Ingin Kenal Lebih Dekat Wagub Sulsel Agus Arifin Nu’mang? Baca Ini!
Tulisan 10 tahun yang lalu di koran tribun yang masih layak jadi rujukan
AGUS Arifin Nu’mang nama populis belaka.
Sesungguhnya, ia bernama lengkap Agus Azhari Arifin Nu’mang. Cobalah cek ijazahnya.
Dia insinyur pertanian dengan gelar master sains di bidang yang sama. Dia lalu berkarier jadi dosen, sebelum mundur penuh untuk berpolitik.
Mendiang bapaknya, Kolonel (purn) Arifin Nu’mang adalah kepala daerah yang melambungkan nama Sidenreng Rappang, Sidrap, Sulsel sebagai salah satu lumbung beras besar di bagian timur Indonesia, awal dekade 1980-an.
Awal Juli 2007, bersama dua anak lelakinya yang belum lagi remaja, Agus kembali merubut jasa-jasa mendiang bapaknya memajukan sektor pangan kabupaten berjarak 189 km dari kota provinsi.
Di hadapan puluhan tokoh dan ratusan warga, Ketua DPRD Sulsel ini berjanji, meneruskan visi mulia ayahnya. Itu, jika kelak dia terpilih sebagai Wakil Gubernur Sulsel periode 2007-2013.
Di mata jurnalis politik tertentu, Agus mengesankan diri politisi dingin. Berpenampilan rapi ciri khasnya. JIka bertutur, kata dan kalimat terukur. Karena berbasis fakta dan data, Gagasan politik selalu aktual dan analitik.
Itulah yang mengkonfirmasikan, dia kawan bicara yang enak.
Meski menjadi pe-rally mobil dan menyandang ketua Makassar Golf Klub, dan ketua kominitas mobil multimedan, tak menjadikan Agus elitis. Dia egaliter. Bisa diterima di semua level sosial.
Usianya tengah berada di puncak kematangan, 44 tahun. Kecerdasan intelektualnya pernah menjadikannya mahasiswa teladan di Unhas di medio 1980-an.
Berlatar belakang akademisi, dan tetap memelihara tradisi intelektual menjadikannya tetap kritis dalam menilai atau menyikapi satu soal, meski harus berhadapan dengan pemerintah yang notabene adalah representasi partainya.
Sejak Juni 2007 lalu, Agus Azhari Arifin Nu’mang menambah sekaligus mengurangi predikat politiknya.
Bertambah, karena keputusannya mendampingi calon Gubernur Syahrul Yasin Limpo, menjadikannya tokoh Sulsel yang setiap laku, kata, ucapan, dan seremoniya dilansir media. Dan itu setiap hari.
Sepekan terakhir, Agus kembali larut dalam pusaran konflik politik etik level elite di Sulsel.
Atasan sekaligus pesaingnya, Amin Syam, gubernur incumbent yang juga Ketua DPD Golkar Sulsel, kembali mengungkit agenda strategis partai itu untuk mengkaji posisi Agus sebagai sekretaris non-aktif.
Kajian yang sarat nuansa politis ini bisa berdampak serius bagi karier politik Agus.
Tuduhan melanggar “izin prinsip” rekomendasi untuk menjadi pesaing paket Amin Syam-Mansyur Ramly, bisa mengakibatkan statusnya sebagai elite Golkar jatuh menjadi anggota biasa.
Bahkan, jika tuduhan mencemarkan nama kandidat partai terbukti, dia bisa dipecat sebagai kader Beringin.
Ini berarti petaka bagi agenda dan kerier politiknya. Kapasitas dan potensinya untuk memimpin Golkar Sulsel bisa rampung. Tuntas.
Setidaknya jika dia dan Syahrul yang juga kader Golkar, gagal meyakinkan setengah dari sekitar 5,2 juta pemilih dalam pilkada, 5 November 2007 nanti.
Namun Agus, sudah menjalani seni meyakinkan orang banyak itu.
Perjalanan itu menjadi berseni sebab di tengah konsentrasinya meyakinkan kembali konstituen dan simpatisannya, dia harus bisa membatasi diri berkomunikasi dengan kolega, jaringan di Golkar, dan para loyalisnya.
Dalam bahasa lain, Agus tengah bertarung dengan kerasnya sistem politik partai.
Dia tengah menguji pengalaman dan strateginya memanfaatkan potensi diri, kolega, dan jaringan itu, tanpa terdeteksi oleh kebijakan partai yang ukurannya sangat politis dan sarat kepentingan kekuasaan.
Diibaratkan pemain catur, Agus yang memang menjabat Ketua Persatuan Olah Catur Indonesia (Percasi) Sulsel ini, ia tengah memainkan seni politik di atas papan catur.
Dan sepekan terakhir, dia berkonsentrasi di pertempuran papan tengah.
Sebagai kader Golkar, Agus memilih memainkan bidak hitam.
Di papan yang identik dengan pertahanan ini dia memainkan babak kedua pertarungan politiknya setelah sejak pertengahan tahun lalu hingga April lalu, dia bermain di papan putih, papan berkonotasi menyerang.
