Akui Yerusalem Sebagai Ibu Kota Israel, Trump Dinilai Ceroboh
JAKARTA – Wakil Ketua Badan Kerjasama Antaraparlemen (BKSAP) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Rofi’ Munawar memandang keputusan resmi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel adalah keputusan sesat dan ceroboh.
DPR atau BKSAP mendorong Pemerintah/Menlu memanggil kembali Duta Besar AS di Jakarta untuk memberikan penjelasan atas keputusan Trump dan menyampaikan protes keras secara langsung atas keputusan tersebut.
“Kita mengutuk keras atas keputusan Trump akui Yerusalem sebagai ibukota Israel, bukti presiden AS tersebut mengambil keputusan sepihak terhadap persoalan Palestina. Ironisnya keputusan dibuat sama sekali tidak mempertimbangkan kepentingan Palestina, sungguh merupakan langkah mundur dan berpotensi menyeret konflik di Timur Tengah yang lebih dalam,” jelas Rofi dalam keterangan tertulis kepada media, Jakarta, Kamis, (7/12/2017) kemarin.
Rofi memandang keputusan Trump sesat karena tidak dilandasi argumentasi yang memadai dan pertimbangan yang matang. Padahal selain desakan dari berbagai pemimpin dunia, disisi lain sudah banyak kajian serta keputusan yang menegaskan Israel tidak memiliki hak atas Yerusalem.
Sebagaimana ditegaskan secara resmi oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) mengeluarkan sebuah resolusi yang mengecam ekskavasi (pengakuan) Israel di Yerusalem. UNESCO menyebutnya sebagai pelanggaran hukum internasional.
Jauh sebelum itu ditahun 1980, lanjut Politisi PKS ini, atas usaha yang sama Israel pernah mengesahkan secara sepihak undang-undang yang menyatakan Yerusalem adalah ibukota Israel. Namun dikecam PBB lewat resolusi baru dan menyatakan langkah Israel sebagai pelanggaran hukum internasional.
“Keputusan Trump tersebut secara terang benderang menegaskan bahwa AS tidak dapat diharapkan lagi sebagai salah satu negara sponsor pembicaraan damai Palestina-Israel yang sudah terhenti sejak tahun 2014. AS di bawah kepemimpinan Trump telah kehilangan legitimasinya. Alih-alih sponsor perdamaian, AS seperti membeo kepada keinginan Benjamin Netanyahu yang keras kepala,” paparnya.
Legislator asal Jawa Timur ini menambahkan, keputusan Trump sebagai sebuah kecerobohan paling fatal dalam sejarah diplomatik AS. Meski 1995 muncul keputusan penting di Kongres AS pengesahan undang-undang terkait pemindahan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
UU tersebut, terang Rofi’, tak pernah direalisasikan sepanjang era kepresidenan Bill Clinton, George W. Bush, hingga Barrack Obama. Mereka semua menolaknya, karena memahami dampak yang akan dihasilkan bersifat negatif baik untuk keamanan nasional AS maupun kestabilan Timur Tengah.
“Langkah Trump ini seakan menegasikan kebijakan AS di Timur Tengah selama ini, dipastikan akan mengganggu sekutu tradisional mereka di wilayah tersebut. Selain itu akan mempersulit terwujudnya perdamaian Palestina-Israel, bahkan semakin mengeskalasi ketegangan di Kawasan. Dampak sangat serius dari keputusan Trump tersebut adalah menumbuhsuburkan benih-benih terorisme dan anti-Amerika di mana-mana,” ujar Rofi.
Untuk itu, DPR mendorong Pemerintah berperan aktif bersama negara-negara OKI lainnya untuk menggelar pertemuan darurat guna menyikapi keputusan Trump tersebut. Selain itu, Pemerintah juga diminta berperan aktif juga bersama negara-negara lain untuk mendesak DK PBB bersikap tegas atas keputusan Trump itu.
Melalui diplomasi parlemen, DPR sebagai anggota pada Komisi Middle East Question di Inter-Parliamentary Union (IPU), bersama dengan Parlemen Palestina dan parlemen-parlemen anggota OKI yang tergabung pada Komisi tersebut, berupaya untuk mengajukan sebuah proposal resolusi yang mengecam keras keputusan Trump tersebut sebagai emergency item pada sidang IPU mendatang. Sementara sebagai kapasitasnya sebagai anggota Executive Committee PUIC (Parliamentary Union of OIC Countries), DPR meminta PUIC menggelar extraordinary meeting terkait keputusan Trump tersebut. (Ronny)