Din Syamsuddin Ingatkan Potensi Konflik SARA di Pilkada DKI Seperti Bara Api
JAKARTA, Lintasparlemen. com – KPU DKI Jakarta telah menetapkan tiga bakal calon gubernur untuk pemilihan kepala daerah serentak yang digelar 15 Februari 2017 mendatang. Itu artinya genderang pesta demokrasi langsung untuk masyarakat ibukota Jakarta sudah ditabu.
Alasan itu Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin mengingatkan untuk tetap waspada sekaligus prihatin dengan dinamika politik di DKI yang semakin memanas akhir-akhir ini.
Din yang juga mantan Ketua Umum Muhammadiyah ini menyampaikan bahwa ada potensi konflik atau gejolak yang muncul di lapisan masyarakat yang harus segera diantisipasi. Khususnya di lima wilayah rawan konflik di ibukota negara ini.
Apalagi gejolak itu, kata Din, saat ini sedang menjurus pada sentiment SARA yang ditujukan pada pendukung masing masing-masing pasangan calon untuk mengambil hati rakyat, yqng juga pemilik suara.
“Saya lihat pada ajang Pilkada di DKI Jakarta ini sudah pada tingkat ekstrem, penuh pertentangan antara kelompok masyarakat. Ini bisa terjadi pada dua kubu besar di Pilkada. Saya simbolkan seperti bara api. Jika hal itu dibiarkan menyala, dan akan tidak mudah untuk dipadamkan bara api itu,” ujar Din pada Lintasparlemen.com, Sabtu (24/09/2016).
Apa yang harus dilakukan oleh seluruh pihak agar hal itu tidak terjadi? Din menyampaikan berpesan agar masing-masing pasangan calon dan pendukungnya menahan diri, serta tidak saling menghujat dan menjatuhkan satu sama lain yang berujung pada soal SARA.
Sehingga, menurut Din, ketiga paslon itu nantinya untuk menjaga perkataan dan ucapannya selama proses Pilkada dilakukan hingga pemungutan dan penetapan pemenang digelar.
Bukan itu saja, ia juga mengingatkan pada partai pengusung dan pemilik modal agar tidak mengompori situasi yang ada sehingga berujung pada konflik antar anak bangsa.
“Kita berharap dalam pertemuan publik termasuk kampanye, jangan bersikap dan berkata arogan, jangan merasa superior, absolut, dan jangan mengompori pendukung, serta hindari ketegangan verbal. Karena kalau sudah muncul aksi reaksi, saya khawatir Polri dan TNI pun tak bisa mengatasi konflik itu,” jelasnya.
Karena itu, ia meminta pada seluruh pasangan calon, partai pengusung, simpatisan, dan seluruh lapisan masyarakat DKI Jakarta untuk tidak saling menuduh, menggunjing, dan mencaci, dengan mengeksploitasi sesuatu yang bersifat SARA.
“Seperti kita ketahui bahwa dinamika politik yang terjadi di Ibukota itu tentu mempunyai pengaruh dan dampak meluas hingga ke daerah lainnya di Indonesia. Ini yang harus diantisipasi,” terangnya.
Ia juga meminta Presiden Joko Widodo untuk menjadi fasilitator pilkada damai di ibukota negara ini. Sehingga, pesannya, tidak menimbulkan efek dari kediktatoran kaum mayoritas dan tirani kaum minoritas.
“Presiden harus bisa menjadi penengah, dan jangan sampai terjadi perpecahan. Karena kita tak ingin dan jangan sampai ada diktator mayoritas dan terjadi tirani minoritas,” pungkasnya. (HMS)