Renungan Pasca Demo 4 November
Oleh: Din Syamsuddin, Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Melihat kasus Ahok perlu secara komprehensif, tidak cukup dengan analisa kaca mata kuda tentang ujarannya di Pulau Seribu apalagi berhenti pada alasan semantik belaka.
Hal itu pun tidak perlu diperbalahkan (dipersoalkan/diperdebatkan kesahan), karena jelas dia memberi penilaian (judgement) terhadap pemahaman orang lain dengan kata pejoratif. Tapi karena dia sudah minta maaf maka harus dimaafkan asal tidak mengulanginya lagi.
Namun permasalahan yang ada lebih besar dari kejadian di pulau kecil itu. Permasalahan, bahkan ancaman nyata, adalah fakta adanya “kekuatan uang” (the power of money) yang tengah menguasai Indonesia.
Cengkeramannya bagaikan naga raksasa yang sedang melilit NKRI yang kaya raya, dan satu persatu kekuatan penghalangnya dilumpuhkan bahkan dimatikan dengan uang. Proses ini tidak terlepas dari perkembangan geo-politik dan geo-ekonomi global dan regional.
Sayangnya Indonesia tidak memiliki “mekanisme pertahanan diri” (self defense mechanism), karena infrastruktur nasional rapuh, sejak dari pemerintah, partai politik, ormas, sampai kepada pers, yang banyak terdiri dari orang-orang lemah baik iman, akal pikiran, dan komitmen kerakyatan.
Hal ini akan membawa Indonesia mengalami malapetaka dan terjatuh dalam nestapa. Kasus Ahok tidak kecil. Terlalu mahal harganya untuk dibiarkan tumbuh, karena akan menjadi kanker yang merusak integrasi dan harmoni bangsa.
Ujaran Pulau Seribu adalah bentuk intolerasi dan rendahnya kadar tenggang rasa. Akar tunjang permasalahan harus diamputasi. Dan solusi terbaik adalah penegakan hukum yang berkeadilan. Sekali lagi YANG BERKEADILAN. Kalau tidak, maka yakinilah ALLAH SWT MAHA ADIL. Dia akan menetapkan keadilanNya, kini-disini atau nanti-disana. Salam, M. Din Syamsuddin.