Allah.

PENUTUP

Menghidupkan Kembali Hati yang Telah Mati, Sebuah Perjalanan yang Penuh Harapan

Di akhir perjalanan ini, kita diajak untuk merenung, untuk melihat jauh ke dalam diri kita, lebih dalam daripada sekadar tampilan luar. Hati, yang tak kasat mata, tetapi adalah pusat segala tindakan, adalah cermin dari jiwa kita. Ketika hati mati, segala perasaan, pemikiran, dan tindak tanduk kita pun menjadi tumpul, seperti cahaya yang tak mampu menembus kegelapan.

Hati yang mati adalah jiwa yang tersesat dalam dunia fana, terhimpit oleh kebiasaan buruk, dan terperangkap oleh godaan duniawi.

Namun, di balik semua itu, masih ada harapan. Tuhan yang Maha Pengasih membuka pintu rahmat-Nya bagi siapa saja yang berusaha untuk kembali kepada-Nya. Sebagaimana embun pagi yang menyegarkan tanah yang kering, begitulah kasih sayang Allah yang dapat menghidupkan kembali hati yang telah mati, selama kita memiliki niat yang tulus untuk kembali kepada-Nya.

Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
فَفِرُّوا۟ إِلَى ٱللَّهِ إِنِّىٓ لَكُم مِّنْهُ نَذِيرٌۢ مُّبِينٌۢ
“Maka lari kepada Allah, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang jelas dari-Nya.” (QS. Adh-Dhariyat: 50)

Lari menuju Allah adalah lari yang penuh dengan kedamaian, lari yang membawa kita menuju hidup yang sebenar-benarnya hidup. Hati yang mati tidak perlu dibiarkan begitu saja, tidak perlu terpuruk dalam kegelapan. Ada jalan menuju terang, ada cara untuk menghidupkannya kembali.

Tanda-tanda hati yang mati, seperti tidak merasa berdosa, kehilangan rasa takut kepada Allah, bahkan menganggap remeh ibadah, adalah panggilan untuk kita bangkit. Kita harus jujur pada diri sendiri, menilai dengan cermat kondisi hati kita, apakah ia sudah terkontaminasi oleh keburukan ataukah masih mampu merespons cahaya kebenaran?

Namun, kebangkitan hati bukanlah hal yang mudah. Sebagaimana kita harus mencangkul tanah yang keras untuk menanam benih, begitu pula kita harus menggali jiwa kita yang keras dengan ketulusan dan niat yang kuat. Membangkitkan hati yang mati adalah perjalanan panjang yang memerlukan komitmen, kesabaran, dan perjuangan yang tak kenal lelah. Kita harus menghidupkan kembali hati kita dengan banyak dzikir, dengan kebiasaan baik, dengan memperbanyak amal yang mendekatkan kita pada-Nya.

Hati yang hidup adalah kunci segala kebaikan. Jika hati kita selamat, maka seluruh tubuh kita pun akan selamat. Jika hati kita hidup, maka hidup kita pun akan penuh dengan cahaya, penuh dengan kedamaian dan ketenangan.

Pencarian untuk menghidupkan kembali hati yang mati adalah perjuangan yang tiada henti, tetapi juga penuh dengan keberkahan. Hati yang hidup adalah sumber inspirasi, cinta, dan keberkahan dalam hidup kita. Ketika kita menjadikan Allah sebagai pusat hidup kita, maka hati kita akan dipenuhi dengan rasa cinta-Nya, dengan cahaya-Nya, dengan kedamaian yang tak ternilai.

Maka, untuk kita yang mungkin merasa hati ini telah mati, janganlah berputus asa. Jangan biarkan keputusasaan membelenggu jiwa. Allah selalu membuka jalan bagi hamba-Nya yang ingin kembali, bagi siapa saja yang ingin mencari jalan keluar dari kegelapan menuju cahaya-Nya.

Semoga setiap langkah kita menuju Allah adalah langkah yang penuh dengan kesadaran dan kesungguhan, hingga akhirnya kita dapat merasakan kehidupan yang sejati, kehidupan yang dipenuhi dengan ketenangan dan kebahagiaan hakiki.

Karena, pada akhirnya, hati yang hidup adalah yang selalu terikat pada kasih sayang-Nya, yang senantiasa merindukan pertemuan dengan-Nya.

Dan hanya dengan begitu, kita bisa merasakan kedamaian yang sesungguhnya, yang tidak bisa digantikan oleh apa pun di dunia ini. # Wallahu A’lam Bishawab.

 

Facebook Comments Box