Bamsoet: Memajukan dan Mensejahterakan Rakyat Papua Itu Amanat Konstitusi
ACEH – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengungkapkan berdasarkan data Kementerian Keuangan dalam kurun waktu 20 tahun terakhir (2002-2021), dana otonomi khusus (Otsus) dan dana tambahan infrastruktur (DTI) yang disalurkan pemerintah pusat untuk Papua dan Papua Barat mencapai Rp 138,65 trliun. Sedangkan pada 2005-2021, transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) ke Provinsi Papua dan Papua Barat mencapai Rp 702,3 triliun.
“Di satu sisi, besarnya anggaran tersebut menunjukan besarnya keberpihakan pemerintah pusat untuk membangun Papua dan Papua Barat. Di sisi lain, besarnya anggaran juga harus diimbangi dengan proses monitoring dan evaluasi yang terukur, sehingga nilai kemanfaatan dari besarnya anggaran bisa bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua dan Papua Barat,” ujar Bamsoet saat menerima delegasi pemerintah provinsi Papua dengan Pimpinan FOR Papua MPR RI, secara virtual dari Aceh, Kamis (10/6/21).
Turut hadir Wakil Ketua MPR RI Syarif Hasan, Ketua FOR Papua MPR sekaligus Ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai, Anggota FOR Papua MPR RI sekaligus anggota Komisi X DPR RI Robert Kardinal dan Rico Sia. Hadir pula Sekretaris Daerah Provinsi Papua Dance Yulian Flassy, Ketua DPR Papua Jhony Banua Rouw, dan Ketua Majelis Rakyat Papua Timotius Murib.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, merujuk paparan delegasi Pemerintah Provinsi Papua yang diterima Pimpinan FOR PAPUA MPR pada 20 Mei 2021, terlihat beberapa catatan keberhasilan dari pemberlakuan kebijakan Otsus di tanah Papua. Antara lain meningkatnya pertumbuhan daerah otonomi baru, pembangunan infrastruktur yang meningkat signifikan dan lahirnya berbagai kebijakan yang bermanfaat dan memberi dampak positif pada sektor ekonomi kerakyatan dan pembangunan wilayah.
“Dibalik berbagai capaian tersebut, masih ada beberapa pekerjaan rumah yang belum dituntaskan. Berdasarkan data BPS yang dirilis pada Februari 2021, Provinsi Papua dan Papua Barat merupakan dua provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi (sebesar 26,8 persen dan 21,7 persen). Ditambah persoalan pemerataan pembangunan yang belum optimal, tingkat pendapatan orang asli Papua yang masih rendah, serta keterbatasan akses pendidikan dan kesehatan,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, oleh karena itu revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, harus menghadirkan jawaban dan memberikan alternatif solusi yang dibutuhkan. Sehingga bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang belum tuntas tersebut.
“Evaluasi secara periodik terhadap implementasi Undang-Undang Otonomi Khusus sangat penting, sebagaimana diamanatkan Pasal 78 Undang-Undang Otonomi Khusus tersebut. Melalui evaluasi, kita dapat mengukur efektivitas, akuntabilitas, output dan yang jauh lebih penting adalah, apakah sudah benar-benar memberikan dampak yang optimal bagi kehidupan masyarakat Papua dan Papua Barat selaku penerima manfaat,” terang Bamsoet.
Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) ini menekankan, percepatan infrastruktur, upaya mendorong investasi, pembukaan kawasan industri dan berbagai pembangunan yang bersifat fisik-material hanya sebagian elemen saja. Karena pembangunan tidak boleh melupakan subjek dan obyek dari pembangunan itu sendiri, yaitu sumber daya manusia. Karenanya, menjadi tugas kita bersama untuk mengupayakan agar revisi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua, benar-benar merepresentasikan keberpihakan segenap pemangku kepentingan.
“Mengingat pembangunan merupakan proses berkesinambungan. Hakekat pembangunan haruslah bermuara pada kesejahteraan rakyat. Memajukan dan mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia termasuk rakyat di Papua dan Papua Barat, adalah amanat Konstitusi, yang mesti diwujudkan melalui usaha bersama,” pungkas Bamsoet. (Dwi)