ACTA: Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu Harus Netral
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Tak dapat disangkal jika situasi politik di tingkat grass root menjelang putaran kedua Pilgub DKI pasti akan semakin panas karena ada dua pasangan calon yang saling bersaing kuat. Itu ditekankan Tim Reaksi Cepat Advokat Cinta Tanah Air (TRC ACTA)
“Kami ACTA menilai Perlakuan istimewa Polri, pemerintah dan penyelenggara Pemilu terhadap pendukung salah satu pasangan calon akan berdampak langsung sehingga merugikan pasangan calon lainnya dan Begitu juga sebaliknya,” kata Ketua ACTA Krist Ibnu saat konferensi pers di Dunkin Donut Menteng, Jakarta, Rabu (15/3/2017) kemarin.
Ibnu mengingatkan kepada Polri, Pemerintah maupun Penyelenggara Pemilu agar mengedepankan sikap netral dan profesional dalam menyelesaikan permasalan khususnya terkait Pilgub DKI Jakarta.
“Atas semua tindakan ketiga institusi tersebut harus jelas dasar hukumnya dan tidak mencerminkan kesewenang-wenangan,” ujarnya.
Menurut Ibnu, sejak minggu lalu TRC ACTA telah melakukan ronda pengamanan Pilgub keliling di wilayah DKI Jakarta. dari situ pihaknya mendapatkan banyak aduan dari masyarakat. Dari sekian banyak pengaduan itu, ada tiga kasus yang menurut menonjol menonjol.
“Pertama kasus panggilan Polsek Tanjung Duren Jakarta Barat kepada Pengurus Masjid Al Ijtihad di Kelurahan Tomang Kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat terkait pemasangan spanduk di masjid tersebut yang bertuliskan bertuliskan “ PANITIA MASJID AL IJTIHAD MENOLAK UNTUK MENGKAFANI MENSOLATKAN MENTAHLILKAN JENAZAH MENDUKUNG PEMBELA PEMILIH NON MUSLIM. AL MAIDAH : 51 haramnya memilih Pemimpin KAFIR. Annisa : 138 -139 Memilih Pemimpin Kafir adalah orang MUNAFIK, At Taubah : 84 Haramnya mensholatkan orang MUNAFIK,” jelasnya.
“Kami selaku kuasa hukum dari para warga menilai, pemasangan spanduk tersebut masih dalam koridor hukum karena hanya menunjukkan sikap mereka sebagai Muslim yang didasarkan pada ajaran Al Quran serta tidak berbentuk paksaan terhadap orang lain untuk mengikuti sikap mereka,” papar Ibnu.
Selain itu, lanjutnya, spanduk tersebut juga tidak berisikan hinaan atau tindakan diskriminasi kepada suku, agama dan ras tertentu.
“Perlu kami ingatkan jika hak menjalankan ajaran agama merupakan hak konstitusional semua warga negara yang diatur alam Pasal 288 ayat (1) UUD 1945,” tegasnya.
Yang kedua, kasus dugaan politik uang berupa pembagian sembako oleh sejumlah orang berbaju koyak-kotak di Kebon Pala, Kelurahan Kampung Melayu, Kecamtan Jatinegara Jakarta Timur hari Jum’at 10 Maret 2017 lalu oleh Seorang artis berinisial G dinformasikan berada bersama-sama dengan oknum yang membagikan sembako tersebut di lokasi.
“ Dalam Pembagian sembako ini sempat memancing keributan dikarenakan di dalam sembako tersebut ada bahan bacaan yang memuji-muji Ahok dan diikuti dengan permintaan mencopot spanduk yang warga oleh para pembagi sembako. Untuk Kasus ini sudah ditangani oleh Bawaslu DKI Jakarta,” bebernya.
Yang ketiga, sambung Ibnu, kasus keributan di Kali Anyer, Tambora Jakarta Barat. menurut keterangan warga setempat kasus ini bermula dari adanya seorang pemuda yang meneriakkan kalimat Hidup Ahok di telinga ibu Haji Zaenab yang sudah berusia lanjut.
Atas tindakan yang kasar dan sangat tidak sopan tersebut memancing amarah warga sehingga terjadi keributan. “Namun Polres Jakarta Barat sudah menangkap seorang warga dengan tuduhan pengeroyokan, dan ketika kami sambangi semalam kami tidak diperbolehkan bertemu,” pungkasnya. (JODIRA)