Firman Soebagyo: Jika Revisi UU Dwi Kewarganegaraan Itu Dianggap Perlu, maka Akan Masuk Prolegnas 2016
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Kasus Arcandra Tahar dan Gloria Natapraja Hamel menjadi polemik di tengah masyarakat. Alasan itu pula sejumlah anggota DPR RI menganggap perlu menata kembali tata kenegaraan dengan merevisi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan.
Menurut Wakil Ketua Baleg DPR Firman Soebagyo ada peluang untuk merevisi UU Kewarganegaraan itu dan masuk pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2016 ini jika disepakati bersama di DPR RI.
Firman yang juga Sekretaris Dewan Pakar Golkar ini mengatakan, jika revisi UU itu dianggap perlu dan penting tak tertutup kemungkinan pada masa sidang tahun 2016 ini rencana tersebut akan terealisasi.
“Kalau ini menjadi salah satu yang urgen, tentunya harus kita masukan pada Prolegnas tahun 2016 ini,” ujar Firman saat dihubungi lintasparlemen.com, Jakarta, Jumat (19/08/2016).
Hanya saja, lanjut Firman, dalam aturannya di DPR, setiap rancangan undang-undang (RUU) atau revisi UU yang ada harus sesuai pembahasan yang ada dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Jika sudah disetujui oleh pemerintah maka yang menjadi langkah selanjutnya adalah, apa akan dibahas di Badan Legislasi (Baleg) atau Panitia Khusus (Pansus).
“Problemnya adalah ketika ada usulan tambahan seperti ini, namun di komisi harus membahas RUU sesuai dengan DIPA yang ditetapkan pemerintah, maka yang akan menjadi persoalan kemudian adalah apa harus dibahas di Baleg atau Pansus,” ujarnya.
Karena itu, alumni UGM dan Unpad ini menjelaskan, sebelum menyepakati UU itu direvisi, banyak hal yang harus diperhatikan menjadi aspek utama dalam penyusunan UU itu. Tujuannya, terang politisi senior asal Pati, Jawa Tengah ini, agar tidak bertentangan dengan asas konstitusi di Indonesia.
“Dalam melakukan revisi UU, kita harus benar-benar mengedepankan kepentingan nasional, di atas kepentingan golongan. Karena itu, kita tak bisa terburu-buru apalagi emosional menyusun UU itu. Tidak boleh juga alasan karena di luar negeri menerapkan dwi kewarganegaraan kemudian kita ikut. Kita punya asas institusi yang berbeda dengan negara lain. Setiap bangsa memiliki perbedaan karakteristik dalam menata dan mengelola pemerintahannya. Tapi bagi saya, yang terpenting kita melihat apakah bertentangan dengan asas konstitusi kita atau tidak,” jelasnya.
Seperti diungkapkan ahli hukum intenasional dari Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana bahwa Arcandra Tahar tak masalah bila kembali menjadi WNI. Di mana Arcandra tak perlu ada deportasi atau masuk rumah detensi. Karena Arcandra memiliki keahlian tertentu dan potensi yang luar biasa karena memiliki keahlian di perminyakan.
Seperti diketahui, pada rapat paripurna DPR yang dipimpin oleh oleh Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan di Nusantara II, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (20/06/2016) lalu, menyetujui perubahan Prolegnas 2016 dengan 10 RUU yang masuk ke Prolegnas prioritas 2016. (HMS)