Akar Djati: Menjawab Kekisruhan Dunia dengan Sholawat dan Spirit Perdamaian

MAJALENGKA – Di tengah dunia yang dilanda kekisruhan akibat perang dagang dan ketidakpastian global yang dipicu oleh kebijakan proteksionis Donald Trump, Indonesia menghadirkan oase keteduhan dari akar tradisi spiritualnya. Salah satunya adalah Paguyuban Sholawat Akar Djati. Pagi tadi, Senin (7/4), ribuan jamaah Akar Djati berkumpul dalam doa bersama bertajuk “Seruan Damai untuk Dunia” yang digelar di
Pondok Pesantren Al Mizan Jatiwangi, Majalengka.
Acara ini menjadi bentuk nyata kepedulian spiritual masyarakat terhadap situasi global yang tengah diwarnai konflik dan krisis kemanusiaan.
Dipimpin oleh tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU), KH. Maman Imanulhaq, Akar Djati hadir bukan sekadar sebagai paguyuban sholawat, melainkan sebagai gerakan kebudayaan yang mengusung pesan kasih sayang, keadilan sosial, dan perdamaian dunia. Dalam setiap lantunan sholawatnya, terselip tekad untuk meneruskan misi rahmatan lil ‘alamin, menyejukkan dunia yang panas oleh konflik dan ketamakan ekonomi global.
“Dari paguyuban ini yang dijalankan dengan penuh nilai-nilai akhlak dan kearifan, kita suarakan harapan dan komitmen untuk dunia yang lebih damai. Agama harus menjadi energi cinta, bukan alat permusuhan,” ujar KH. Maman Imanulhaq di hadapan ribuan jamaah yang hadir.
Kiai Maman juga menyoroti pentingnya peran Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia untuk menjadi contoh dalam merawat kerukunan. “Kita ingin dunia melihat bahwa Islam Indonesia, Islam Cirebon, adalah Islam yang ramah, solutif, dan membawa rahmat bagi seluruh alam,” tambahnya.
Wakil Sekretaris Dewan Syuro DPP PKB ini pun mengajak seluruh jamaah Akar Djati untuk lebih serius dalam membangun ketahanan pangan, memperkuat solidaritas sosial dengan saling membantu sesama, serta menumbuhkan nilai-nilai spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari. “Kita tidak cukup hanya berdoa, tapi juga harus membangun kemandirian, memperkuat persaudaraan, dan menyucikan niat dalam setiap gerakan kita,” tegas Kiai Maman di hadapan ribuan jamaah.
Akar Djati, imbuh Kiai Maman, tumbuh menjadi gerakan spiritual-masyarakat dengan ribuan jamaah yang tersebar di wilayah 3 Cirebon, Sumedang, Subang, dan Bandung. Dengan semangat Islam Nusantara yang inklusif dan penuh cinta, Akar Djati meyakini bahwa Indonesia bisa menjadi penutur damai di tengah hiruk pikuk geopolitik dunia.
“Lewat budaya, spiritualitas, ketahanan sosial-ekonomi, dan keterlibatan aktif di tengah masyarakat, Akar Djati ingin menyuarakan bahwa dunia bisa damai, jika kita kembali pada akar kemanusiaan dan ketuhanan,” katanya menutup.
Hadir pada acara itu pula sejumlah tokoh seperti Pimpinan Ponpes Al Mizan Nyai H. Upik Rofikoh yang juga penasehat Akar Djati. Juga KH. Acep T. Khozin, H. Sumari, H. Ramli, Kiai Said, Hj. Srimulyati, Kasmirah, serta Hj. Ruskini. Hadir pula Ketua Harian Akar Djati Drs Hariri, Sekretaris Gus Mari Muhammad Hadiq, dan Bendahara Umum Hj. Eli.
Akar Djati, sebagai gerakan spiritual-kebudayaan yang menggabungkan nilai keislaman dengan akar lokal Nusantara, telah lama mengusung semangat dialog, toleransi, dan persaudaraan lintas iman. Dalam acara ini, tak hanya doa bersama saja, namun pula turut ditampilkan pertunjukan seni budaya lokal serta pembacaan syair perdamaian.