DPR Minta Waspadai Agenda Terselubung di Balik Kampanye Anti-Tembakau Internasional

 DPR Minta Waspadai Agenda Terselubung di Balik Kampanye Anti-Tembakau Internasional

Logo DPR RI

JAKARTA, Lintasparlemen.com – Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo meminta kepada masyarakat Indonesia untuk berhati-hati terhadap kampanye anti-tembakau internasional. Bahkan Firman berharap gerakan kampanye anti-tembakau itu harus disikapi secara skeptis.

“Walaupun gerakan kampanye itu selalu mengatasnamakan isu kesehatan masyarakat yang terkesan filantropis, jelas sekali tidak bisa menutupi dengan sempurna adanya agenda dan kepentingan lain dibaliknya,” kata Firman, Jakarta, Sabtu (14/1/2017).

Firman bisa menduga, ada kepentingan korporasi industri farmasi multinasional yang akan mengambil keuntungan dari kampanye anti-tembakau, misalnya dengan menjual produk NRT dan bisnis klinik jasa berhenti merokok.

“Atau bisa jadi ada kepentingan korporasi industri rokok multinasional yang terus berekspansi untuk mengambil keuntungan di tengah gencarnya serangan terhadap industri kretek nasional,” beber Firman.

Sekretaris Dewan Pakar DPP Golkar ini menjelaskan, Nicotine replacement therapy (NRT) atau terapi pengganti nikotin, tersedia dalam beberapa bentuk mulai dari nikotin transdermal yang memanfaatkan jaringan kulit, permen karet, tablet hisap, tablet sublingual, inhaler, dan alat semprot.

Di mana NRT bertujuan menggantikan nikotin yang sebelumnya diperoleh dari rokok. NRT bekerja dengan mengurangi gejala putus nikotin, mengurangi efek nikotin, dan memberikan efek yang sebelumnya didapatkan dari rokok.

“Menanggapi maraknya produk NRT, saya menilai produk-produk NRT yang dilakukan kelompok anti tembakau merupakan salah satu agenda anti-tembakau sebagaimana tertuang dalam Framework Convention on Tobacco Control (FCTC),” ujar Firman yang juga Sekjen Depinas SOKSI ini.

“Strategi mereka mengurangi konsumsi tembakau dan diganti dengan NRT produk Amerika Serikat itu persis seperti ditetapkan dalam Pasal 6 FCTC,” sambungnya.

Dalam Pasal 6 FCTC, ditetapkan bahwa menaikan harga dan cukai pasti berdampak terhadap kurangnya permintaan tembakau hingga harga rokok jadi mahal dan orang tidak lagi mudah membeli rokok. Tentu keadaan ini memaksa orang berhenti merokok. Dengan berhenti merokok, orang akan merasa menjadi sehat.

Firman yang juga Wakil Ketua Baleg DPR ini memaparkan, ratifikasi FCTC adalah amunisi perang global anti-tembakau untuk menggoyang pemain lain di seluruh dunia yang tidak memiliki kesiapan menghadapi tekanan kebijakan dan tren dominasi global.

“Tujuannya hanya untuk menjatuhkan kekuatan industri domestik akibat tekanan kebijakan yang didorong oleh FCTC. Dan lewat tekanan ini, diharapkan terjadi penurunan tingkat kompetisi, dan membuka peluang pasar baru. Lebih mendalam lagi, momentum dari kampanye global anti-tembakau yang gencar dilakukan dimaksudkan untuk mengendalikan potensi keuntungan triliunan dolar dari industri tembakau global yang mendunia diwakili kekuatan tertentu,” jelasnya.

Alasan itu, ia meminta kepada masyarakat Indonesia, khususnya pemerintah tak termakan dengan kampanye global yang hanya merusak produksi tembakau di dalam negeri.

“Tinggal kita pilih. Apakah kita mau utamakan kepentingan nasional di bidang tembakau, khususnya kretek yang juga rokok khas Indonesia, atau kepentingan korporasi-korporasi farmasi internasional yang sejak awal mendanai proyek anti tembakaunya itu? Kedaulatan sebagai bangsa ada di tangan kita,” ujarnya.

Firman juga menceritkan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sejak awal 2015 sudah melakukan kajian tentang bahaya rokok elektrik baik dari dalam dan luar negeri.

“Hasilnya sangat mencengangkan yang sudah diserahkan ke Kementerian Kesehatan RI, bahwa rokok elektrik merugikan kesehatan masyarakat. Karena itu pemerintah melarang penggunaan rokok elektrik,” pungkasnya. (HMS)

Facebook Comments Box