Band Sukatani, Demo Mahasiswa #IndonesiaGelap dan Wajah Indonesia ke Depan

 Band Sukatani, Demo Mahasiswa #IndonesiaGelap dan Wajah Indonesia ke Depan

Bhre Wira, Pengulas Kebudayaan Kontemporer

Di tengah hangatnya isu demo mahasiswa dengan tema Indonesia Gelap, tiba-tiba menyeruak kabar intimidasi polisi terhadap ekspresi seni sehingga menyebabkan pentolan musik punk rock yang lagi hit, meminta maaf ke publik.

“Perkenalkan saya Muhammad Syifa Al Lufti dengan nama panggung Alectroguy selaku gitaris (Band Sukatani). Saya Novi Citra Indriyati nama panggung Twister Angel selaku vokalis dari grup band Sukatani,” ucap mereka mengawali permintamaafan mereka dan sekaligus meminta supaya konten lagu mereka itu dihapus dari media sosial.

Pertanyaannya, apa yang salah? Bukankah yang mereka luapkan dalam bait lagu berjudul “Bayar, Bayar, Bayar”, tersebut, merupakan hal yang tidak salah. Baik dari segi hukum berekspresi maupun dari kenyataan yang dirasakan oleh banyak orang. Lalu apa dasarnya mengapa ekspresi estetik dalam musik dan lagu tersebut harus diborgol dari publik?

Inilah kini yang menjadi persoalan besar, karena menyangkut nasib dan masa depan kebebasan menyatakan hal yang jujur secara estetik yang tentu akan mewarnai wajah negeri ini ke depan. Jika tidak dijamin kebebasan semacam itu sejak sekarang, akan rugilah bangsa ini.

Persoalannya belum berapa lama juga, bidang ekspresi lain, yaitu seni lukis pada Desember 2024 yang menimpa Yos Suprapto, pelukis yang sudah terlanjur pameran di Galeri Nasional, Jakarta, tiba-tiba dibungkam juga, agar tidak memamerkan 5 lukisannya, hanya karena menunjukkan kenyataan tentang Jokowi. Sekarang tiba giliran bidang seni musik, ditake down hanya karena menyampaikan realita perpolisian yang dirasakan banyak orang.

Tapi siapa sebenarnya anak band punk rock Sukatani ini. Mengikuti laporan Tempo, Sukatani adalah sebuah grup band bergenre punk yang terdiri dari dua orang, yakni Muhammad Syifa Al Lufti sebagai gitaris dan Novi Citra Indriyati sebagai vokalis. Melansir dari profil Instagram mereka, Novi dikenal dengan nama panggung Ovi atau Twister Angel, sedangkan Lutfi memiliki nama panggung Al atau Alectroguy.

Berdasarkan informasi dari laman Spotify Sukatani, grup musik duo ini pertama kali muncul di Purbalingga pada awal Oktober 2022. Nama Sukatani sendiri diambil dari sebuah desa yang dikenal asri dan makmur, mencerminkan nilai-nilai yang ingin diwujudkan dalam karya-karya mereka.

Grup ini baru merilis satu album musik yang berjudul Gelap Gempita pada 24 Juli 2023. Album tersebut pada awalnya berisi delapan lagu. Namun setelah lagu ‘Bayar Bayar Bayar’ ditarik dari platform pemutar musik, album tersebut kini tersisa tujuh lagu, yang berisi ‘Sukatani,’ ‘Semakin Tua Semakin Punk,’ ‘Tanam Kemandirian,’ ‘Alas Wirasaba,’ ‘Realitas Konsumerisme,’ Jangan Bicara Solidaritas,’ dan ‘Gelap Gempita.’

Grup ini berawal dari keinginan sang vokalis, Novi atau yang dikenal dengan sebutan “Twister Angel,” untuk terus bermusik. Sejak 2013, Novi telah menjadi anggota grup musik asal Purwokerto dan masih aktif hingga kini.

Di tengah kesibukannya sebagai buruh dan vokalis, Novi mulai menuangkan keresahan sosial yang ia rasakan ke dalam lirik lagu. Ia kemudian membagikan lirik-lirik tersebut kepada rekannya, Lutfi atau “Alectroguy,” yang membantu mengembangkan materi musiknya. Inspirasi mereka banyak dipengaruhi oleh grup Anarcho-Punk era 80-an serta band-band dari gelombang awal Proto-Punk.

Tanpa tambahan personel lain, Novi dan Lutfi mengandalkan teknik produksi digital untuk mengisi instrumen. Lutfi menangani gitar serta produksi digital instrumen drum dan bass, sementara Novi bertanggung jawab atas vokal dan teriakan. Pendekatan ini juga mendorong mereka untuk menambahkan elemen synthesizer dalam aransemen mereka. Akhirnya, musik yang mereka hasilkan menjadi perpaduan unik antara Street Punk dan musik elektronik.

Yang menurut saya unik dari grup band punk ini, citra vokalis perempuannya yang berpakaian sopan, tidak urakan dan menyembulkan bagian-bagian aurat perempuan sebagai daya tarik sensual. Mereka menekankan daya tarik visual mereka dengan topeng mirik Algojo. Tidak bisa ditutupi, mereka menghormati aturan Islam dalam kehidupan pribadi mereka, setidaknya yang tampak di permukaan.

Dapatkah kita lebih jauh membayangkan, bahwa ekspresi pemberontakan atas kesumpekan hidup yang tiada kepastian hukum di Indonesia telah menekan ekspresi mereka untuk meluapkan musik yang terus terang dan lugas itu, dan pada saat yang sama, mempercayai bahwa Islam tetap menjadi api spritual bagi anak manusia di Indonesia ini.

Kalau saya sendiri menilai, peristiwa dinamika seni ini, merupakan pertanda baik bagi masa depan kebudayaan di Indonesia, karena api pencerahan itu tetap membara dari lapisan-lapisan yang tak terpikirkan oleh pemerintah, yaitu di dalam masyarakat anak muda, dan justru dari Purbalingga yang tidak terkirakan oleh elit Jakarta yang suka membuat hal secara memusat. Lanjutkan ekspresi. Hantam kemunafikan elit-elit Jakarta yang korup dan sok nasionalis dan suci.

Facebook Comments Box