BI Rate Turun, Heri Gunawan Titip 7 Pesan pada Pemerintah
JAKARTA, LintasParlemen.Com- Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan menyambut baik keputusan Bank Indonesia (BI) pada 17 dan 18 Februari 2016 lalu yang memotong BI Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 7% yang berlaku efektif sejak 16 Maret 2016.
Pasalnya, menurut Heri, penurunan BI Rate itu adalah kebijakan moneter pemerintah yang tepat di tengah kondisi ekonomi yang lesu.
“Kebijakan moneter yang lebih progresif mutlak dilakukan sehingga paket kebijakan ekonomi yang ekspansif bisa menemukan resonansinya. Yang perlu dilakukan saat ini di antaranya dengan menyetop SBI yang hanya menjadi beban semata,” kata Heri saat dihubungi, Jakarta, Sabtu (20/02) kemarin.
“Dalam jangka waktu tertentu dapat dilakukan dengan dimulai dari perbankan milik negara. Harapannya, secara tidak langsung perbankan akan menyalurkan kredit. Pada gilirannya, kredit akan lebih mendukung pembangunan sektor-sektor produktif dan padat karya. Sehingga kinerja ekonomi bisa tumbuh dan berkembang,” jelasnya.
Heri mengungkapkan, yang terpenting bagi rakyat saat ini adalah tumbuh dan berkembangnya sektor riil, dan itu berarti membutuhkan stimulus dan pembiayaan yang lebih “joss” dan ekspansif. GWS sebesar 6,5% atau hanya turun 1% tidak akan berarti siginifikan karena pasar tidak akan merespon secara baik.
“Dana hanya akan berputar-putar di pasar uang yang tidak terlalu berpengaruh besar pada tumbuhnya sektor ekonomi riil,” tandasnya.
Menurutnya, saat ini momentum untuk menerapkan kebijakan moneter yang lebih progresif. Pemerintah tidak bisa lagi berharap dari kebijakan fiskal yang ekspansif karena adanya perlambatan ekonomi global dan lambatnya konsolidasi dunia usaha. Sehingga berharap dari pajak bukan waktu yang tepat.
“Pemerintah tidak perlu terlalu khawatir dengan larinya dana ke luar negeri karena dua hal: pertama, adanya kepastian pasar keuangan global di mana the fed tidak akan menaikkan suku bunganya; kedua, pasar Indonesia yang besar masih akan menjadi primadona,” ujarnya.
Ia meminta pemerintah mengambil kebijakan moneter yang berani dan progresif yang sangat masuk akal. Ia mencontohkan, perbedaan BI rate dengan inflasi relatif tinggi yang mencapai 311 basis poin.
Politisi Gerindra ini menilai, ruang untuk menerapkan kebijakan moneter yang lebih progresif sangat terbuka lebar. Karena beberapa faktornya. Pertama, laju inflasi yang menunjukkan trend yang menurun. Inflasi IHK tercatat sebesar 0,51% (bulan ke bulan), melambat dari bulan lalu 0,96 (bulan ke bulan).
Alasan kedua, adanya kepastian di pasar keuangan global di mana salah satunya the fed belum mau menaikkan suku bunga sehingga tidak perlu takut dengan larinya modal ke luar.
“Faktor ketiga, perlambatan ekonomi global menuntut pemerintah untuk mengandalkan stimulus pertumbuhan ekonomi lewat pengeluaran dan investasi pemerintah, dan kondisi tersebut membutuhkan stimulus moneter yang lebih progresif agar uang di bank-bank bisa mengalir ke bawah ketimbang disimpang di BI,” paparnya.
Di akhir penjelasannya, ia memaparkan, Kebijakan moneter yang lebih progresif dengan menurunkan BI yang lebih progresif dan menyetop SBI akan menjadi titik awal dari perubahan haluan ke ekonomi Pancasila yang semangatnya dilandasakan pada “kebersamaan”. Bukan justru untuk melayani hasrat orang kaya yang bermain di pasar uang. (SCA)