“Pesan untuk Bangsa dari Kasus Ahok yang Menguji Hidup Toleransi Kita”
Oleh: Prof DR Din Syamsudin, MA, Ketua Dewan Pertimbangan MUI
Saya menolak Ahok bukan karena dia Kristiani atau Tionghoa, bukan pula karena saya mendukung salah satu dari dua pasangan calon lain. Tidak.
Tapi alasan Kerukunan antar agama dan antar suku/ras tengah kita rajut tapi Ahok merusaknya.
Saya menolaknya adalah karena hati nurani saya meyakinkan bahwa dia bukan pemimpin yang cocok bagi masyarakat Jakarta apalagi Indonesia.
Kiprahnya selama memimpin DKI Jakarta tidak sepi dari kelemahan-kelemahan mendasar. Dia sangat patut diduga melakukan korupsi dalam kasus RS Sumber Waras dan Reklamasi Pulau-pulau di Teluk Jakarta.
Namun KPK tidak berdaya menyeretnya seperti menyeret para tersangka yang diduga menerima suap dalam jumlah kecil sekalipun.
Sepertinya ada kekuatan besar yang membelanya, dan pihak pemangku amanat dan penentu kebijakan seperti tidak berdaya bekerja dengan hati nurani.
Begitu pula rasio saya menyimpulkan dia bukanlah pemimpin mumpuni, apalagi bekerja untuk rakyat kecil. Dia lebih bekerja untuk para pengusaha besar (Reklamasi Teluk Jakarta untuk siapa?).
Prestasinya memimpin Jakarta selama ini lebih karena opini yang dibangun media-media pendukungnya yang tidak menampilkan keburukan-keburukannya; apa yang dianggap sebagai keberhasilan Ahok sesungguhnya sudah dimulai sejak masa Gubernur Joko Widodo, bahkan Gunernur Fauzi Wibowo dan Sutiyoso.
Debut Ahok yang loncat-loncat (kutu loncat, red) dari partai yang satu ke partai lain menunjukkan ambisi kekuasaan yang sangat oportunistik. Bahwa dia melupakan partai atau orang yang berjasa mendukungnya juga merupakan perilaku tidak etis dari seorang pemimpin.
Bagi saya, Ahok adalah problem maker, bukan problem solver. Takdir Allah yang memelesetkannya dengan ujaran kebencian di Pulau Seribu yang kemudian mendorong reaksi besar adalah tanda bahwa Kekuasaan dan Keadilan Ilahi sedang menempuh jalannya.
Kepada Kaum Beriman/ Umat Beragama jangan abaikan itu. *Kita semua harus bersama-sama tergerak untuk menyelamatkan bangsa ini dari ketersanderaan dan perpecahan*.
Merdeka! Salam.