Badan Pengkajian MPR RI Matangkan Substansi Pokok-Pokok Haluan Negara: Tidak Ada Pembahasan Periodesasi Presiden

 Badan Pengkajian MPR RI Matangkan Substansi Pokok-Pokok Haluan Negara: Tidak Ada Pembahasan Periodesasi Presiden

JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengungkapkan, Badan Pengkajian MPR RI sebagai ‘dapur MPR’ sedang fokus menyelesaikan substansi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), tanpa harus dibebani perdebatan apakah akan terjadi perubahan terbatas tehadap Undang-Undang Dasar atau tidak. Mengingat komunikasi dan harmonisasi politik dengan seluruh Pimpinan Fraksi dan Kelompok DPD, Pimpinan Partai Politik, Pimpinan Lembaga-Lembaga Negara termasuk Presiden, dan stakeholders lainnya, baru bisa dilakukan apabila substansi PPHN sudah siap.

“Majelis menargetkan minimal pada akhir tahun 2021 ini substansi PPHN sudah siap, sehingga bisa segera melakukan komunikasi dan harmonisasi dengan berbagai kalangan. Substansi PPHN yang disusun Badan Pengkajian hanya memuat hal-hal filosofis, bukan bersifat teknokratis. Sehingga bersifat sebagai pemberi bintang petunjuk bagi seluruh penyelenggara negara. Majelis perlu menegaskan, bahwa tidak ada sama sekali pembahasan tentang periodesasi presiden karena periodesasi presiden dua kali seperti yang ada saat ini sudah ideal,” ujar Bamsoet usai memimpin pertemuan Pimpinan MPR RI dengan Pimpinan Badan Pengkajian MPR RI, di Komplek Majelis, Jakarta, Selasa (23/3/21).

Turut hadir para Wakil Ketua MPR RI antara lain Syarief Hasan (F-Demokrat) dan Fadel Muhammad (Kelompok DPD). Hadir pula pimpinan Badan Pengkajian MPR RI, antara lain Djarot Saiful Hidayat (F PDI-Perjuangan), Benny Harman (F-Demokrat), Tifatul Sembiring (F-PKS), dan Fahira Idris (Kelompok DPD).

Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, substansi PPHN yang bersifat filosofis akan menjabarkan cita-cita Indonesia merdeka sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Serta memuat turunan pertama dari UUD NRI 1945, selain juga menyelesaikan keberadaan Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR yang masih berlaku.

“Sebagaimana terdapat dalam Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 2002,” jelas Bamsoet.

Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menerangkan, keberadaan PPHN sudah direkomendasikan oleh MPR RI periode 2009-2014. Kemudian dilanjutkan rekomendasinya  melalui Keputusan MPR RI Tahun 2019 tentang Rekomendasi MPR RI 2014-2019.

“MPR RI periode 2019-2024 melalui Badan Pengkajian sedang bekerja keras agar rekomendasi tersebut bisa terwujud. Keberadaan PPHN bukanlah untuk pemerintahan saat ini, melainkan untuk pemerintahan yang akan datang dan selanjutnya. Siapapun presiden-wakil presiden yang maju dalam pemilihan, harus menerjemahkan PPHN dalam visi dan misinya. Termasuk juga bupati/walikota hingga gubernur. Sehingga arah pembangunan bangsa dari tingkat daerah hingga nasional bisa seiring sejalan,” terang Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan, dalam hasil kajian sementara yang dilakukan Badan Pengkajian, PPHN bisa ditempatkan dalam dua alternatif, yakni Ketetapan MPR RI atau Undang-Undang. Pilihan mana yang dipakai, kelak akan dikomunikasikan dengan semua pihak, termasuk pimpinan partai politik dan lembaga negara.

“Untuk mensosialisasikan PPHN di berbagai kalangan, Badan Pengkajian bisa melakukan silaturahmi di internal komplek Majelis, antara lain dengan DPR RI dan DPD RI. Sementara untuk silaturahmi dengan berbagai kalangan eksternal seperti organisasi kemasyarakatan, partai politik, hingga lembaga negara lainnya, akan dilakukan pimpinan MPR RI bersama Badan Pengkajian,” pungkas Bamsoet. (dwi)

Facebook Comments Box