Baru Cetak Untung Sekali, Garuda Sudah Berani Utang Lagi
Oleh: Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz
Meski tahun lalu berhasil mencetak keuntungan dengan nilai yang cukup fantastis, yaitu di atas Rp 1 triliun, dan tercatat sebagai salah satu maskapai bintang lima dunia (Five Star Airlines) sejak 2014. PT Garuda Indonesia Tbk belum sepenuhnya dapat dikategorikan sebagai badan usaha milik negara dengan kinerja yang memuaskan.
Sepak terjang direksi BUMN yang baru-baru ini berutang pada tiga BUMN perbankan senilai triliunan rupiah, perlu diawasi lebih ketat. Apalagi tingkat suku bunganya tergolong komersil yaitu 8,5% dan tenornya yang sangat singkat, yaitu 1 tahun.
Kinerja keuangan PT Garuda Indonesia tahun 2015 lalu memang cukup menggembirakan karena berhasil membukukan laba sebesar 77,97 juta dolar AS atau sekitar Rp1,075 triliun (kurs BI 13.795 periode 31 Desember 2015).
Namun, laba sebesar itu belum dapat menutupi kerugian PT Garuda Indonesia sepanjang 2011 hingga 2014 yang total kerugiannya mencapai 229,63 juta dollar AS.
Pada 2011, PT Garuda Indonesia tercatat merugi sebesar 19,1 juta dollar AS, pada 2012 kembali merugi senilai 10,71 jkuta dollar AS. Pada 2013 merugi lagi sebesar 31,78 juta dollar AS, dan pada 2014 lalu masih merugi senilai 168,04 juta dollar AS.
Meskipun pada 2015 lalu, perusahaan ini mencetak laba senilai 77,97 juta dollar AS, namun akumulasi kerugian sejak 2011 yang masih belum tertutupi berjumlah sebesar 151,66 juta dollar AS.
Laba/Rugi PT Garuda Indonesia Tbk Periode 2011-2015
Tahun |
Laba/Rugi |
Nilai (US$ juta) |
2011 |
Rugi | (19.1) |
2012 | Rugi | (10.71) |
2013 | Rugi | (31.78) |
2014 | Rugi |
(168.04) |
Total kerugian 2011-2014 | (229.63) | |
2015 | Laba | 77.97 |
Apalagi kalau diteliti lebih jauh, laba yang dicetak pada 2015 lalu, sebagian besar disumbangkan oleh anjloknya harga minyak mentah dunia yang juga mendorong rendahnya harga avtur dan pendapatan dari selisih kurs. Pendapatan dari selisih kurs mencapai 15,21 juta dollar AS atau hampir 20% dari laba bersih yang dicetak tahun lalu.
Faktor pendukung capaian laba PT Garuda Indonesia pada 2015 lalu merupakan faktor eksternal yang berada di luar kontrol perusahaan. Kondisi PT Garuda Indonesia masih sangat jauh dari pulih setelah mengalami tahun-tahun panjang penuh kerugian periode 2011-2014.
Oleh karena itu, setiap langkah yang diambil direksi terkait finansial, harus serta merta dipantau dan diawasi bersama, karena kondisi PT Garuda Indonesia saat ini, masih sangat fragile.
Keberanian Direksi PT Garuda Indonesia untuk menandatangani perjanjian kredit modal kerja dengan tiga BUMN perbankan Indonesia senilai Rp4,74 triliun harus diawasi dengan lebih ketat.
Terlebih lagi, pinjaman dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Rp2 triliun dan US$30 juta), PT Bank Mandiri Tbk (Rp1 triliun), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (US$100 juta) ini diberikan dikenakan bunga 8,5 persen dan tenor hanya 1 tahun.
Pinjaman ini mengakibatkan jumlah utang jangka pendek PT Garuda Indonesia akan semakin melonjak. Utang bank jangka pendek PT Garuda Indonesia sudah melonjak sebesar 219 persen dari posisi US$75,31 juta pada 2014 menjadi US$240,8 juta pada 2015.
Sementara pinjaman jangka panjang yang jatuh tempo dalam setahun turun 61 persen menjadi US$140,43 juta, dari tahun sebelumnya US$368,94 juta. Total liabilitas jangka pendek PT Garuda Indonesia per akhir 2015 tetap di level US$1,19 miliar, turun tipis dari US$1,21 miliar pada 2014.
Sementara itu, ekuitas Garuda Indonesia naik tipis menjadi US$950,72 juta dari sebelumnya US$876,94 juta. Adapun, total seluruh aset Garuda Indonesia mencapai US$3,31 miliar, meningkat 6,43 persen dari aset pada tahun 2014 yaitu US$3,11 miliar.
Lonjakan utang jangka pendek ini perlu diwaspadai, apalagi dengan adanya utang jangka pendek baru yang ditandatangi PT Garuda Indonesia dengan ketiga bank BUMN pada 25 Februari lalu. PT Garuda Indonesia baru saja mencetak laba yang ternyata juga disumbang oleh faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol perusahaan.
Kondisi perusahaan ini belum pulih, tapi sudah dibebani lagi dengan utang jangka pendek yang meningkatkan risiko bisnis penerbangan kebanggaan Indonesia ini.
Selain itu, risiko yang ditanggung PT Garuda Indonesia juga dibagi dengan BUMN perbankan lainnya yang kesemuanya pada akhirnya adalah milik negara dan dibiayai dengan uang pajak yang dibayarkan seluruh rakyat Indonesia.
Tugas lembaga legislatif adalah untuk memastikan bahwa pemerintah beserta jajarannya, termasuk BUMN yang berada di bawah naungan Kementrian BUMN, menggunakan anggaran dengan baik dan benar serta melakukan perhitungan risiko bisnis dengan tepat.
Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Dapil Jabar III