Ini Pandangan PKS Terkait Revisi UU Pemilu dan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Proses pembahasan draf Rancangan Undang-Undang Pemilu terus menjadi perdebatan. Salah satu perdebatan panas dalam pemilu yang akan dilaksanakan secera serentak pada 2019 itu adalah apakah sistem pemilu terbuka dan tertutup.
Bagi Fraksi PKS, sistem pemilu proporsional terbuka lebih memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh warga negara yang ikut proses mencalonkan diri sebagai caleg di pemilu serentak 2019 mendatang.
“Kami di PKS mendorong agar sistem pemilu proporsional terbuka yang diberlakukan pada pemilu 2019. Bagi kami, siapapun bisa mendapat kesempatan mewakili rakyat. Alasan kedua, sistem terbuka merepresentasikan rakyat, suara banyak, yang dipilih rakyat yang menang,” ujar Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini saat diskusi bertema “Pemilu Mengokohkan dan Mengokohkan Demokrasi di Indonesia” di Gedung DPR RI, Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (25/1/2017) kemarin siang.
PKS menilai, lanjut Jazuli, jika sistem pemilu tertutup yang berlaku di Indonesia maka kesempatan seseorang terpilih sangat dibatasi oleh Undang-Undang Pemilu. Bahkan secara jelas, ia mengibaratkan takdir Tuhan sebagai pemimpin bisa diintervensi oleh UU yang ada.
“Berbicara UU Pemilu, jangan sampai takdir Tuhan terhadap seorang bisa diintervensi oleh UU yang ada. Karena ketika sistem tertutup diberlakukan, maka takdir Tuhan untuk jadi pemimpin diintervensi oleh UU, tapi ketika sistem pemilu terbuka diberlakukan, ya silakan. Semua terbuka lebar, siapa pun dipilih rakyat banyak bisa jadi pemimpin,” jelas Jazuli.
Bagaiamana dengan ambang batas parlemen atau biasa disebut parliamentary threshold? Ia menjawab, PKS mendukung usulan pemerintah parliamentary threshold hanya sebesar 3,5 persen.
“Semua partai politik yang ada berhak mendapat kesempatan yang sama duduk di parlemen sehingga ada representasi rakyat. Ya kami dari PKS setuju pandangan mendagri bahwa parliamentary threshold 3,5 persen. Karena pemilu itu soal kontestasi bukan soal jagoan, dan inti pemilu itu adalah representasi suara rakyat,” terangnya.
“Jika tak ingin ada suara rakyat yang terbuang percuma, mubazzir. Dan kami setuju sistem penghitungan suara dengan sistem Hare, karena sisten ini mengakomodir semua parpol untuk mendapat kursi,” sambungnya.
Seperti yang diatur dalam UU Pemilu, dalam sistem pemilu tertutup, pemilih hanya bisa mencoblos logo partai politik saja tanpa ada daftar nama caleg yang bisa dipilih. Sementara dalam sistem pemilu terbuka, logo partai dan nama-nama caleg bisa dipilih secara bersamaan. (IRN)