JPPR: RUU Penyelenggaraan Pemilu Masih Mentah
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Revisi Undang-undang Pemilihan Umum (Pemilu) akhirnya diajukan oleh pihak pemerintah kepada DPR RI untuk dibahas bersama. Namun draft yang diajukan oleh pemerintah itu masih jauh dari harapan, masih perlu perbaikan di sana sini.
Menurut Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz, selain terlambat dari target awal, materi legislasi RUU Pemilu yang diserahkan Presiden ke DPR masih jauh dari harapan dan sangat membutuhkan penyempurnaan.
“Ibarat memperbaiki rumah, renovasi yang dilakukan belum mendasarkan dari kerusakan yang ada,” kata Masykurudin pada Lintasparlemen, Jakarta, Ahad (23/10/2016) malam.
Contohnya, lanjut Masykurudin, perihal sistem Pemilu. Dalam sistem Pemilu yang diajukan, RUU itumenyebutkan pemilu legislatif dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka terbatas. Yaitu menggunakan daftar calon yang terbuka dan daftar nomor urut calon yang terikat berdasarkan penetapan partai politik.
“Elemen sistem Pemilu lainnya dalam RUU tersebut menyebutkan, jumlah kursi yang diperebutkan sebanyak 560 dibagi dalam 78 daerah pemilihan dengan alokasi 3-10 kursi. Metode konversi suara menggunakan sainte lague modifikasi dimana suara Parpol dibagi pembilang 1,4; 3; 5; 7 dan seterusnya. Ambang batas perwakilan sebesar 3,5 persen untuk DPR,” paparnya.
Masykurudin mengungkapkan, perubahan paling signifikan terjadi pada metode pemberian suara dan penentuan calon terpilih. Meskipun terdapat daftar calon, tetapi pemilih mencoblos gambar atau nomor urut partai. Perolehan siapa yang mendapatkan kursi berdasarkan berdasarkan nomor urut.
“Tentu ketentuan ini, seperti menjadi jalan tengah antara proporsional terbuka terbanyak dengan proporsional tertutup nomor urut,” ujarnya.
“Akan tetapi, jika diperhatikan lebih lanjut, sistem ini tak ubahnya proporsional tertutup nomor urut. Terbuka terbatas secara subtansial sesungguhnya tertutup. Seakan-akan terbuka, padahal tertutup. Kedaulatan pemilih dibuat seakan-akan partisipatoris. Jalan tengah yang diambil (terbuka terbatas) tetap membuat kehendak mayoritas pemilih terhalangi,” sambungnya.
Ia menilai, sistem pemilu itu selain sesungguhnya tertutup, pilihan sistem Pemilu terbuka terbatas juga tidak menjawab persoalan yang selama ini dihadapi di I lndonesia. Karena problem mendasar dalam sistem proporsional terbuka suara terbanyak yang menyebabkan partai politik lemah dan meningkatkan politik transaksional jawabannya bukan dengan mengubah sistem tetapi dengan penegakan hukum yang kuat, efektif dan berwibawa serta prosedur pencalonan yang lebih baik.
“Dengan tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka suara terbanyak, mewujudkan sistem penegakan hukum yang kuat serta mengatur proses pencalonan untuk membangun soliditas kepartaian maka harapan publik untuk mendapatkan proses Pemilu yang lebih adil dan berkualitas semakin terwujud,” jelasnya
Di akhir keterangannya, Masykurudin menyampaikan bahwa ketentuan sistem pemilu itu harus benar-benar menjadi perhatian DPR. Selain untuk perbaikan pemilu mendatang juga terkait nasib masa depan partai politik itu sendiri. (HMS)