Ada Apa Pansus Pemilu Studi Banding ke Jerman dan Meksiko?
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Ketua Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu DPR RI Lukman Edy mengatakan tujuan pihaknya berkunjung ke Jerman dan Meksiko untuk mempelajari dan melihat perbandingan sistim pemilu Jerman dan Indonesia, dari tanggal 11 Maret 2017 hingga 16 Maret 2017.
“UU Pemilu Indonesia, sebelumnya banyak mencontoh sistim pemilu di Jerman. Dandan Jerman hari ini secara internal sedang melakukan evaluasi terhadap sistim yang mereka pakai, termasuk melakukan evaluasi terhadap penerapan elektronik vote,” kata Lukman seperti keterangan tertulisnya, Sabtu (25/2/2017).
“Kita juga sedang melakukan evaluasi terhadap sistim pemilu kita, terutama berkenaan dengan upaya memperkecil kesenjangan proporsionalitas (disproporsionalitas), districk magnitude, formula konversi suara ke kursi dan penataan daerah pemilihan,” sambungnya.
Kemudian, terang Lukman, Pansus RUU Pemilu ingin mendapat informasi penuh berkenaan dengan penerapan elektronik vote. Di mana dalam draft RUU, ada norma yang mengatur rencana penerapan elektronik vote.
“Walaupun selintas kami mendapat kesan pemerintah masih ragu-ragu. Sementara di Jerman saat ini, justru sedang dievaluasi penerapan e-vote tersebut. Soal ini menjadi penting untuk mendapat masukan yang komprehensif, sehingga ketika kita memutuskan penggunaan e-vote, potensi kegagalannya bisa kita perkirakan,” ujarnya.
Sementara tujuan ke Meksiko karena secara umum negara-negara di Amerika Latin, adalah contoh yang lengkap untuk memperbandingkan perihal : sistim presidensiil, multy partai, pemilu serentak, dan pilihan-pilihan treshold yang diterapkan, termasuk untuk memperdalam implikasi sistim yang dipakai terhadap potensi devided goverment.
“Secara spesifik di Meksiko, Pansus ingin mendapatkan gambaran yang lengkap tentang peradilan pemilu, mulai dari aspek filosofis, kelembagaan sampai kepada aspek teknis acara peradilannya,” terang Politisi PKB ini.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini menjelaskan, Pansus sendiri sebenarnya juga telah melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan ahli ahli pemilu di dalam negeri, baik secara pribadi maupun secara kelembagaan.
Dari situ banyak masukan yang diperoleh, terutama untuk mendapatkan gambaran tentang pilihan pilihan dari berbagai opsi yang ditawarkan.
“Tetapi, terus terang kami merasa kurang mendapat masukan tentang perbandingan terhadap negara lain. Kami mendapatkan informasi yang minim tentang itu. Padahal pengalaman negara lain itu penting dalam rangka memperkirakan implikasi dari berbagai pilihan opsi yang ditawarkan,” ujarnya.
Menurutnya, dari RDPU dengan ahli Pemilu dalam negeri terlalu banyak varian yang ditawarkan, dan umumnya terfragmentasi secara subjektif, terpengaruh dengan latar belakang politiknya masing-masing.
Padahal pansus ingin menangkap pesan objektif dari berbagai opsi yang ditawarkan, sehingga pilihan kita bisa semata mata demi kepentingan Konsolidasi Demokrasi Indonesia yang ideal.
“Sementara Pansus Penyelenggaraan Pemilu ini ingin mendapatkan perbandingan secara spesifik dari negara lain. Tidak mungkin kami mendapatkan contoh dari dalam negeri karena ini menyangkut Pemilu Nasional, dan harus kita akui bahwa sistim pemilu yang selama ini kita bangun adalah variasi dari sistim pemilu yang dibangun di negara lain, antara lain Jerman, Uni Eropa, Amerika dan sekarang yang agak serupa dengan kondisi Indonesia adalah negara-negara di Amerika Latin,” paparnya. (HMS)