RAMADHAN: Tamu Agung yang Dinanti

 RAMADHAN: Tamu Agung yang Dinanti

Tampak dari luar Masjid al-Firman saat masyarakat Pati menanti buka puasa bersama dengan Firman Soebagyo

Oleh: Munawir Kamaluddin, Dosen UIN Alauddin Makassar

Ramadhan adalah detik-detik emas dalam hidup seorang mukmin. Ia datang seperti embun yang jatuh di pagi hari, menyentuh hati yang gersang dengan kesejukan ampunan.

Ia mengetuk pintu jiwa yang telah lama terbelenggu oleh kelalaian, mengajak setiap insan kembali kepada fitrah, kembali merasakan nikmatnya sujud yang penuh ketundukan, kembali merasakan manisnya air mata yang mengalir karena rindu kepada Tuhan.

Bulan ini bukan sekadar pergantian waktu dalam kalender. Ia adalah madrasah ketakwaan, tempat di mana jiwa ditempa dengan kesabaran, kesungguhan, dan keikhlasan.

Setiap harinya adalah kesempatan baru, setiap malamnya adalah ladang doa, dan setiap detiknya adalah hamparan pahala yang terbentang luas.

Ramadhan bukan hanya bulan biasa. Ia adalah bulan di mana pintu-pintu surga terbuka lebar, pintu-pintu neraka tertutup rapat, dan setan-setan dibelenggu.

Langit pun bersinar lebih terang, bumi merasakan getaran cinta dari hamba-hamba yang bersujud lebih lama, dan para malaikat turun membawa kabar gembira bagi mereka yang bersungguh-sungguh dalam ibadah.

Pernahkah kita bertanya kepada diri sendiri, untuk apa sebenarnya kita hidup? Untuk apa setiap detik usia kita berlalu, setiap tarikan napas kita berjalan, dan setiap langkah kita menapaki dunia?

Pernahkah kita merenung, ke mana semua ini akan bermuara? Ke mana akan berlabuh semua letih dan peluh, semua tawa dan tangis, semua cinta dan luka yang kita rasakan selama ini?

Pernahkah kita menyadari, bahwa di balik kesibukan dunia yang melenakan, ada sesuatu yang lebih abadi yang menanti? Bahwa ada kehidupan yang jauh lebih nyata dibanding apa yang kita genggam saat ini?

Kita sering terperangkap dalam rutinitas. Pagi datang, kita sibuk mengejar dunia. Malam tiba, kita terlelap dalam kelelahan. Begitu seterusnya, hari demi hari, tahun demi tahun, hingga tanpa sadar, kita semakin jauh dari hakikat keberadaan kita.

Lalu Allah, dengan kasih sayang-Nya yang tak terbatas, mengirimkan satu bulan dalam setahun, sebagai mercusuar bagi jiwa-jiwa yang tersesat. Ia adalah cahaya bagi hati yang gelap, adalah oase bagi ruh yang kering, adalah panggilan bagi mereka yang ingin kembali.

Bulan itu adalah *Ramadhan.*

Bulan di mana Allah membuka lebar-lebar pintu pengampunan-Nya.
Bulan di mana setiap helaan napas kita bernilai ibadah.
Bulan di mana setiap sujud kita bisa menjadi jalan menuju surga.
Rasulullah SAW.bersabda:
إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ

“Ketika Ramadhan datang, pintu-pintu langit dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Al-Bukhari No. 1899, Muslim No. 1079)

Betapa Ramadhan adalah bulan yang dipenuhi rahmat. Dalam setiap hembusan angin malamnya, ada lantunan doa yang menggema ke langit.

Dalam setiap kilauan cahaya fajar, ada harapan baru yang terbit. Inilah saat di mana kita kembali kepada Tuhan, bukan dengan rasa takut semata, tetapi dengan cinta yang dalam, dengan rindu yang menggebu, dengan hati yang ingin meraih maghfirah-Nya.

*Ramadhan: Bulan yang Membasuh Jiwa*

Selama sebelas bulan, kita mungkin terseret dalam arus kehidupan yang membuat hati semakin jauh dari Allah.

Dosa-dosa kecil menggunung, ibadah mulai terasa hampa, dan dunia dengan segala hiruk-pikuknya menyita perhatian kita. Namun, Ramadhan hadir sebagai penyembuh. Ia seperti hujan yang menyucikan debu yang melekat di relung hati, membangunkan jiwa yang tertidur, mengajak kita kembali merasakan nikmatnya ibadah. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi ia adalah latihan untuk jiwa. Ia adalah proses penyucian, di mana kita belajar mengendalikan hawa nafsu, mengasah kesabaran, dan merasakan nikmatnya beribadah dengan penuh keikhlasan.

Di dalamnya ada ketenangan, ada kesejukan, ada kebahagiaan yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang meresapi esensi sejatinya.

*Ramadhan: Bulan Penuh Cahaya dan Harapan*

Ramadhan bukan hanya tentang ritual, tetapi tentang perubahan. Ia datang untuk mengajarkan kita arti kesabaran, arti keikhlasan, arti perjuangan dalam menaklukkan diri sendiri.

Di bulan ini, doa-doa yang mungkin selama ini hanya lirih terucap, kini menjadi nyanyian hati yang menggema. Dzikir yang mungkin jarang terlontar, kini menjadi irama yang menenangkan jiwa. Shalat yang dulu terasa berat, kini menjadi pelipur lara. Al-Qur’an yang mungkin terlupakan, kini kembali menjadi sahabat sejati.
Rasulullah SAW.
bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa yang melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari No. 37, Muslim No. 759)

Lihatlah betapa Allah membuka luas pintu pengampunan-Nya! Satu bulan yang penuh keberkahan, di mana setiap sujud bisa menghapus dosa, setiap istighfar bisa menenangkan hati, dan setiap air mata yang jatuh bisa menjadi saksi kesungguhan seorang hamba di hadapan Tuhannya.

Ramadhan bukan hanya tentang menahan lapar, tetapi tentang menghidupkan hati. Ia adalah bulan di mana cinta kita kepada Allah diuji dan dipupuk, bulan di mana harapan baru ditanam dan ditumbuhkan.

Maka sambutlah Ramadhan dengan hati yang bersih, dengan jiwa yang lapang. Biarkan ia menjadi titik balik dalam hidup kita, menjadi pijakan awal menuju kehidupan yang lebih dekat dengan Allah, lebih bermakna, lebih bercahaya.

Wahai Ramadhan… Kami telah menanti hadirmu. Bimbinglah kami, ajari kami, dan biarkan kami larut dalam keindahan ibadah di dalammu…# Wallahu A’lam Bishawab.

Facebook Comments Box