Rifqinizamy Karsayuda: Komisi II DPR RI Berusaha Pembiayaan Pilkada Ulang dari APBN Rp700 Miliar

JAKARTA – Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi NasDem M. Rifqinizamy Karsayuda menjelaskan pihaknya di Komisi II DPR RI akan berupaya biaya Pilkada Ulang alias PSU (Pemungutan Suara Ulang) dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp700 miliar di 24 daerah di Indonesia.
Sebagai informasi, berdasarkan ketentuan UU Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, disebutkan bahwa sumber pembiayaan pemilihan kepala daerah berasal dari APBD Provinsi maupun kabupaten/kota. Meskipun demikian, jika APBD di masing-masing kabupaten/kota terbatas, terlebih untuk menyelenggarakan Pemungutan Suara Ulang (PSU), maka maka perbantuan APBD Provinsi maupun APBN bisa dilakukan
“Karena itu supporting APBN sedang kami upayakan sebesar Rp700 miliar kurang lebih untuk memastikan Pilkada sesuai Putusan MK bisa dilaksanakan sesuai waktu yang telah ditetapkan KPU,” kata Rifqinizamy kepada wartawan, Jakarta, Senin (2/3/2025).
Rifqi yang juga Presidium KAHMI Pusa ini menegaskan, terhadap 24 daerah yang akan melakukan PSU, baik seluruhnya maupun sebagian, Komisi II dengan Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu telah menginventarisir bahwa kesanggupan daerah itu kurang dari 30 persen terhadap total pembiayaan yang dibutuhkan. Adapun total pembiayaan untuk PSU di 24 daerah tersebut kurang lebih Rp1 triliun.
“Insyaallah pemerintah melalui Kemendagri dan Kemenkeu menyanggupi hal ini dan nanti akan kita umumkan sama2 di Komisi II DPR RI pada saat Raker dan RDP bersama Mendagri dan Penyelenggara Pemilu saat 10 Maret 2025 yang akan datang,” ujarnya..
Sebelumnya, MK telah membacakan putusan 40 perkara sengketa hasil Pilkada 2024. Hasilnya, MK memerintahkan ada pencoblosan ulang di 24 pilkada.
MK membatalkan hasil Pilkada di 24 daerah karena ada calon yang didiskualifikasi. Mereka didiskualifikasi dengan berbagai alasan, mulai dari tak ngaku sebagai mantan terpidana, tak tamat SMA, hingga sudah menjabat 2 periode.
Kemudian, ada satu perkara yang diputuskan agar dilakukan rekapitulasi ulang dan satu perkara yang diminta untuk perbaikan Keputusan KPU tentang penetapan hasil pilkada. Sementara, 14 gugatan lainnya tidak dikabulkan MK.