DEMOKRASI INDONESIA DI TEPI JURANG
Oleh: Jemmy Setiawan*
Skalasi politik nasional hari ini menujukan wajah demokrasi kekinian yang sedang diambang kehancuran.
Percikan pertikaian secara horisontal atas nama kebebasan berpendapat, sudah masuk dalam wilayah kontraproduktif yang sama sekali tidak berkualitas.
Wajah demokrasi tidak lagi menujukkan sebagai sebuah tujuan. Perbedaan pandangan atau pendapat yg mestinya menjadi esensi demokrasi dijadikan alasan bagi munculnya pertikaian sesama anak bangsa.
Aturan mainnya menjadi tidak ada aturan dikarenakan wasit sebagai pengatur permainan dalam berbangsa dan bernegara memilih berpihak kepada pemain yang kuat. Institusi penegak hukum bermetamorfosa menjadi penjaga kekuasan sekaligus pengaman modal.
Esensi bernegara terabaikan dimana negara berdiri dari konsensus politik dan hukum berlaku karena produk politik. Terlebih lagi penguasa lahir dari hasil kontestasi politik.
Jalan politik bangsa kita adalah demokrasi untuk berkehidupan berbangsa dan bernegara.
Kebebasan berpendapat dan berhimpun di lindungi oleh undang-undang.
Namun fakta berkehidupan secara demokrasi tersebut tergerus karena sikap penguasa yang menyebrang dari kehidupan demokrasi menjadi kehidupan yang lebih represif.
Hak berpendapat telah dibatasi menurut kaca mata penguasa, bukan menurut hukum.
Tindakan represif dengan pendekatan legal menjadikan publik dan rakyat akhirnya memilih menjahit pendapatnya dalam hati.
Kegagalan membaca kemauan rakyat dianggap sebagai malasnya rakyat untuk aktif dan partisipatif.
Tindakan dan perilaku berdemokrasi dibunuh melalui pendekatan hukum yang di rekayasa.
Pakem hukum itu mutlak dan terukur, maka menjadi tindakan ilegal jika penguasa mendesain alur hukum atas nama kewenangan penegak hukum
Negara abstain dalam perihnya teriakan anak bangsa. Pemerintah tidak hadir dalam fungsinya sebagai penata berjalannya sebuah pemerintahan.
Negara menjadi represif kepada anaknya sendiri. Pemerintah menjadi badut otoriter dg cara bersembunyi di balik kewenangan.
Demokrasi kita diambang kematian dikala fungsi perangkat-perangkat negara menjalankan agenda penguasa.
Demokrasi kita tinggal cerita ketika pemerintah menjadikan otoritarian sebagai kiblat mengelola pemerintahan.
Namun jangan dilupakan bahwa perlawanan rakyat terhadap penguasa yang bertindak berlebihan pernah dicatatkan oleh sejarah yang lampau.
Mulai dari runtuh nya orde lama dan tergulungnya orde baru oleh kekuatan reformasi.
Catatan perjalan bangsa kita hendaknya menjadi cermin bagi penguasa untuk lebih arif dalam menjaga atmosfir demokrasi dan lebih bijak dalam mengunakan kekuasaanya.
Ada kalanya batas kesabaran rakyat akan menemukan titik nadirnya. Penguasa yang tak amanah dalam wewenangnya akan di gulung oleh rakyat.
Menggulung kekuasaan jangan dimaknai sebagai sebuah gerakan makar namun menggulung penguasa dengan cara yang legal dan konstitusional juga bisa dilakukan yaitu dengan menjungkalkan partai pengusung kekuasaan yang tidak amanah dengan cara mencabut pilihan ke partai tersebut.
Membangkrutkan partai politik yang gagal menjaga pemimpin yang dilahirkan dari partai itu sendiri.
Akankah indonesia masih tetap akan berdiri dengan kokoh, karena hakekat demokrasi adalah suara rakyat suara tuhan dan kemauan rakyat merupakan suara suci.
Penulis: Ketua Departemen Urusan KPK DPP Partai Demokrat