Ini Kerugian Negara jika RUU Tembakau Tak Dilanjutkan Pembahasannya
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan masuk dari 10 RUU yang masuk pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2016 ini.
Alasan itu Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo berharap RUU itu segera dibahas dan disahkan menjadi UU untuk mengatur pembatasan makin maraknya perilaku impor tembakau dan makin maraknya penguasaan kretek nasional dari perusahaan tembakau asing di dalam negeri.
Menurut Firman yang juga Sekretaris Dewan Pakar Golkar ini, kini nilai impor tembakau di dalam negeri masih sangat terbilang tinggi bahkan sudah melewati batas toleransi yang ada.
“Jika ini terus dibiarkan berlangsung di Indonesia, ini tentu sangat berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi nasional kita,” ujar Firman di Jakarta, Jumat (10/08/2017) kemarin.
Ketua Umum Ikatan Keluarga Kabupaten Pati (IKKP) ini menilai, tingginya nilai impor tembakau itu di Indonesia membuka kesempatan bagi negara asing menguasai industri rokok di dalam negeri.
Jika industri rokok, lanjut Anggota Komisi IV DPR ini, telah dikuasai oleh kepentingan asing. Tentu hal itu akan berdampak buruk kepada tenaga kerja, petani tembakau dan industri rokok di Indonesia.
“Seperti kita ketahui, saat ini sudah ada 97 persen saham perusahaan rokok terbesar Indonesia yang telah dikuasai oleh bangsa asing dan hanya tiga persennya saja yang dipegang oleh orang Indonesia. Ini miris melihatnya,” jelasnya.
Alumni UGM dan Unpad ini tak menampik banyaknya perlawanan dan penolakan dari berbagai pihak termasuk dari LSM terkait RUU Pertembakauan inj. Karena itu, politisi senior asal Pati, Jawa Tengah ini mengaku siap jika ada pengawasan dari Komisi Pemberantasan Korupasi (KPK) selama proses penyusunan RUU itu.
Pada kesempatan yang sama, Firman mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan diskusi dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Tenaga kerja terkait urgensitas RUU Pertembakauan ini.
“Ya kami di DPR siap dan telah bersepakat untuk terus melanjutkan UU ini. Karena tujuan kami membahas RUU ini untuk membela hak para petani dan masyarakat Indonesia,” pungkasnya.
Seperti informasi yang diterima lintasparlemen.com, saat ini angka pertumbuhan perokok di dalam negeri tercepat dan tertinggi di dunia, telah mencapai 14 persen per tahun. Dan ada 188 negara di dunia telah meregulasi dan membatasi konsumsi rokok melalui aksesi FCTC.
Hingga kini tinggal Indonesia yang sangat melonggarkan konsumsi, pengedaran, penjualan, dan promosi rokok di mana-mana. (HMS)