Novanto Layangkan Surat Teguran ke ARB, Agung Laksono: Itu Sudah Tepat!
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Ketua Dewan Pakar DPP Partai Golkar Agung Laksono menilai keputusan Ketua Umum Golkar Setya Novanto melayangkan surat teguran terhadap Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Abu Rizal Bakrie (ARB) sudah tepat.
Menurut Agung, surat yang memuat empat poin itu sudah layak dikeluarkan oleh Kepengurusan DPP Golkar Periode 2016-2019 itu sebagai langkah pencegahan agar mekanisme organisasi tetap mengacu pada aturan AD/ART partai.
“Menurut saya, itu tepat apa yang dilakukan DPP (Ketum Setya Novanto cs, red) terkait teguran dalam bentuk surat kepada Dewan Pembina (ARB cs, red) itu sebagai langkah untuk mengingatkan agar dalam menjalanakan roda organisasi mengacu pada aturan organisasi,” kata Agung pada lintasparlemen.com di kediamannya di Cipinang Cimpedak, Jakarta, Kamis (17/11/2016) semalam.
Agung mengatakan, posisi Dewan Pembina, Dewan Kehormatan dan Dewan Pembina di dalam organisasi Partai Golkar memiliki garis yang sejajar. Ketiganya mempunyai tugas dan kewajinan untuk mendukung Kepengurusan DPP Golkar yang dikomandani oleh Setya Novanto.
“Dalam aturan organisasi sudah jelas, tinggal mengikuti mekanisme organisasi itu. Di mana ketiga lembaga Dewan Pembina, Dewan Kehormatan dan Dewan Pakar sama-sama bertugas sebagai supporting bagi Ketua Umum (Setya Novanto, red) yang dipilih oleh Munas di Bali. Oleh karena itu, meski ketiga instrumen itu dipilih juga pada Munas untuk mensupport ketua umum. Namun, figur utama di internal Golkar adalah ketua umum yang memberi pertimbangan dan memberi nasehat dalam menanggapi isu strategis dan terkini yang aktual di negeri ini,” papar Agung.
Ketua DPR RI 2004-2019 ini mengungkapkan, ketiga dewan itu bertanggungjawab memberi saran sebagai rekomendasi kepada kepengurusan DPP Partai Golkar. Namun, saran itu bisa diterima dan bisa ditolak, tergantung kepengurusan partai memutusakan hasil akhirnya.
“Saran bisa diberikan ke kepengurusan DPP, tapi yang memutuskan ya DPP sendiri. Sering juga dikatakan oleh Ketum ARB bahwa jangan ada mata hari kembar, itu sering disampaikan disampaikan oleh beliau. Jika dalam organisasi dijalankan sesuai aturan, dengan tetap berkoordinasi dan berkomunikasi dengan baik. Maka saya rasa tidak ada matahari kembar, atau dualisme apalagi kembar tiga. Satu matahari saja sudah panas apalagi kalau sudah dua atau tiga matahari,” jelas Agung.
“Sejalan dengan semangat itu, kemarin berjalan sendiri-sendiri yang berpotensi membuat ada matahari kembar sehingga DPP melayangkan surat teguran agar tidak berlanjut potensi matahari kembar itu. Yang ditegur itu siapa saja biasa, tegur ke atas ke bawah bisa. Masyarakat bisa menegur pejabat, itu tak ada masalah. Wajar. Kita saling mengingatkan kembali ke aturan partai,” sambungnya.
Dengan bijaksana, Agung meminta polemik terkait surat teguran tersebut tak perlu diperpanjang, diakhiri saja. Karena menurutnya, banyak tugas yang menguras energi besar untuk mengangkat kembali kejayaan Golkar seperti dulu.
“Soal surat teguran ini tak usah diperpanjang lagi. Saya dengar ada suara dari Dewan Pembina (berkomentar soal surat ini, red) juga, sebaiknya di akhirnya. Bukan berarti kita tak bisa berkomunikasi dengan DPP, malah itu bagus, apalagi mencermati isu strategis soal penistaan agama. Itu kita bisa berkomunikasi bersama dengan pengurus DPP, dewan pakar dan dewan Pembina mencermati isu itu. Yang jadi soal kemudian menyerempet pada kecenderungan melecehkan simbol negara, seperti menghina presiden. Ini sudah tak boleh,” terangnya.
Ia meminta pada seluruh kepengurusan Golkar, baik yang ada di DPP maupun yang ada di dewan pakar, dewan kehormatan dan dewan Pembina untuk duduk bersama membahas persoalan bangsa ini ke depannya.
“Seharusnya, kita bersama-sama duduk bersama membahas isu strategis ini. Karena berjalan sendiri itu tak baik, karena tidak sesuai dengan semangat rekonsiliasi pasca Munaslub Golkar di Bali,” pungkasnya. (HMS)