Ketua LBH Mahajaya Kritik Pengangkatan Perwira TNI Aktif sebagai Dirut Bulog, Bentuk Gagalnya Reformasi TNI
JAKARTA – Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mahajaya Emanuel Mikael Kota menilai pengangkatan perwira aktif TNI, Mayjen TNI Novy Helmy sebagai Direktur Utama Perum Bulog merupakan bentuk kegagalan reformasi birokrasi di tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Emanuel menegaskan bahwa langkah tersebut tidak hanya melanggar prinsip reformasi TNI, tetapi juga menunjukkan ketidakpekaan pemerintah dalam mematuhi regulasi yang ada.
“Kami memandang pengangkatan ini sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap semangat reformasi yang telah dirintis sejak 1998. Reformasi TNI bertujuan memisahkan militer dari ranah sipil, termasuk dari jabatan strategis di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menempatkan perwira aktif sebagai direksi BUMN menunjukkan ketidakpatuhan terhadap prinsip dasar tersebut,” tegas Emanuel, dalam keterangan tertulisnya (11/2).
Menurut Emanuel, pengangkatan Mayjen TNI Novy Helmy bertentangan dengan aturan konstitusi.
“Pengangkatan Mayjen Novy ini jelas bertentangan dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yang menegaskan bahwa prajurit TNI tidak diperbolehkan menduduki jabatan di luar institusi militer kecuali untuk jabatan tertentu setelah pensiun atau beralih status menjadi sipil,” tegasnya.
Menurutnya, dalam UU TNI sangat tegas diatur terutama pada Pasal 47 UU TNI jelas menyatakan bahwa prajurit TNI aktif dilarang menduduki jabatan sipil.
“Jabatan di BUMN seperti Direktur Utama Perum Bulog adalah posisi sipil yang semestinya hanya bisa diisi oleh mereka yang berasal dari kalangan profesional non-militer atau militer yang telah pensiun atau alih status,” imbuh Emanuel.
Lebih lanjut, Emanuel menilai keputusan pemerintah tersebut sebagai tindakan yang menunjukkan minimnya penghormatan terhadap prinsip supremasi sipil dalam sistem demokrasi. Ia mengingatkan bahwa supremasi sipil adalah pilar utama dalam tata kelola negara yang sehat dan demokratis.
“Jika pemerintah ingin melibatkan perwira TNI aktif dalam posisi strategis seperti di BUMN, seharusnya yang bersangkutan lebih dahulu mengajukan pensiun dini atau alih status. Itu adalah bentuk penghormatan terhadap supremasi sipil dan prinsip rule of law yang harus kita junjung tinggi,” jelas Emanuel.
Ia juga menilai keputusan tersebut sebagai bentuk inkonsistensi pemerintah dalam menjalankan regulasi terkait reformasi birokrasi dan tata kelola BUMN.
“Ketidakjelasan aturan main dan keberanian untuk menabrak regulasi akan berdampak buruk pada upaya memperbaiki tata kelola pemerintahan dan lembaga negara,” ujarnya.
Baginya, keputusan pengangkatan prajurit aktif ini adalah bentuk ugal-ugalan dalam bernegara.
“Kita tidak bisa terus-menerus mengabaikan aturan demi kepentingan jangka pendek. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap pengangkatan pejabat strategis dilakukan sesuai dengan prosedur hukum dan etika yang berlaku,” tutupnya Emanuel.