Antara Aksi #Peringatan Darurat vs #Indonesia Gelap, Mau Kemana Aksi Mahasiswa?

 Antara Aksi #Peringatan Darurat vs #Indonesia Gelap, Mau Kemana Aksi Mahasiswa?

Aksi #Peringatan Darurat dimulai dimunculkan pada 21 Agustus 2024. Sedangkan aksi #Indonesia Gelap, dilakukan pada 18 Februari 2025. Latar belakang aksi #Peringatan Darurat ialah manuver DPR yang hendak menganulir putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 untuk menguntungkan kepentingan politis keluarga Jokowi dalam hal ini, Kaesang, supaya dapat dengan mulus dicalonkan sebagai kepala daerah yang mengafirmasi tendensi Dinasti Jokowi. Adapun latar belakang aksi #Indonesia Gelap ialah reaksi terhadap tendensi kebijakan politik Prabowo yang masih meneruskan karakteristik politik Jokowi, terutama terlihat saat Prabowo memekikkan Hidup Jokowi.

Ikon aksi kedua tema ini (#Peringatan Darurat dan #Indonesia Gelap) masih mirip dengan warna yang sedikit berbeda saja. Tapi elemen Garuda dan kesan horor tetap terpancar. Sedangkan aktor lapangan kedua aksi ini tetap dipimpin oleh BEM SI, sebagai organ yang berpengaruh dalam gerakan mahasiswa. Adapun aksi #peringatan darurat yang dilancarkan oleh mahasiswa, dapat dinilai berhasil karena dapat membatalkan manuver DPR yang masih ingin melayani kepentingan Jokowi saat itu. Sedangkan aksi #indonesia gelap, tampaknya tidak akan keberhasilan gerakan sebelumnya yang terjadi di penghujung Agustus 2024 itu.

Melihat teknik propoganda dari kedua aksi ini, tidak bisa dielakkan bahwa gerakan ini dirancang dan diatur cukup rapi, terkendali dan terpimpin dengan baik. Namun dibandingkan dengan aksi yang pertama (#peringatan darurat), aksi kedua ini (#indonesia gelap), lebih lembut dan isunya tidak terlalu tajam dan fokus.

Karena tuntutan terlalu banyak dan tidak spesifik, agaknya bukan maksud sesumbar, aksi kedua ini tidak akan seberhasil gerakan yang sebelumnya. Tapi setidaknya mengingatkan Prabowo, supaya lebih baik meninggalkan ilusi Jokowi daripada bertentangan dengan aspirasi rakyat pada umumnya. Jokowi telah dengan terang benderang merusak tatacara bernegara kita dengan beradab dan demokratis.

Apapun itu, beberapa hal yang dapat dicermati dari kedua aksi mahasiswa ini, bahwa peristiwa ini menegaskan dimana mahasiswa masih tetap eksis sebagai entitas politik penekan dan alternatif, serta mahasiswa sebagai sebuah gerakan masih menjadi katalisator demokrasi yang sebenarnya.

Hanya saja penulis berharap, bahwa gerakan mahasiswa tidak boleh puas hanya sekedar gerakan reaksioner sebagaimana pemadam kebakaran atau tukang azan semata, mengingat keadaan yang dihadapi dewasa ini sebenarnya menuntut gerakan mahasiswa agar lebih progresif dan radikal.

Keadaan kita dewasa ini ialah jika tak dibereskan dan dikoreksi jalannya sejarah mulai sekarang secara radikal di tengah kesenjangan ekonomi yang makin mapan dan terjaga secara legal, maka sebagian besar rakyat Indonesia akan diperbudak secara permanen oleh mereka-mereka yang berkuasa dan kaya raya yang memanfaatkan sistem pemilu yang liberal berdasarkan siapa yang paling banyak uang dan paling kuat secara politik.

Hal ini akan melanggengkan sebagian besar rakyat bernasib sebagai paria dan peternakan suara semata di hadapan segolongan kecil elit-elit politik dan ekonomi. Kedua elit ini hanya berbeda dalam langgam saja: yang satu berekonomi dengan politik, dan satu lagi, berpolitik dengan ekonomi. Sedangkan rakyat terjebak menjadi mangsa yang diternakkan dan mengalami kepayahan untuk bebas dari situasi tersebut akibat hidup yang makin sempit dan ketat.

~Bhre Wira, mantan aktivis mahasiswa.

Facebook Comments Box