DPR Minta Mendikbud Batalkan Full Day School, Jangan Egois!

 DPR Minta Mendikbud Batalkan Full Day School, Jangan Egois!

Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi Gerindra Sutan Adil Hendara (SAH) (foto: dpr.go.id)

JAKARTA, Lintasparlemen.com – Ide awal dari rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI hasil reshuffle Muhadjir Effendy menerapkan sekolah sehari penuh atau biasa disebut Full Day School menuai pro kontra.

Rencana itu akan diberlakukan di tingkat pendidikan dasar SD dan SMP baik sekolah swasta maupun negeri. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari program full day school ini?

Alasan sang Menteri Muhadjir itu agar anak sepulang dari sekolah tidak sendiri lagi ketika orangtua mereka masih bekerja. Di mana dengan sistem full day school ini secara perlahan anak didik akan terbangun karakternya dan tidak menjadi liar di luar sekolah ketika orangtua mereka masih belum pulang dari kerja.

Niat baik Menteri Muhadjir ditolak keras oleh Wakil Ketua Komisi X yang membidangi masalah pendidikan, Sutan Adil Hendra (SAH). Menurut SAH, begitu biasa disapa, seharusnya sistem pendidikan di Indonesia harus diformulasikan dengan baik, tidak ‘diacak-acak’ seperti sekarang ini.

“Kita baru saja ingin membenahi masalah kurikulum pendidikan yang belum kelar diurus, eh ada lagi masalah baru yang kerap kali di acak-acak. Apalagi sekarang muncul gagasan lagi untuk anak sekolah seharian penuh belajar di sekolah. Keputusan itu hanya dengan alasan bahwa pendidikan dasar saat ini tidak siap menghadapi perubahan zaman di era global ini,” ujar SAH saat dihubungi Lintasparlemen.com, Jambi, Rabu (10/08/2016) kemarin.

Alasan SAH meminta pemerintah memikirkan kurikulum dasar yang berintegrasi, dan tidak diacak-acak lagi dengan adanya menteri yang baru. Ia menambahkan, jika kebijakan ini diterapkan, akan mengurangi interaksi anak dengan orang tuanya, termasuk waktu untuk mengaji yang biasanya dilaksanakan pada sore hari.

Politisi Gerindra ini sangat khawatir jika kebijakan ini dipaksakan akan membebani orang tua karena harus memberi uang saku lebih kepada anaknya. Dan pemerintah harus sadar bahwa tidak semua orang tua dikategorikan mampu membiayai anaknya.

“Kita juga harus pikirkan, bagaimana dengan uang jajan anak dengan konsumsi anak sekolah saat siang atau sore hari. Apa orang tua bisa selalu memberikan uang saku lebih atau bekal. Ini harus dipikirkan oleh pemerintah, jangan egosi. Kita juga tahu, bahwa banyak anak sekarang yang tidak bawa uang jajan, bahkan tidak sarapan pagi karena orang tuanya tak punya uang atau kurang mampu,” jelas SAH.

SAH pun meminta Mendikbud membatalkan kebijakan itu. Dan mengkaji ulang ide sekolah sehari penuh itu atas pertimbangan pada hak bermain anak tidak dirampas oleh kebijakan pemerintah yang sangat prematur.

“Sebaiknya kebijakan seperti ini harus didahului dengan kajian yang universal serta tidak parsial, tidak seperti sekarang yang sangat prematur. Pemerintah juga harus memikirkan keadaan keluarga anak didik kita seperti apa jika kebijakan ini dipaksakan,” terangnya.

Tak lupa ia mengingatkan pemerintah untuk mencontohi negara maju seperti Finlandia dalam menerapkan kurikulum di sekolah dengan memberi ruang kebebasan bagi anak didik mengembangkan kreativitas dan imajinasi agar terus berkembang. (HMS)

 

Facebook Comments Box