Menyerang, sebab di saat-saat Amin Syam, ketua partai Golkar berhadapan dengan pilihan; didampingi kader Golkar atau non-Golkar di Pilkada, Agus terus bermanuver.
Namun pilihan tetap pada Amin. Dan permainan remis. Seri begitu.
Amin memilih didampingi Mansyur. Sedangkan Agus memilih mendampingi Syahrul, wakil gubernur incumbent. Dalam pemerintahan, sejatinya Syahrul memainkan peran dan fungsi perdana menteri.
Mengatur tata laksana pemerintahan dengan mengorganisir lembaga dan aparatur bawahannya, dengan terus mengacu kepada kebijakan raja, si gubernur incumbent.
Meski bidak hitam menjadi pilihannya, namun Agus memilih “menyerang”. Queen’s gambit opening, (pembukaan gambit perdana menteri) jadi pilihannya. Dia memilih karakter papan pertahanan, namun membuka permainan dengan serangan.
“Pak Agus sangat senang pembukaan gambit menteri,” kata M Wasir Thalib, Sekretaris Agus di Pengda Percasi Sulsel, beberapa waktu lalu.
Wasir mengaku kerap bermain catur dengan Agus, dan melihat Agus seperti pemain catur berpengalaman lainnya, susah ditebak.
Ihdar Damogalad, pecatur Sulsel bergelar master nasional, sekilas menggambarkan karekter Queen’s Gambit Opening sebagai strategi efektif mengimbangi king gambit opening, pembukaan gambit raja, jenis pembukaan paling populer di permainan yang oleh mengandalkan otak dan ketenangan ini.
“Memajukan bidak depan raja dan membiarkan gajah (peluncur) dan perdana menteri terbuka adalah cara efektif untuk menyerang dengan cepat dan mengakhiri permainan,” ujarnya.
Secara harfiah, Gambit berasal dari bahasa Italia, gambetto, yang berarti mengumpan lalu menjegal. Secara umum, taktik ini adalah mengorbankan dua bidak (prajurit) di depan raja dan gajah. Bobby Fischer, grandmaster catur asal Amerika, adalah penggemar berat pembukaan ini.
Bahkan tahun 1962, secara khusus, grandmaster FIDE yang oleh “situs serba tahu”, Wikipedia, dijuluki greatest chess player of all time, ini menulis buku dengan judul A Bust of King Gambit, kedahsyatan pembukaan raja.
Hanya berselang 10 tahun setelah buku itu diterbitkan, Fischer meruntuhkan dominasi para pecatur dunia Soviet, setelah mengalahkan Boris Spassky, dan membuat penasaran dunia dengan menunggu pertarungannya dengan Anatoly Karvop.
Namun ibarat catur, seperti kata politisi Amerika yang juga pecatur ulung, Benjamin Franklin, politik bukan urutan karier jabatan, rangkaian strategi, atau pilihan belaka.
Dalam bukunya, Moral of Chess, Franklin menyebutkan banyaknya persamaan catur dengan politik.
Politik katanya, akhirnya adalah Seni berdiplomasi ini juga merupakan konsekuensi dan risiko kegagalan meyakinkan orang lain dengan gagasan dan kemampuan mencitrakan diri.
Namun politik bukan urutan karier jabatan, rangkaian strategi, atau pilihan belaka. Seni berdiplomasi ini juga merupakan konsekuensi dan resiko kegagalan meyakinkan orang lain dengan gagasan dan kemampuan mencitrakan diri.
Menghadapi konflik kepentingan ini, Agus memilih bereaksi dengan diam atau kadang hanya menjawab dengan senyum. Sebagai politisi yang sadar publisitas positif, Agus punya alasan diplomatif , selain “no comment.”
“Saya merasa tak pernah melanggar aturan partai. Semua sesuai prosedur,” demikian reaksi Agus menjawab tuntutan cover both side para jurnalis politik. Jawaban klise dan normatif memang ampuh untuk menghindari pusaran polemik dan konflik, dan sejauh ini, dia bisa memainkan itu.
Bahwa ada yang kalah, menang, atau remis dalam permainan itu, toh itu tetap permainan.
“Catur dan politik,” kata Franklin,”adalah niat dan suasana hati kita saat memainkannya.” Seperti hidup, lanjut Franklin, catur dan politik hanyalah sarana menghargai kebebasan berpikir dan pilihan hidup.(Thamzil Thahir)
DISCLAIMER: artikel ini dimuat di print edition Tribun Timur, rubrik politika, 2 September 2007 lalu.
Redaksi lintasparlemen.com: Itu dulu, Agus Arifin Nu’mang sekarang lebih banyak prestasi dan segudang pengalaman sehingga dia digadang jadi calon kuat sebagai Calon Gubernur Sulsel 2018 mendatang.
Mari Kita Doakan Beliau Dilindungi Alloh SWT Memimpin Sulsel 2018-2023. Amien