Re-OTT Patrialis Akbar (1)

 Re-OTT Patrialis Akbar (1)

Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan

Oleh: Arteria Dahlan* (Bagian I dari dua tulisan)

Sejujurnya saya menahan untuk berkomentar terkait operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK terhadap Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar. Awalnya saya lebih memilih menunggu perkembangan proses hukum yang sedang berjalan saja.

Ibarat petir yang hadir di siang bolong, rasanya tidak mungkin, tidak percaya kejadian ini terulang kembali di MK. Saya sangat kecewa, turut berduka cita dan sangat memahami apabila saat ini kita semua berduka, indonesia kembali berduka, rakyat kembali dipaksa untuk menerima bahwa sistem dan penegakan hukum yang ada di MK sangatlah bobrok, memalukan dan harus segera dibenahi.

Ini hukumnya sudah “keadaan darurat hukum”. Di mana MK yang diamanahkan sebagai “pengawal konstitusi” dan “penjaga demokrasi” masih belum dapat memulihkan kepercayaan publik dan mensucikan diri untuk keluar dari potret peristiwa kelam saat tertangkapnya Akil Mochtar.

Bayangkan di tangan merekalah nasib umat dan bangsa ini ditentukan. Tapi ternyata faktanya hukum, keadilan dan undang-undang sebagai wujud kedaulatan dapat dengan mudahnya dipermainkan, ditransaksikan. Bahkan dibuat sebagai komiditas materi muatannya sejati sangat jauh dari kehendak rakyat.

Saya sangat menghormati upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK, dan seandainya terbukti benar, saya sangat apresiasi dengan kinerja KPK periode ini.

Tidak banyak berpolemik tapi kerjanyanya terukur dan cukup memenuhi kebutuhan publik akan penegakan hukum yang berskala besar dan berdampak masif.

Meski demikian saya tetap minta semua pihak untuk mengedepankan azas praduga tak bersalah. Kalau sepintas selalu saya melihat Pak Patrialis itu hakim yang baik, cepat belajar, dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pun relevan serta persidangan dapat berjalan efektif.

Beliau pengamalan agamanya baik dan orangnya santun dan hangat. Jadi saya pun awalnya agak tidak percaya, walaupun sebelum naik ke media cetak saya sudah dengar info melalui melalui ‘bisik-bisik tetangga’. Apalagi dikait-kaitkan dengan teman wanita, sedih rasanya mendengar berita ini.

Saya meminta kejadian ini agar dapat dijadikan momentum bagi semua pihak, baik pemerintah, hakim dan seluruh jajaran yang ada di MK, penegak hukum dan hakim yang akan mengadili nantinya.

Pemerintah sebagamana dinyatakan dalam Nawacita keempatnya, yakni menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.

Wajib hukumnya untuk benar-benar memperlihatkan komitmennya terhadap perbaikan sistem dan kelembagaan penegakan hukum di MK.

Di depan mata, Pemerintah wajib mencari hakim pengganti Pak patrialis dengan melakukan mekanisme rekrutmen yang transparan, melibatkan stakeholder penegakan hukum dan dapat diterima secara moral dan etika oleh publik.

Kemudian merumuskan design rekrutmen hakim MK yang transparan, akuntabel dan berbasis merit dan integritas, tidak seperti saat ini pemerintah merekrut tiga nama dengan begitu tertutupnya yang terkesan tidak berbasis kompetensi melainkan relasi.

Mahkamah Agung juga swperti itu, tiba-tiba muncul tiga nama yang juga membuat kita semua terkagetkan karena kehadiram mereka jauh dari yang diharapkan untuk menutup ruang kosong 6 orang yang tidak berlatar belakang hakim.

Dan justeru calon yang diusulkan oleh DPR lah yang dalam prakteknya lebih tidak bermasalah karena prosesnya lebih terbuka dan melibatkan publik.

Penulis: Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (Bersambung)

Facebook Comments Box