Ini Pandangan PDIP Terkait Pengesahan PKPU Membolehkan Terpidana Percobaan Bisa Mencalonkan di Pilkada
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Anggota Komisi II DPR Arteria Dahlan merasa kesal atas keputusan yang akhirnya memutuskan terpidana percobaan bisa mencalonkan diri dalam Pilkada 2017 mendatang, pada rapat dengar pendapat (RDP) dengan pihak pemerintah KPU-Bawaslu Ahad (11/09/2016) lalu.
Politisi PDIP itu mengungkapkan bahwa perubahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) itu bisa disebut sebagai kesimpulan bahwa Komisi II DPR melakukan rapat dengan memutuskan hal terpenting dalam negeri ini ala koboi.
“Pada kesimpulan RDP kemarin itu tidak diumumkan dan dibacakan kembali. Hebat, semua dibuat ala koboi, tanpa mengindahkan prosedur dan ketentuan UU yang ada,” kata anggota komisi II asal PDIP Arteria Dahlan dalam pesan singkat, Selasa (13/9/2016).
Berikut padangan Arteria Dahlan itu:
- Tragis, setelah selesai kompromi Terpidana boleh mencalonkan, pembahasan PKPU diserahkan ke KPU
Saya belajar banyak hal dari kejadian ini. Saya akhirnya tahu kenapa produk perundang-undanganan yang dihasilkan oleh DPR bersama pemerintah kualitasnya jauh dari yang diharapkan, tdk substansial, dan justru menyimpang dari maksud diadakannya peraturan tersebut.
Seperti halnya PKPU, ternyata pembahasan tidak pada menyinergikan, mensinkronkan dan mengharmoniskan apakah rumusan norma dalam PKPU tidak sesuai dengan norma dalam UU itu sendiri.
Ternyata tidak demikian, pembahasan lebih ditekankan pada kepentingan-kepentingan kelompok yang mendominasi sebagian besar waktu pembahasan. Padahal masih banya isu strategis yang seharusnya dibahas.
Setelah kepentingannya terakomodir, tidak tampak lagi hasrat atau niataan semua pihak yang terlibat untuk kembali mencermati hal substansial. Padahal terbukti dalam banyak hal norma yang dibuat KPU bertentangan dengan UU. Banyak pengaturan yang keliru dan cenderung tidak sesuai dengan yang dimaksud pembentuk UU saat membuat UU.
Banyak isue seputar pengaturan kampanye, rekening dana kampanye, sumbangan pasangan calon yang terlupa untuk diatur. Kekeliruan pengaturan pemungutan dan penghitungan suara maupun rekapitulasi semua dianggap sedehana dan menguap begitu saja seiring dengan selesainya kompromi.
Saya ingatkan Dirjen Otda dan KPU untuk serius mencermati masalah ini, jangan alasan ingin cepat selesai dan kejar tayang, baca dan pahami UU. Kemarin kan mereka (Dirjen Otda dan KPU, red) melakukan kesalahan fatal terkait pemutakhiran data dan daftar pemilih, berapa kerugian yang ditimbulkan? Kita tak mau bikin heboh saja.
Masa sih pemerintah dan KPU bisa salah membaca UU? Sudah pernah salah, eh sekarang menggampangkan seolah2-olah cukup diselesaikan dengan dikembalikan pembuatan PKPU ini ke KPU? Kalau begitu percuma aja pembahasan kita selama ini, hanya untuk memasukkan kepentingan-kepentingan kelompok saja
2. Pemerintah harus bertanggung jawab atas Kesimpulan Rapat yang mengizinkan Terpidana boleh mencalonkan diri. Kalau tidak artinya ada permufakatan jahat atau setidaknya pembiaran “tindak pidana”
Saya minta semua rekaman persidangan rapat konsultasi DPR, pemerintah, KPU Bawaslu diputar kembali, jelas kok siapa pembicaraan, arahnya ke mana dan ditujukan untuk apa dan kepada siapa. Yang jelas kan ada yang ngotot banget bahkan melawan logika akal sehat sekalipun untuk mengatakan seseorang yang dihukum sepanjang tidak dipenjara badan itu bukan terpidana, ada yang ngotot boleh dengan alasan HAM, keadilan dan segala macam alasan yg tdk logis.
