Belanda Kembali Sampaikan Permintaan Maaf Atas Kekejaman Pada Masa Perang
JAKARTA – Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengatakan, bahwa pemerintah Belanda kembali menyampaikan permintaan maaf kepada Indonesia atas kekejaman pada masa perang.
Hal itu diutarakan Retno usai bertemu Menteri Luar Negeri Belanda Wopke Hoekstra di Paris, Prancis, mengenai tindak lanjut hasil tinjauan secara institusi tindak kekerasan yang ekstrem dan sistematis, serta meluas antara tahun 1945-1949.
“Menlu Belanda kembali menyampaikan permintaan maaf pemerintahnya,” kata Retno, Rabu (23/2/2022).
Sebelumnya, Pemerintah Belanda meminta maaf kepada Indonesia atas kejahatan perang. Hal ini disampaikan Perdana Menteri Mark Rutte kepada Indonesia setelah sebuah penelitian menemukan bahwa tentara Belanda menggunakan kekerasan ekstrem, termasuk terhadap warga sipil, selama perang kemerdekaan Indonesia.
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte pada Kamis 17 Februari 2022 mengajukan permintaan maaf setelah hasil penelitian panjang atas sejarah besar yang menemukan bahwa Belanda menggunakan kekerasan sistematis dan berlebihan dalam perang kemerdekaan Indonesia tahun 1945-49.
Penyelidikan dari tiga lembaga penelitian sejarah bertentangan dengan pandangan lama Pemerintah Den Haag bahwa pasukan Belanda hanya melakukan kekerasan sporadis ketika mereka berusaha untuk mendapatkan kembali kendali atas Hindia-Belanda itu setelah Perang Dunia II.
Studi yang memakan waktu lebih dari empat tahun untuk menyimpulkan, kata sumber menunjukkan bahwa kekejaman di Indonesia saat itu dilakukan dengan cara yang sistematis. Penelitian panjang ini dilakukan oleh Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies (KITLV), the Netherlands Institute for Military History (NIMH) dan the NIOD Institute for War, Holocaust and Genocide Studies.
Ditemukan bahwa bahwa penggunaan kekerasan ekstrem oleh angkatan bersenjata Belanda tidak hanya meluas, tetapi juga sering disengaja,” sebut hasil penelitian itu, yang dikutip oleh Deutsche Welle.
“Tindakan kekerasan dimaafkan di setiap tingkatan: politik, militer dan hukum,” jelas hasil penelitian ini.
“Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka yang memikul tanggung jawab di pihak Belanda, politisi, pejabat, pegawai negeri, hakim dan lain-lain, memiliki atau dapat memiliki pengetahuan tentang penggunaan sistematis kekerasan ekstrem,” pungkas para peneliti.