‘Amandemen UUD Harus Diawali Sosialisasi dan Serap Aspirasi’
JAKARTA – Amandemen kelima Undang-undang Dasar (UUD) 1945 harus dipersiapkan dengan matang, melalui proses dan mekanisme yang transparan, dan memberi ruang seluas-luasnya bagi seluruh elemen rakyat menyampaikan aspirasi.
“Tak perlu terburu-buru, amandemen sebaiknya berproses setelah berakhirnya tahun politik 2019, ketika pemerintah baru dan formasi baru DPR sudah terbentuk,” kata Ketua DPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet seperti keterangan tertulisnya, Kamis (22/3/2018).
Menurut Bamsoet, apa yang disepakati MPR dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bisa disebut sebagai inisiatif. Dengan begitu, kesepakatan tentang amendemen UUD 1945 perlu diperluas dengan melibatkan institusi lain yang relevan.
Inisiatif itu pun, lanjut dia, harus disosialisasikan terlebih dahulu. Semua elemen rakyat harus mendapat informasi yang akurat. Sangat penting bagi seluruh elemen rakyat untuk mengetahui apa saja yang akan diamandemen.
Sebagai inisiator, terangnya, MPR dan BPIP hendaknya memberi penjelasan tentang pasal-pasal UUD yang akan diamandemen; mengapa pasal-pasal dimaksud harus diamandemen dan apa tujuan dari perubahan itu
“Inisiatif mengamendemen UUD sudah menuai pro-kontra. Ada yang khawatir bahwa amandemen akan kembali meligitimasi MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Kalau tidak segera direspons dengan penjelasan dari MPR dan BPIP, kekhawatiran ini berpotensi menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu,” jelas Bamsoet yang juga mantan Ketua Komisi III DPR ini.
Baginya, agar bisa menjadi bahan diskusi, konsep awal amandemen kelima itu hendaknya segera disosialisasikan kepada semua elemen masyarakat, akademisi atau ahli, para elit, para pemerhati dan pimpinan organisasi kemasyarakatan (Ormas).
“Kalau amandemen UUD yang digagas MPR dan BPIP nantinya terlaksana, itu merupakan perubahan kelima dalam rentang waktu 18 tahun. Dalam periode 1999-2002, UUD 1945 sudah mengalami empat (4) kali perubahan,” papar Bamsoet.
“Amandemen pertama pada 19 Oktober 1999, merubah Sembilan (9) pasal. Amandemen kedua pada 18 Agustus 2000 merubah 24 pasal. Pada 9 November 2001, dilakukan amandemen ketiga dengan merubah 19 pasal. Amandemen terakhir atau keempat, dilakukan pada 10 Agustus 2002 dengan merubah 17 pasal,” terangnya.
“Terdapat beragam fakta yang menjelaskan bahwa UUD 1945 hasil dari empat amandemen itu tidak memuaskan semua pihak. Akibatnya, beberapa elemen masyarakat sering menyuarakan keinginan mereka agar bangsa dan negara ini kembali pada UUD 1945 yang asli atau yang belum diamandemen.” (MM)