Hal itu telah mencederai akal sehat dan miskin nurani. Belum lagi yang kelewat progressive, tanpa persetujuan rapat internal ternyata memaksakan rapat dihari Jumat lalu. Walaupun fraksi kami (PDIP) sudah menyatakan tidak bisa hadir tapi toh tetap rapat dilaksanakan.
Ternyata informasi satu hari sebelum rapat dalam rapat tersebut akan dihadirkan ahli, tanpa mekanisme lembaga (DPR) untuk menetapkan siapa ahli yang layak dan terkait hal apa? Ahli bicara ke sana ke mari, tdk jelas, khususnya menerangkan hal isu yang hendak digali dan dibuat terang. Malamnya secara sepihak walaupun tanpa kehadiran 4 fraksi, dengan penolakan 2 fraksi, dan kehendak satu fraksi dianggaplah itu secara dipakasakan sebagai suatu kesimpulan komisi.
Kemuadian kami tetap keberatan dan diskors sampai Sabtu pukul 18.00 WIB. Yang lebih hebat lagi dalam forum yang tidak reprentatif dan tidak kuorum, dalam ruang makan komisi. Seolah-olah disepakati kesimpulan yang kami tidak sepakat itu.
Kesimpulan RDP kemarin pun tidak diumumkan dan dibacakan kembali. Hebat, semua dibuat ala koboi, tanpa mengindahkan prosesur dan ketentuan UU. Saya minta ini diusut tuntas, ke depan biar jera, biar nggak ada lagi arogansi kekeuasaan, baru dikasi pegang palu komisi aja sudah buat republik heboh.
Tragedi moral dan etika ini tidak mungkin terjadi kalau Dirjen Otda yang mewekili pemerintah berlaku tegas, tapi kan lucu, Dirjen Otda berseluncur di gelombang ombak yang dihempaskan oleh beberapa anggota saja. Sangat berbeda dengan statement Mendagri (Tjahjo Kumolo) yang mengatakan akan tunduk pada draft yg dibuat KPU, yang substansinya menolak terpidana percobaan sekalipun untuk dapat mencalonkan. Juga berbeda dengan ketegasan pemerintah yang menolak DPR mencalonkan diri, tapi untuk yang terpidana ini pemerintah terkesan soft dan memberi ruang. Coba diputar deh rekaman persidangan.
Akibat tidak tegasnya Dirjen Otda, berimplikasi pada keteguhan sikap KPU, yang perlahan tapi pasti akhirnya tidak berargumen dan memilih untuk mengikuti keputusan DPR dan pemeritah. Itu dimaklumi, mudah-mudahan saya keliru, KPU tidak mau membuak konflik terbuka mengingat sebentar lagi akan ada pemilihan anggota KPU Bawaslu.
Ya disadari atau tidak “perdagangan pengaruh” itu terjadi baik teraskan ataupun tidak, makanya ini ujian bagi KPU. Berani tidak keluar dari kesimpulan RDP khususnya mengenai diperbolehkannya terpidana mencalonkan. Kalau tidak berani ya sederhana saja, publik akan menilai KPU yang selalu menyatakan yang dirinya berintegritas, independen, imparsial dan mandiri.
Jadi publik harus tahu, dan jangan sepenuhnya marah ke DPR, karena pemerintah sendiri menyetujui terpidana boleh mencalonkan diri, bahkan turut memikirkan formula yang moderatnya seprti apa, gila kan? Jangan salahkan sepenuhnya sama DPR, putas saja rekaman Dirjen Otda yang mewakili pemerintah, dan semua pendapat anggota kemarin, lucu-lucu deh.
Kalau kalian punya anak SD aja akan bisa menilai dialektika pembahasan PKPU kemarin seperti apa. Nah ke depan untuk isu strategis yang seperti ini KPK sudah harus turun, cermati, dan kawal. Karena ini peristiwa berangkai, modusnya tdiak melulu uang tapi “perdagangan pengaruh”, dan kita sejak 2006 sudah meratifikasi lho dan itu termasuk korupsi. (HMS)