Urus Sertifikat Tanah Tetap Sulit, Tamanuri: Kementerian ATR/BPN Perlu Membereskan Birokrasi di Bawah
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Anggota Komisi II DPR RI Tamanuri akhirnya angkat suara terkait kendala yang dihadapi masyarakat ketika mengurusi sertifikasi tanah di Badan Pertanahan Nasional (BPN) di sejumlah daerah di Indonesia.
Tamanuri menyayangkan hal tersebut, karena seharusnya kendala itu bisa diatasi dan terjadi lagi. Sebab, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN sudah berjanji dan menyampaikan paparan tentang visi misi di Komisi II DPR RI yang bagus terkait penyelesaian masalah masyarakat itu.
Menurut Tamanuri, persoalan itu terus belarut-larut di jajaran birokrasi karena para pekerja atau SDM yang ada ditingkat bawah tidak bekerja seperti yang diinginkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ BPN.
“Ya begitulah kenyataan sekarang ini, itu sudah menjadi kendala selama ini tanpa bisa ditanggulangi secara cepat. Padahal, masyarakat kita punya keinginan atau animo yang sangat besar untuk mensertifikasikan sertifkat tanah mereka. Ya lagi-lagi, di birokrasi paling di bawah yang menjadi masalah,” jelas Tamanuri pada Lintasparlemen, Jakarta, Selasa (04/10/2016).
Bukan itu saja, politisi asal Dapil Lampung II memberi contoh, bahkan untuk memecah sertifikat saja memakan waktu delapan bulan. Jika hal ini terus terjadi akan berubah menjadi kendala besar pada pemerintahan Jokowi-JK dalam menata lembaga pemerintahan di Indonesia. Apalagi harga yang dipatok pembuat sertifikat sangat mahal, tidak terjangkau oleh masyarakat bawah.
“Pemecahan sertifikat yang ada di pemerintahan tergolong lambat, lelet sekali bahkan bisa memakan waktu delapan bulan. Selain itu, harganya sangat tinggi. Padahal, maaf, teori Kementerian ATR (Agraria dan Tata Ruang) itu luar biasa, bagus dan sangat memukau tapi pelaksanaannya di bawah ini sulit terlaksana,” jelas politisi NasDem ini.
Bagaimana langkah pemerintah untuk menanggulangi persoalan konflik pertanahan di Indonesia dengan jumlah penduduk makin bertambah dan area tanah tak bertambah? Tamanuri menjawab, tugas Kementerian Agraria semakin berat, karena jumlah penduduk Indonesia makin bertambah dan tanah jumlahnya tetap. Alasan itu, ia mengusulkan pada BPN di daerah untuk melakukan tahapan evalusi terkait persoalan konflik pertananah di masing-masing wilayah.
“Saya melihat kondisi masyarakat kita semakin bertambah persoalan sertfikat tanah. Dan semakin ke sini, tugas Kementerian Agraria dan Tata Ruang bukan semakin enteng, malah makin sulit. Karena penduduk kita selalu bertambah, sementara luas tanah tidak berubah, tetap luasnya. Sehingga kita perlu melakukan evaluasi kembali kawan-kawan di daerah yang menangi soal pertanahan,” ujarnya.
Sesuai data BPN, Sampai dengan September 2013, jumlah kasus pertanahan mencapai 4.223 kasus yang terdiri dari sisa kasus tahun 2012 sebanyak 1.888 kasus dan kasus baru sebanyak 2.335 kasus. Jumlah kasus yang telah selesai mencapai 2.014 kasus atau 47,69% yang tersebar di 33 Propinsi seluruh Indonesia. (HMS)