Catatan Din di Hari Pancasila, Mulai dari Klaim Paling Pancasila hingga Tinggal Kenangan

 Catatan Din di Hari Pancasila, Mulai dari Klaim Paling Pancasila hingga Tinggal Kenangan

Ketua Dewan Pertimbangan MUI sekaligus mantan Ketum PP Muhammadiyah Prof. Din Syamsuddin berpidato mewakili Delegasi Muslim pada Dialogue on Religion and Culture, di Assisi, Italia, 20 Sep 2016 lalu

JAKARTA, Hari ini, Kamis (1/6/2017) bertepatan dengan momentum lahirnya Pancasila yang jatuh tanggal 1 Juni 1945 lalu. Pada momen diperingati Hari Lahir Pancasila, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menilai, Pancasila saat ini mengalami politisasi.

Din menjelaskan, maksud politisasi Pancasila ini adalah menganggap diri sendiri paling Pancasila atau merasa hanya kelompok tertentu saja yang Pancasilais. Sementara yang lain tidak, alias diragukan.

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah dua periode ini mengatakan, jika kelompok-kelompok tertentu di Indonesia yang merasa dirinya pancasilais sementara yang lainnya tidak, akan membahayakan kehidupan tatanan berbangsa dan bernegara. Karena dari anak bangsa sendiri bisa ada saling curiga-mencurigai.

“Pancasila sebagai ideologi bangsa yang sudah disepakati. Namun, saat ini mengalami politisasi oleh kelompok romantis yang terjebak romantisme, yang menganggap mereka sajalah satu-satunya yang Pancasilais. Sementara yang lain tidak. Ini tidak bagus,” kata Din saat dihubungi lintasparlemen.com dini.hari tadi usai sahur.

Tokoh nasional banyak mendapatkan banyak penghargaan dari luar negeri ini, meminta seluruh elemen bangsa Indonesia untuk tidak melakukan tafsiran secara tunggal terhadap nilai-nilai Pancasila. Sehingga pihak lain dicurigau tidak pancasilais.

Untuk itu, Din mengusulkan kepada para elite bangsa untuk mengambil kesepakatan bersama dari nilai-nilai ideologi negara agar bisa meneguhkan kembali komitmen berbangsa dan negara melalui Pancasila.

“Alasan itu, Saya mengusulkan tadi kepada para elit politik untuk duduk bersama lagi, membahas isu kebangsaan. Selain itu juga untuk meneguhkan cita-cita pendiri bangsa, karena banyak yang keliru pada amandemen kita,” ujar Din.

Din juga menyayangkan karena kalangan umat Islam dianggap tak Pancasila. Karena itu, ia minta pada umat Islam Indonesia untuk tidak malu atau terjebak seolah anggapan tidak pancasilais.

“Umat Islam jangan seolah berhadapan dengan ideologi Pancasila. Sebab, Pancasila itu dinilai sangat Islami. Tidak ada lagi pertentangan lagi antara Islam dan Pancasila yang sudah menjadi satu kesatuan utuh. Yang jadi persoalan saat ini, nilai kesakralan Pancasila kita sudah hilang cukup lama dari bangsa ini,” jelasnya.

“Dan itu tidak hanya hilang kesakralannya pada rezim ini, tetapi sudah cukup lama berlangsung tanpa banyak yang sadar. Coba kita ingat, di rezim Orde Baru, kita terjebak dengan klaim-klaim saja, dan menjadi senjata untuk memukul pihak lain (lawan politik, red). Terutama, yang anti-Pancasila di zaman itu,” sambung Din.

Tokoh Islam ini juga sangat khawatir jika pemaknaan nilai-nilai kesakralan Pancasila tidak segera dibenahi​, menurut Din, Pancasila hanya tinggal nama saja dari bagian sejarah bangsa. Tak tertutup kemungkinan ideologi negara Indonesia itu bisa tinggal dikenang dalam satu abad kemerdekaan RI ke depannya.

“Ayo kita benahi bersama. Jika kita tak ingin tinggal nama saja Pancasila. Dan saat ini banyak pihak lain yang ingin menggantikannya sebagai ideologi dengan ideologi lainnya. Baik ideologi pemersatu bangsa maupun sebagai ideologi yang menimbulkan kesejahteraan bagi rakyat. Sebab sebuah negara, sesuatu ideologi yang gagal di suatu negara akan ditinggalkan pengikutnya,” pungkas dia. (HMS)

Facebook Comments Box