‘Pemprov DKI Tidak Bijak Melarang Takbir Keliling, Tapi Kenapa Agama Lain Dibolehkan…?’
JAKARTA, LintasParlemen.com – Takbir keliling adalah ekspresi kegembiraan umat Islam menyambut datangnya hari raya Idul Fitri setelah sebulan penuh melaksanakan ibadah puasa Ramadhan.
Namun ekspresi kegembiraan umat Islam itu sepertinya akan ternodai. Pasalnya, Pemprov DKI Jakarta akan bersikukuh tetap melarang takbir keliling ibu kota dengan mobil atau kendaraan roda dua lainnya.
Alasan utamanya adalah takbir cukup di mushola atau masjid masing-masing. Jika dilihat dari syiarnya, takbiran hanya di masjid dan musolla akan menghilangkan beberapa nilai syiar Islam itu.
Kebijakan larangan ini mendapat kritik cukup keras dari Arsul Sani, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Alumni HMI tak terima pelarangan itu.
“Tidak seharusnya Pemprov DKI melarang takbir keliling, yang mestinya dilakukan adalah mengeluarkan aturan bertakbir keliling secara tertib, yakni tertib berlalu lintas, berkendara, dan memenuhi standar keselamatan”, ujar Arsul kepada LintasParlemen.com, Jakarta, Senin, (04/07/2016).
Lanjut Arsul, dalam konteks tertib ini, maka yang tidak bisa ditertibkan, baru kemudian bisa diberhentikan, ditindak dilarang dan melanjutkan takbir kelilingnya. Bukan dilarang takbir keliling yang sudah turun temurung terjadi.
Arsul menambahkan bahwa ketika Pemprov DKI melarang maka yang ada dalam perasaan umat Islam tersakiti. Di mana larangan itu adalah rasa terdiskriminasi dibanding kebijakan terkait kegiatan olah raga, sosial atau bahkan kegiatan keagamaan dari pemeluk agama lainnya.
“Padahal kalau ukurannya soal keselamatan atau membahayakan keamanan manusia, maka ketika ada pertandingan-pertandingan sepakbola antar kesebelasan tertentu maka tingkat kerawanan keamanan dan keselamatan masyarakat jauh lebih ada pada titik rendah. Tapi kenapa tak dilarang?,” berangnya.
Anggota Komisi III DPR RI menunjuk contoh pada korban anggota polisi yang dianiaya oleh suporter sepakbola atau mobil-mobil yang dilempari mereka dan mengalami kerusakan parah. Namun, itu tak dilarang, tapi kenapa takbir keliling dilarang, tanyanya.
Lebih jauh, Arsul mengingatkan bahwa larangan tersebut makin menumbuhkan sentimen SARA di kalangan umat Islam yang mayorutas dan bisa tidak kondusif dalam upaya Pemprov DKI Jakarta menjaga kesatian dan persatuan bangsa, khususnya di Ibukota Negara Indonesia.
“Selain soal itu seolah-olah ada unsur SARA terkait larangan takbir keliling ini. Larangan itu juga akan dimaknai bahwa Pemprov DKI makin bersikap represif terhadap masyarakat kecil yang nota bene umat Islam setelah kasus penggusuran wilayah Luar Batang dan lain sebagai-nya,” tegas Anggota Baleg DPR RI ini.
Oleh karena itu, Arsul meminta agar Pemprov DKI tidak hanya sekedar melarang takbir keliling, tetapi juga paling memfasilitasi gema takbir bersama di tempat-tempat umum.
“Jadi kalaupun tidak boleh berkeliling, buat titik-titik di mana umat Islam bisa berkumpul bersama dalam jumlah yang lebih besar dari yang bisa ditampung di masjid-masjid untuk menggemakan takbir pada malam Idul Fitri itu,” ujarnya.
Arsul juga membandingkan sikap Pemerintah Provinsi (Pemrov) DKI Jakarta seolah pilih kasih terhadap penganut ajaran agama tertentu. Di mana beberapa waktu lalu diizinkan memakai Stadion Gelora Bung Karno, sedangkan umat Islam hanya takbir keliling saja dilarang.
“Lihatlah saudara-saudara kita umat Kristiani, mereka diizinkan menggunakan stadion atau istora Senayan untuk merayakan Natal, mengapa Pemprop DKI tidak memfasilitasinya?” ujar Arsul menutup keterangannya. (HMS)