Politisi PDIP Ini Nilai KPK ‘Anak Emaskan’ Keluarga Ratu Atut
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Anggota Komisi III DPR RI Eddy Kusuma Wijaya menyesalkan vonis satu tahun penjara yang dijatuhak oleh KPK kepada Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Padahal, kasus koruspsi yang dilakukan oleh suami Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany dalam Kasus proyek pembangunan tiga puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan tahun 2011-2012 lalu it sangat luar biasa.
Menurut Kusuma, vonis hukuman yang diberikan kepada Wawan sangat ringan bahkan cenderung tidak adil dibandingkan dengan kasus hukum serupa yang telah divonis KPK sebelumnya. Kusuma menilai, dengan vonis ringan itu sangat melukai hati rakyat Indonesia yang telah merugikan negara hingga Rp 9 miliar ituRp .
“Barang bukti yang disita KPK cukup banyak antara lain lebih dari 75 mobil, malah ada 5 mobil Ferrari yang harga satu mobil sekitar Rp 5 milyar, beberapa rumah, tanah dan lain-lainnya. Vonisnya sangat ringan sekali. Vonis ini tentunya melukai rasa keadilan masyarakat dan tidak memberikan efek jera terhadap pelaku,” jelas Eddy saat ditemui di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Rabu (23 /11/2016).
Politisi PDI Perjuangan ini mengungkapkan, semestinya vonis yang dijatuhkan Hakim Tipikor bisa lebih tinggi. Mengingat, Wawan merupakan aktor intelektual dalam kasus korupsi proyek tersebut.
“Di mana Hakim yang menangani kasus ini patut dicurigai dan harus ditelisik oleh pengawas internal atau Mahkamah Agung (MA) maupun eksternal pengadilan atau Komisi Yudisial, terlebih hakim tersebut yaitu Epiyanto kerap memberikan vonis ringan kepada para tersangka korupsi,” kata Kusuma.
“Mantan Kepala Dinas Kesehatan Tangsel saja di vonis 4 tahun penjara, yakni Dadang M Epid. Masak Wawan yang merupakan aktor utamanya lebih rendah vonisnya, jika perlu vonisnya 20 tahun penjara. Itu kan merugikan negara cukup besar, kasus korupsi sebetulnya sangat kejam karena sangat melukai masyarakat luas ucapnya,” sambungnya.
Politisi asal Daerah Pemilihan (Dapil) Banten III ini menjelaskan bahwa terdapat perbedaan penanganan kasus antara Wawan dan Ketua DPD RI Irman Gusman dalam penangkapan kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) di rumah dinasnya beberapa waktu lalu.
“Ada Rp 100 juta Ketua DPD RI serius amat (ditanganinya kasus hukumnya, red), sementara ini yang miliaran rupiah terkesan main-main dan tidak terekspos di media dengan luar biasa,” tegas pria yang telah mengabdikan dirinya di kepolisian selama 35 tahun.
Mantan Wakil Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) ini mengaku, Airin sendiri sebagai Walikota Tangerang Selatan (Tangsel) sudah sering disebut-sebut di persidangan terlibat terlibat dalam rangkaian kasus Alkes tersebut. Namun, Airin terkesan tak tersentuh dan kebal hukum meski sudah berkali-kali diperiksa oleh KPK.
Jendral Bintang Dua Kepolisian ini mengharapkan agar pihak KPK dan Jaksa Tipikor untuk mengajukan upaya banding terhadap vonis ringan Wawan oleh Pengadilan Tipikor Serang, Banten. Tujuannya, agar kasus itu tidak menimbulkan sebuah polemik baru di masyarakat yang berkepanjangan bahkan menurunkan kredibilitas KPK dalam memberantas korupsi.
“Provinsi Banten sendiri telah disampaikan oleh KPK sebagai daerah rawan korupsi yang ada di urutan Ke-3 tertinggi tingkat. Tapi vonis terhadap kasus korupsi sangat ringan, baik itu yang di tangani Jaksa Agung maupun yang ditangani langsung oleh KPK. Apalagi KPK sekarang sudah membuka kantor cabang di Banten, vonis ringan, kok pada diam saja. Apakah sudah ‘masuk angin’ sedangkan kasus korupsi yang menyangkut Ratu Atut sampai sekarang terkesan belum tersentuh oleh KPK dan Jaksa Agung. Kasus yang diungkap hanya kasus yang menyangkut suap kepada ketua MK Akil Mochtar,” paparnya. (Rohim)